Explore the Beauty of Gunung Leuser National Park: The Diary Games [December 23, 2020]steemCreated with Sketch.

in Steem SEA3 years ago

01.jpg
Masjid Agung At-Taqwa yang menjadi ikon Kota Kutacane, Aceh Tenggara. Kalau belum berfoto di sini, belum sah masuk Kutacane.


Langit mendung memayungi Kota Kutacane. Cuaca khas bukan Desember. Ketika kami keluar kamar, gerimis mulai turun di Kutacane yang gelap. Di tengah rasa lelah mendera setelah menempuh perjalanan jauh dari Subulussalam, harusnya kami melanjutkan tidur beberapa menit lagi sebelum subuh.

Tapi Masjid Agung At-Taqqa Kutacane bersebelahan dari Hotel Bru Dihe. Bahkan dari lantai dua gedung belakang tempat kami menginap, bisa langsung melonjat ke halaman depan Masjid At-Taqwa dengan memanjat tembok.

Aku dan seorang teman harus berlari ke masjid untuk menghindari siraman gerimis yang berubah menjadi hujan dan semakin deras ketika kami semakin dekat masjid. Aku harus berhati-hati karena berlari mengenakan sarung. Kalau tidak berhati-hati bisa terpeleset di jalan atau terjatuh di lantai marmer halaman masjid.


02.jpg


04.jpg
Awan-awan putih di puncak kubah seperti sapuan kuas indah dalam kanvas lukisan. Di Aceh, hanya di Kutacane dan dataran tinggi Gayo yang bisa terlihat lukisan seperti ini.


Setelah sarapan nasi bungkus di Bru Dihe Hotel (tidak disedia sarapan di hotel), kami meninggalkan kawasan kota sekitar pukul 10.00 WIB. Sebelumnya, tentu saja harus berfoto di depan Masjid At-Taqwa yang menjadi ikon Kota Kutacane. Berfoto di masjid megah dengan latar awan yang seakan menyentuh kubah masjid, sungguh eksotis.

Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke hutan Ketambe. Agenda hari ini adalah mengeksplorasi keindaha gunung Leuser dengan hutan lebat yang menjadi paru-paru dunia. Kemudian ada tim yang mencoba arung jeram menyusuri Sungai Alas. Tapi aku dan tim Humas Unimal hanya meliput dan mengambil foto. Ada peluang ikut arung jeram kalau mau, tetapi aku kurang berminat karena tidak bisa berenang.

Di sepanjang perjalanan, kami banyak berhenti jika menemukan spot yang indah. Kalau ada orang di sekitarnya, kami mengajukan beberapa pertanyaan tentang lokasi tersebut. Kalau tidak ada, ya, berfoto saja untuk mengambil dokumen sebanyak mungkin. Kami yakin dokumen itu suatu saat nanti sangat berarti meski kami harus menyeleksinya untuk mengambil foto terbaik dari berbagai aspek.


Istirahat di Hutan Leuser.jpg
Dalam perjalanan dari Kota Kutacane ke hutan Ketambe, kalau mendapatkan view yang indah, kami tetap berhenti dan berfoto. Kesempatan ini juga digunakan untuk beristirahat.


Arung jeram dilakukan setelah makan dan salat yang kami jamak dengan Ashar. Makan di tengah hutan yang menjadi paru-paru dunia sungguh indah dan menjadi pengalaman luar biasa. Aku mencoba mencari ide untuk menulis cerpen dan puisi di tengah suasana yang sejuk, asri, dan eksotis. Tapi suasana itu ternyata malah membuat pikiran seperti buntu karena terlalu nyaman untuk menikmati suasana.

Aku mengirim pesan dan foto kepada seorang penyair sahabatku di luar Aceh. Menceritakan suasana di sini dan ide yang buntu. Dia bilang, tidak menjadi masalah. “Suatu saat nanti, perasaan mendalam itu akan muncul kembali dan ide akan datang,” balasnya.

Aku yakin itu benar. Dan aku merekamnya dengan baik. Postingan The Diary Game di Steemit sangat membantu untuk menyimpan kisah dan menjaga ingatan. Ide tentang apa pun diikat dengan menulis.


187f96d4-de92-4758-bf35-31f948bbb949.JPG
Banyak spot indah dalam perjalanan dari Kutacane ke hutan Gunung Leuser di Ketambe, salah satunya air terjun yang saya tidak tahu namanya. Kami istirahat dan mencuci muka dengan air yang segar di sini.


Kami berangkat ke lokasi start arung jeram dengan mobil double cabin dan kendaraan pengelola. Tim Humas yang terdiri dari saya, Bastin, dan Riyan juga ikut untuk mengambil dokumen. Bastin membawa drone untuk mengambil view Sungai Alas dari atas.

Ketika dua perahu karet sudah berangkat, kami baru jalan perlahan menuju tempat yang disebutkan akan menjadi lokasi finis. Menurut guide di sana, ada beberapa tingkatan arung jeram yang bisa dipilih dengan kesulitan berbeda, mulai dari newbi sampai kepada arung esktrem dengan tingkat kesulitan tinggi.

Kupikir menunggu itu adalah pekerjaan yang paling membosankan meski di tengah hutan yang eksotis. Di Desa Leuser Kecamatan Ketambe, Aceh Tenggara, kami menunggu mereka melintas. Karena sudah sangat lama waktu berlalu dan mereka belum juga terlihat, sempat muncul kekhawatiran mereka sudah berlalu dari jembatan gantung tradisional tersebut. Riyan sampai mengajak kami melanjutkan perjalanan sampai jembatan berikutnya.


Bersama Pak Azhari.jpg
Saya bersama Pak Dr Azhari, Pembantu Rektor IV Bidang Kerja Sama di sebuah Guest House di hutan Leuser. Sengaja saya buat dalam hitam putih agar terlihat lebih klasik karena rumah dan jendelanya memang klasik.


Aku bilang kami harus lebih bersabar menuggu sebab mereka jalan dengan perahu di tengah arus sungai yang kadang cepat tapi ada tempat yang arusnya lemah. “Sedangkan kita jalan dengan mobil,” sahutku.

Di jembatan gantung yang hanya muat satu motor itu, aku menyaksikan warga mengangkut hasil bumi dengan motor, terutama coklat. Kalau ada motor melintas, orang harus menepi ke kabel-kabel baja. Suara jembatan beralas papan ketika dilindas ban motor sungguh menakutkan. Seandainya rubuh, kita akan jatuh ke Sungai Alas.

Sambil menunggu, aku mencoba mengambil posisi L-Site untuk menguji kekuatan tubuh. Sejak jalan, jarang berolahraga sehingga setiap kesempatan harus dimanfaatkan sebaik mungkin.


38a1eefd-4bf4-4939-91f8-890ffd7e6592.JPG
Tim Humas selfi dengan para dosen yang akan melaksanakan arung jeram menyusuri Sungai Alas di Aceh Tenggara.


Kami sempat jalan ke depan ketika dua perahu karet itu muncul. Di sebuah masjid, kami berhenti dan harus membawa mereka pulang kembali ke Guest House. Di situ, aku menyaksikan warga masih buat hajat di tengah sungai. Budaya primitif yang harusnya tidak dilakukan lagi.

Saat pulang di tengah magrib, ada cerita misteri. Bastin yang menyetir mobil melihat sosok nenek tua di jalan masuk menuju Guest House. Nenek tua berwajah menyeramkan itu hanya melihat rombongan kami yang sedang bercerita tentang serunya arung jeram.

Bastin kemudian menceritakan pengalaman itu kepada orang lain. Ternyata, Daren, anak dosen FEB Unimal yang baru kelas 4 SD, juga melihat hantu itu. Iiih…sereeeeem…..


Arung Jeram_02.jpg
Bergaya seolah akan bertarung dengan Ketua Program Magister Ilmu Manajemen (PMIM) Fakultas ekonomi dan Bisnis Universitas Malikussaleh, Dr Marbawi.


Malamnya, kami menulis cerita dan mengedit foto. Masalahnya, jaringan internet lelet dan arus listrik tidak stabil di sini. Aku tidak bisa mengisi daya baterai handphone yang sejak siang tadi kosong. Makanya, beberapa objek indah yang kami temukan sepanjang hari ini, gagal aku abadikan dengan kamera. Syukurnya ada tim yang membawa kamera SLR.

Kami tetap menulis berita dan mengedit foto meski tidak bisa langsung dikirimkan. Kupikir lebih bagus mengisi waktu untuk menyimpan laporannya dan akan diposting ketika ada jaringan internet nanti.[]

DSC_9139.JPG
Bosan menunggu dua perahu tim arung jeram Unimal yang belum juga muncul, saya menguji kekuatan tubuh dan kekuatan jembatan gantung di Desa Leuser Kecamatan Ketambe, Aceh Tenggara.


Arung Jeram_04.jpg
Sebuah perahu karet tim arung jeram Unimal akhirnya terlihat juga menyusuri Sungai Alas, Aceh Tenggara.



Pulang Arung Jeram.jpg
Saat magrib, tim arung jeram pulang ke Guest House dengan mobil double cabin. Mereka kelelahan dan basah, tetapi bahagia.

Sort:  
 3 years ago 

Postingan ini telah dihargai oleh akun kurasi @steemcurator08 dengan dukungan dari Proyek Kurasi Komunitas Steem.

Selalu ikuti @steemitblog untuk mendapatkan info terbaru.

Salam @ernaerningsih.

Coin Marketplace

STEEM 0.29
TRX 0.12
JST 0.033
BTC 62934.09
ETH 3118.65
USDT 1.00
SBD 3.85