KAUTSAR DAN KISAH KEMATIANNYA DI UJUNG BEDIL SS 1.
Kautsar terbilang pemuda yang ramah, sederhana dan berperawakan humoris. Saya tidak mengenal langsung dengannya, cerita tentang Kautsar belakangan saya dengar dari orang kampung sebelah saat saya tumbuh dewasa.
Saya tinggal bersebelahan dengan kampung Kautsar. Ketidaktauan saya waktu itu karena usia saya masih sangat kecil, 13 (thn), usia untuk anak anak yang masih duduk dikelas enam SD.
Menurut keterangan, Kautsar waktu itu masih kelas I SMA.
Lelaki asal Desa U Gadeung, Kecamatan Keumala, Pidie, Aceh ini banyak digandrungi teman temannya disekolah karena kecerdasannya, selain itu Kautsar berperawakan humoris, berbadan tinggi dan berkulit putih, kata Aniati.
Namun demikian, pada Kamis, 2 September 2001, takdir berkata lain, Kautsar dijemput maut usai timah besi menusuk tubuhnya.
16 tahun yang lalu, Kautsar meninggal di ujung bedil jenis SS 1.
Sebagaimana diketahui. Pada awal tahun 2000-an, eskalasi konflik bersenjata antara Gerakan Aceh Merdeka dengan Tentara Republik Indonesia meningkat tajam di Aceh, beragam peristiwa berdarah terjadi seperti kontak tembak, penembakan, penculikan, pembakaran dan lainnya.
Untuk meredam gejolak politik ini, pemerintah kemudian mengirimkan tentaranya ke Aceh. Selama di Aceh, tentara sering melakukan konsolidasi kekuatan dengan mengirimkan pasukannya ke daerah daerah pedalaman Aceh, tujuanya adalah untuk membendung pengaruh pemberontak yang sedang mulai tumbuh melalui rolling kekuatan tersebut.
Suatu hari, tentara yang sedang bergerak dengan iring iringan truk dari arah Tangse, tiba tiba diberondong pasukan GAM ditengah jalan, persisnya di Gunung Cot Goh, Tangse.
Gerilyawan GAM yang sedang bersembunyi di hutan, sehari sebelumnya telah memasang ranjau dibagian jalan dengan ditutupi kotoran lembu. Ketika tentara melintasi ranjau tersebut, pasukan pemberontak melakukan peledaakan, akibatnya puluhan tentara mengalami luka berat akibat terkenak serpihan bom tersebut. Tentara yang sedang panik akhirnya melepaskan tembakan ke arah pemberontak, sasarannya adalah melumpuhkan gerilyawan yang sedang meyerang tentara secara tiba tiba.
Kontak senjata berlangsung selama satu jam lebih
Tentara yang mendapatkan serangan secara tiba tiba ini kemudian mengamuk, setelah kontak senjata selesai, mereka kemudian terus turun kebawah untuk menyisir daerah sepanjang jalan provinsi tersebut, setiba di Gunung Glee Meulinteung, Keumala, letusan senjata kembali terjadi, kali ini bukan karena kontak tembak tapi hanya amukan tentara karena diserang pasukan pemberontak tadi.
Genung Glee Meulinteung dikenal sebagai gunung yang cukup mematikan dalam sejarah perang kolonial Belanda di Aceh, pihak musuh biasanya sulit memberikan perlawanan jika sewaktu waktu disini terjadi serangan mendadak dari pihak lawan, karena itu gunung ini pernah dipilih sebagai benteng pertahanan bagi Sultan Muhammad Daood Syah dalam melawan Belanda di Aceh.
Di gunung ini, beberapa kali tentara pernah diserang pasukan GAM ketika melakukan patroli. Namun demikian tidak pernah jatuh korban. Konon ceritanya, digunung ini telah dimakamkan seorang ulama besar asal Turki yang kuburannya bisa dilihat sampai dengan hari ini. Makam tersebut sekarang sudah ditutupi dengan beberapa helai kain putih, diatasnya ada beberapa bendera berkainkan warna putih, pertanda makam ini sebagai makam keramat.
Menurut cerita masyarakat, ulama tersebut tidak mengijinkan kalau Glee Melinteung dijadikan lokasi peperangan. Masalahnya adalah, tidak jauh dari lokasi ini terdapat pemukiman warga, yaitu Keumala Dalam, tempat Sultan Muhammad Daood Syah memerintah Aceh tempo dulu. Dari arah utara, Glee Meulinteung berbatasan langsung dengan Desa U Gadeung.
Tentara yang melakukan penyisiran tadi, setibanya disini melepaskan tembakan ke langit, masyarakat U Gadeng kemudian menjadi gota gatir, mereka panik dan takut. Sebagian mereka kemudian memilih pulang kerumahnya masing masing untuk menyelamatkan diri. Mendengar isu tentara masuk menyisir ke desa desa, mereka akhirnya memilih lari dan meninggalkan rumahnya, sebagian masyarakat menyebrang sungai lari ke arah Glee Barat. Ketika Kautsar menyebrang sungai tersebut, tiba tiba ia ditembak tentara yang sedang melakukan penyisiran diatas, teryata, sebagian tentara sudah duluan turun kebawah sebelum kemudian senjata meletus disana, Kautsar kemudian jatuh diatas tumpukan pasir saat peluru menghantam tubuhnya.
Usai rubuh, tentara kemudian mendekat, setiba disana ia kemudian ditembak dengan senjata sampai kemudian wajahnya hancur.
Tragedi ini meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat. Uniknya dalam keadaan duka, beberapa hari kemudian, ada seekor burung yang tidak diketahui asal usulnya terbang melingkari rumahnya sampai kemudian timbul penasaran keluarga untuk melihat kembali apa yang sebenarnya terjadi dilokasi penembakan tersebut, sesampai disana teryata ditemukan beberapa barang berharga yang sudah dikubur almarhum sebelum ajal menjemputnya.
Memang bukan rahasia umum lagi, mereka yang lari saat terjadi peyisiran dianggap sebagai lawan oleh tentara, disini tentara kadang kadang dihadapkan dengan dilema dalam menjalankan tugasnya sebagai prajurit.
Warga yang kemudian mendengar letusan senjata semakin dekat, akhirnya lari kocar kacir untuk menyelamatkan diri ke arah Glee Barat, seperti misalnya warga Desa Kumbang dan Sagoe. Saya yang waktu itu masih kecil langsung ditarik tangan oleh Abu bersama Abang untuk dibawa lari bersamanya. Saya masih merekam kejadian ini dengan baik, "Beuk ta meu ayeum le, tentra ka trok U Gadeung" (Jangan lama-lama, tentara sudah tiba di U Gadeung) . Kata Abu ke Ibu saya. "Beubagah bacut". (Secepatnya) Katanyan lagi. Ibu saya yang pada waktu itu dengan badan gementar memasukkan beberapa pasang kain sarung ke dalam balum nifo ( semacam tas kecil) sebagai selimut untuk bermalam disana, saya melihat Ibu saya memasukkan beras sebagai bekal makanan jika suatu waktu kami tidak bisa turun ke desa karena keadaan mencekam.
Ketika meyebarang sungai, saya melihat ratusan orang lari pontang panting untuk menyelamatkan diri karena keadaannya betul betul genting. Mereka yang menyelamatkan diri ini pada umumnya laki laki dengan membawa anaknya masing masing.
Kami akhirnya mengungsi sementara di Glee Barat, sambil menunggu informasi keadaan kampung halaman, disana kami menunggu kabar kapan segera bisa pulang ke desanya masing masing*.