CARA MELUPAKAN HURUF JAWI ?
Bahasa Jawi tidak sebatas komunikasi tapi bagian dari pembinaan karakter. Sebagai contoh misalnya Cut Nyak Dien dalam pengasingannya di Seumudang menggunakan huruf tersebut dalam tiap-tiap pengajarannya. (Dr. Saiful Usman, M. Si)
Sejak pertama Islam masuk ke Aceh pada abad ke 9 M, tulisan Arab Melayu atau dalam bahasa Aceh dikenal dengan huruf Arab-Jawou/ Jawi merupakan salah satu bentuk tulisan yang sering digunakan dalam segala lini kehidupan masyarakat di Aceh baik dari segi surat-meyurat, membuat perjanjian-perjanjian maupun dalam bentuk-bentuk usaha dagang lainya. Penggunaan huruf Arab-Jawoe ini berlangsung sampai dengan berabad-abad lamanya, mulai dari dinasti kerajaan Lamuri, Peurelak, Pasee, Pedir hingga Kerajaan Aceh Darussalam.
Surat-surat resmi yang dikeluarkan kerajaan tersebut bertuliskan huruf Arab-Jawou sebagai pertanda bahwa di Nusantara ini telah berdiri sebuah kerajaan Islam tua.
Selain bukti surat menyurat tersebut, tulisan-tulisan lainya dalam bentuk huruf Arab-Jawoe semisalnya bisa kita lihat dari berbagai macam temuan-temuan batu nisan di Aceh belakangan ini. Batu-batu nisan ini diperkirakan telah berumur sejak ratusan tahun yang lalu dan bahkan usianya sudah berabad-abad tahun lamanya sebagaimana terlihat pada jenis batu nisan yang ditemukan di Kampung Pande dan Lamreh, Aceh Besar.
Selain batu nisan, bentuk-bentuk tulisan huruf Arab-Jawou lainya di Aceh dapat kita temukan dari berbagai macam jenis kitab-kitab besar yang dituliskan para ulama Aceh tempo itu untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan baik untuk ilmu politik, ilmu kedoktoran, ilmu agama, ilmu bumi dan bintang, ilmu sejarah, ilmu hukum, ilmu filsafat, ilmu kesusasteraan dan ilmu sosial budaya.
Dari masing-masing kitab-kitab yang dihasilkan dari hasil tulisan tersebut semisalnya adalah Kitab Bustanus Salatin, Tajus Salatin, Jammual Jawawi, Shiratal Mustaqim, dan masih banyak kitab-kitab lainya yang bernuansakan huruf Arab-Jawou. Selain kitab, peraturan dan perundang-undangan pemerintahanpun bernafaskan huruf Jawoe sebagaimana terlihat dalam kitab-kitab perukunan Kerajaan.
Disamping kitab sebagai sumber pengetahuan, tulisan huruf Arab-Jawou mempunyai peranan penting dalam penulisan hikayat-hikayat di Aceh. Hikayat dinyakini rakyat Aceh sebagai salah satu media yang dapat memantik semangat dalam melawan kafir atau kolonialisme Barat kontemporer.
Hikayat-hikayat yang cukup terkenal di Aceh semisalnya adalah Hikayat Perang Sabie, Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Hasan Dan Husain, Hikayat Malem Dewa, Hikayat Perang Kompeni dan masih banyak hikayat-hikayat lainya yang dapat memantik semangat jihat orang Aceh.
Pun demikian, kedudukan bahasa Arab-Jawou tidak serta merta hilang ketika Aceh berada dibawah kolonialisme Belanda. Meskipun Belanda sempat menghabiskan waktu dan biayanya yang cukup besar dalam berperang melawan Aceh sejak ultimatum pertama pada 1873. Untuk mematahkan semangat juang Aceh yang dikenal gigih dan gagah ini, Belanda cukup memainkan peran ganda dalam dunia kependidikan Barat di Aceh lewat “Volkschool” (Sekolah Rakyat) dan “Governement Inlandcheschool” (Sekolah Pemerintahan) bikinan Belanda untuk “mengkafirkan” anak-anak Aceh.
Melalui pengembangan sekolah tersebut Belanda menetapkan kurikulum-kurikulum sekolah yang dapat menjamin keberlangsungan pendidikan Arab-Jawou sebagai dasar dari pengembangan agama Islam di Aceh dari dulu ke dulu.
Untuk itu setiap anak-anak yang diajarkan disekolah-sekolah Belanda setelah selesai pendidikan diwajibkan untuk menguasai dua huruf besar yaitu huruf Latin dan huruf Arab-Jawou.
Dengan demikian, taktik politik pendidikan Barat yang dijalankan Belanda lambat laun dapat diterima oleh masyarakat Aceh.
Lalu, pertayaannya bangaimana kedudukan huruf Arab-Jawou setelah Indonesia merdeka lebih-lebih setelah Aceh memberlakukan Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) melalui No. 11 tahun 2006 ? dimana Aceh memiliki hak otonomi lebih luas dalam mengurus rumah tangga sendiri termasuk dalam hal pengembangan pendidikan dan kebudayaan maupun hal-hal yang bersifat politik? Pertayaannya lagi, apakah ada salah satu nama Intansi baik swasta maupun negeri ataupun nama jalan, nama toko di Aceh yang menggunakan label huruf Arab-Melayu-Jawoe sebagaimana terlihat di negara jiran Malaysia? Negeri Cina masih tetap menggunakan huruf kanji meskipun pernah dijajah oleh Inggris berabab-abab lamanya dan dunia barat kontemporer lainya. Lalu bagaimana dengan Thailand, Korea, Jepang, Kamboja, Arab dan lain-lain, Apakah mereka pernah menghilangkan bahasa sendiri meskipun sempat berurusan dengan kolonialisme Barat ?