Kronologis Pembunuhan Bos Mafia Italia di Sisilia
Sahabat Stemian, tulisan ini hanya mengulang kronologis pembuuhan Bos Mafia Italia. Saat itu Senin (22/5/2017) sore adalah waktu yang tepat bagi Giuseppe Dainotti (67) untuk bersepeda keliling Kota Sisilia, Palermo, Italia bagian Selatan. Malang tak dapat dielak, dua orang tak dikenal tiba-tiba mendekatinya dan menembakkan sebutir peluru ke kepala Dainotti. Cukup sekali letusan dari jarak dekat, nyawa sang bos besar mafia itu melayang—sementara dua pembunuhnya kabur dan sampai sekarang masih dicari-cari oleh pihak kepolisian Palermo.
Tiga tahun adalah waktu yang singkat bagi Dainotti untuk menjalani kehidupan normal usai keluar dari penjara. Selama 25 tahun dedengkot Keluarga Porta Nuova itu berada di balik sel tahanan akibat aksi kriminal tingkat tinggi, yakni pembunuhan dan perampokan uang senilai satu miliar lira di lembaga usaha gadai di Palermo, Monte dei Pegni, pada 1991.
Kematian Dainotti membuka kembali wacana sepitar praktik pembunuhan atas motif balas dendam yang kerap dilakukan anggota Mafia di Negeri Pizza. Kepala Jaksa Penuntut Umum Palermo, Lo Voi, berkata pada kantor berita Ansa bahwa aksi penghabisan nyawa Dainotti dinilai bersifat “simbolis”. Serupa dengan pembunuhan anggota mafia lain yang membocorkan rahasia-rahasia internal organisasi kepada aparat berwenang usai dirinya ditangkap.
Italia sebenarnya sedang bersiap untuk memperingati 25 tahun pembunuhan Giovanni Falcone dan Paolo Borsellino pada Rabu (24/5/2017). Falcone dan Borsellino menghabiskan masa kecilnya di Sisilia dan tumbuh dengan sikap benci terhadap mafia dan segala praktik di dunia hitamnya. Keduanya sama-sama belajar ilmu hukum dan saat dewasa akhirnya berhasil meniti karier sebagai hakim anti-mafia yang rajin menjebloskan para begundal rakyat itu ke dalam sel tahanan.
Salah satu prestasi terbaik Falcone adalah sumbangsihnya dalam Maxi Trial, sebuah pengadilan pidana melawan mafia Sisilia di Palermo yang dimulai sejak 10 Februari 1986. Pengadilan tersebut diadakan di sebuah ruang bawah tanah gedung pengadilan di dalam dinding penjara Palermo yang dirancang khusus untuk mencapai tujuan utama Maxi Trial, yakni mengadili para kepala organisasi mafia di Sisilia.
Mahkamah Agung sangat mendukung Maxi Trial. Dua-tiga tahun pertama sejak program tersebut berjalan, organisasi mafia kakap di Sisilia ketar-ketir. Manuver Falcone dan kawan-kawan berhasil menjadi sebuah pukulan telak. Gerah dengan kondisi yang tak menguntungkan bisnis kotor itu, pentolan sejumlah organisasi akhirnya menyusun rencana pembunuhan bagi Falcone, demikian kisah John Follain dalam bukunya Vendetta: The Mafia, Judge Falcone and the Quest for Justice.
Sosok yang ditugasi untuk melaksanakan tugas ini adalah Giovanni Brusca. Perintah datang langsung dari Salvatore “Salvo” Riina, bos mafia Sisilia (Cosa Nostra) dari faksi Corleonesi. Riina ingin pembunuhan Falcone dilakukan di Sisilia sebagai ajang pamer kekuatan bahwa mafia masih punya gigi di kota tersebut.
Riina menginstruksikan agar Brusca menyerang Falcone di Jalan Raya A29 yang biasa dilalui Falcone selama kunjungan rutin mingguan. Setengah ton bahan peledak ditempatkan di sebuah gorong-gorong di bawah jalan tol antara Bandara Internasional Palermo dan Kota Palermo dekat kota Capaci. Rekan Brusca sempat melakukan simulasi agar rencana berjalan mulus. Bom harus dipastikan cukup kuat agar bisa meledakkan jalan tol secara total saat mobil Falcone lewat.
Brusca memencet detonator bom melalui remote control dari sebuah bangunan kecil di atas bukit yang tak jauh dari tempat ia dan rekan-rekannya menanam bom. Hari itu, tertanggal 23 Mei 1992, penduduk kota Capaci dikejutkan dengan sebuah ledakan besar (yang saking besarnya hingga tercatat di mesin pencatat gempa) yang mencabut nyawa Falcone, istrinya Francesca Morvillo, serta tiga anggota kepolisian yang satu mobil dengan keduanya yakni Rocco Dicillo, Antonio Montinaro, dan Vito Schifani.
Riina dikabarkan langsung menggelar pesta. Ia mengadu gelas sampanye dengan gerombolannya untuk merayakan kematian Falcone, demikian pernyataan Salvatore Cancemi, rekan Riina yang ditangkap polisi dalam tercatat dalam buku Excellent Cadavers karya Alexander Stille. Di sisi lain, warga Italia berduka. Pemakaman Falcone disiarkan melalui kanal televisi nasional sampai harus memotong jam tayang di kala prime time.
57 hari berselang, kabar buruk kembali datang: kawan sepermainan dan seperjuangan Falcone, Paolo Borsellino, tewas akibat bom yang diletakkan di mobilnya. Kejadian nahas pada Juli 1992 itu terjadi di Via D'Amelio dekat rumah ibunya di Palermo. Ledakan yang juga menyeret nyawa lima anggota kepolisian yang saat itu ditugaskan untuk menjaga Borsellino: Agostino Catalano, Walter Cosina, Emanuela Loi, Vincenzo Li Muli, dan Claudio Traina.
Sumber.
Terimkasih atas kunjungan anda
@kirfan