Orang Aceh Melek Film, Walau Tak Ada Bioskop

 

Karena terus digembor-gemborkan Aceh tak ada bioskop dan orang Aceh buta hiburan oleh berbagai media, saya sebagai orang Aceh ingin menampakkan pada orang-orang di sana kalau kami juga film Addict –Maniak Film-

Saya sudah menuliskan film yang pernah saya nonton dari sudut pandang saya. Ada film Hollywood, Bollywood, thaiwood dan film Indonesia –tapi porsi film Indonesia sedikit, tak tahu donloadnya dimana-. Saya menonton intens sejak 2005 dan bahkan sejak IMDB (internet movie database) ditemukan, saya menonton film-film jaman dahulu kala sebelum saya lahir, karena film itu nangkring di nomor teratas IMDB.

Karena orang Aceh, saya menghindari membuat review/resensi/ulasan film yang banyak adegan tak senonohnya. Menjunjung tinggi syariat Islam jadi saya cuma menuliskan film yang tak ada cewek toplessnya. Jadi film yang saya tulis relatif aman untuk pemirsa di rumah dan penonton di studio.

Tidak seperti resensi biasa, saya menulis tentang film-film ini semau saya. Tidak berdasarkan rumus atau pakem untuk sebuah resensi film tidak ada lima we satu ha-nya. Mohon maaf bila salah-salah kata dan kalimat dan paragraf.

Saya berterimakasih pada Arvit Faruki yang memperkenalkan saya pada IMDB dan IDM (internet download manager) –juga abang ini membuat saya terkenal sebagai kolektor film, padahal saya mau dikenal sebagai pria yang saleh- kepada Zoel Beta Al-Tangseyi yang memperkenalkan Torrent. Pada Netizen yang membuat saya mau menulis tentang film. Aceh documentary Film, Grup Facebook Bursa Film Bluray yang merupakan tempat berkumpul para penonton film di Aceh.

Demikian mudahnya mendownload. Selama internet sudah ada, dan kadang untuk akses kita mengeluarkan tak sampai 10.000 di warung kopi, kita bisa menikmati wifi sepuas hati. Tidak untuk saya nikmati sendiri juga. Kadang saya panggil kawan untuk berbagi dan mereka bawa hardisk buat transfer film ke perangkat mereka.

Film itu adalah tempat kita belajar, belajar bahasa Inggris –pengucapan yang baik gimana- lalu yang penikmat film yang suka bikin film bisa belajar cinematography, editing dan lain-lain dari film internasional.

Setelah kita menonton film bagus, mama yang menonton sinetron pertiap malam akan kita dianya pusing melihat tontonan nyokap, cerita biasa-biasa saja dan begitu-begitu saja di layar kaca akan membuat kita jengkel menontonnya.

Lalu kaidah penonton film hebat, para penonton Aceh minimal mengeset rating minimal film untuk dinonton, aku kadang-kadang rating 5 keatas baru aku nonton. Kadang juga kalau suntuk nonton juga sih yang dibawahnya.

Tidak hanya film mainstream, kami juga merambah ke Foreign movie, ada film Prancis, Korea, Thailand dan beberapa film malaysia, satu film Brazil (the city of God) dan dua film Singapure (I am not Stupid dwilogi).

Film drama yang bagus kita applause kepada India dan korea. Film yang spesial Effect terkeren ada di Hollywood, untuk film cerita sederhana dan menggugah ada di film Thailand dan film dengan seni tinggi ya kita harus belajar ke Jepang.

Beberapa film Indonesia juga sudah belajar banyak dari segi action, kalau drama kita masih ya... walaupun Laskar Pelangi dan kawan-kawan berhasil mengurai air mata penontonnya, film Turki juga sudah mulai berhasil merebut pasar, walaupun kita masih tidak familiar dengan bahasanya, semua film menghadirkan sebuah budaya, jadi untuk membuka wawasan tentang dunia, kita bisa melihat di film. Habis!

---

Posted from my blog with SteemPress : https://riodejaksiuroe.knpipidie.or.id/orang-aceh-melek-film-walau-tak-ada-bioskop/

---