Film Menurut Ketua ADC Ayi Meugit

in #film7 years ago

Hai stemians seluruh dunia pecinta film, ada cerita menarik saya sajikan, walaupun hanya sebuah kutipan saja tentang FILM.

Film dalam tayangan sekarang layar kaca atau TV yaitu yang menjadi tontonan masyatakat untuk semua usia. Banyak kategori dari anak kecil yang suka film karton misalnya Doraemon dan sebagainya.
Screenshot_2017-09-03-15-52-04_1_1.jpg
Saya tertarik pada tulisan "Film" yang dinukilkan oleh ketua Aceh Documenter Competition (ADC) di status facebook Ayi Meugit, berikut ini:

" Wate nyawoeng gata ka bak ujoeng o'k, akan gata reumpek kalon mandum film gata seulama udep teuh lam donya...(Saat ajalmu tiba, kamu akan melihat (review) semua film kehidupanmu selama di dunia)"

Begitulah ungkapan yang sering terdengar saat-saat ngaji di pesantren kampung halman dulu waktu masih MA . Saat mengikuti pengajian tashawuf dalam surah-surah kehidupan dan kematian. Ungkapan itu kadang-kadang skrang masih di bicarakan juga oleh orang2 tua dan Tgk2.
Ntah dari mana kata "film" itu terseret dlm ungkapan tersebut, yang jelas kata film datangnya dari barat (eropa) mungkin melalui kolonialisme belanda, karena mereka sempat mendirikan beberapa bioskop di beberapa kab/kota di Aceh.

Apakah ungkapan itu baru muncul setelah Belanda memasukan film ke Aceh?, besar kemungkinan demikian, karena bioskop baru muncul masa belanda dan film-film yang putar lebih banyak film tentang kehidupan sehari-hari orang-orang eropa, alias film dokumenter.
Bahkan awal-awal kemerdekaan melalui menteri penerangan th 50-an pemerintah menyediakan mobil bioskop dan film yang di putar di kampung-kampung adalah film-film dokumenter.
Film-film yang di tonton oleh masyarakat Aceh saat itu erat sekali dengan kehidupannya sehari hari.
Film bukan hanya sebatas alat untuk menghibur, seni dan informasi tertentu. Film telah membawa penontonnya untuk memasuki ruang penghayatan atas pemaknaan pengalaman kehidupan sehari-hari.
Film dalam situasi dan kondisi tertentu berubah bukan hanya sebagai alat semata tetapi menjadi ruang si penonton sendiri yang mampu mnyeretnya ke dalam kisah yang di tontonnya.
Mungkin klau dalam hirarkhi ilmu pengetahuan moderen dia bisa menjadi gambaran sebagian alam raya yang harus di lihat dari segala sudut pandang ilmu, Agama, Seni, Filsafat dan ilmu pasti.
Sampai kapanpun film tak akan mampu memisahkan dirinya dari penonton, dimana penonton sendiri hadir dari rumah-rumah yang berbeda dan film itu milik dari penonton yang berbeda itu.

Walaupun sineas sendiri dalam melahirkan karya bukan untuk penonton yang berbeda itu nyakni untuk sebatas kehadiraan (eksistensi) dalam sebuah festival atau untuk mengakomodir isu-isu tertentu, akan tetapi film tetap akan ditemani oleh orang-orang yang berbeda itu.

Penghayatan masyarakat Aceh yang berlatar belakang pemikiran, adat, budaya dan Islam, telah menjadikan film itu sebagai cermin untuk melihat sebuah keputusan takdir baik dan buruk, namun hanya manusia itu sendiri yang mengetahui bagaimana jalan akhir dari takdirnya.
Akan tetapi tugas yang hidup harus menjalankan hidupnya menurut alam syariah/logika.

Alangkah baiknnya dalam konteks sekarang, film itu sempat kita tonton sebelum ajal tiba, supaya penyesalan itu berarti, Artinya bagaimana Indonesia (manusianya) menjalankan peran hidupnya dengan berbagai macam persoalan yang melatar belakanginya dan untuk apa peran itu harus dilakukan, bagaimana dengan konsep dan gagasan hidup bersama dalam dunia ini sebagai khalifah di muka bumi (menjalan nilai-nilai yang telah disepakati di tanah Indonesia) untuk menuju kepadanya kelak.

Seperti hal tersebut menurut pemikiran beliau tentang "Film" dalam versinya. Banyak juga yang berpendapat lainnya yaitu atas filosofi mereka.

Terima kasih sudah membaca blog ini, dan jangan lupa FOLLOW, RESTEEM & UpVote.
@zufrizal

Sort:  

hai...bek neu koment mantoeng...
peugot film chit hai...

Coin Marketplace

STEEM 0.18
TRX 0.16
JST 0.030
BTC 78880.92
ETH 3188.85
USDT 1.00
SBD 2.68