[Cerita Mini]: Sibak Rukok Teuk - Sebatang Rokok Lagi

in #fictions7 years ago

image

Ia merogoh saku celananya, mengambil korek api. Lalu kepada seorang pria paruh baya yang berdiri di sampingnya, yang sama sekali tak dikenalnya. Yang dari tadi berdiri mematung kecuali; jempol, telunjuk dan jari tengahnya bergerak ritmis memutar sebatang rokok kretek yang belum disulut bara. Ia berprasangka, pria paruh baya itu tak punya korek untuk membakar rokoknya. Apa salahnya, ia meminjami korek api padanya. Hitung-hitung bolehlah ia berharap si pria paruh baya akan memberikannya sebatang rokok sebagai ucapan terima kasih.

"Ini Pak, koreknya."

"Oh ya. Terima kasih. Tapi tak apa, saya punya kok."

"Ooo."

Si pemilik korek api terperangah. Melongo. Bingung. Harapannya untuk menghisap rokok kretek, yang dari warna putingnya ia tahu itu rokok mahal dan terkenal, pupus. Ia mendelik ke wajah si pria paruh baya yang tampak makin asyik memainkan tiga jemari kanannya, memutar-mutar rokok kreteknya. Wajah pria paruh baya yang tak dikenalnya itu tampak menjengkelkan sekali baginya. Punya rokok. Punya korek api juga. Tapi tak dibakarnya itu rokok.

"Bapak ini mau mengolok-olok aku kayaknya. Bangsat!" Umpat si pemilik korek api dalam hati.

Sembari memendam kesal bercampur dongkol ia simpan kembali korek apinya ke saku celana. Dalam waktu bersamaan, ia lihat si bapak bangsat itu merogoh saku celananya. Pasti ia hendak mengambil korek apinya sendiri, pikir si pemilik korek api. Ia beranjak. Tak ingin ia berlama-lama dalam kekesalannya demi melihat si pria paruh baya menyulut rokok kretek mahal itu.

Bisa ia bayangkan bunyi trap-triep bunyi tembakau-tembakau pilihan pada saat disengat api dari ujung koreknya pada sulutan pertama. Kepul asapnya yang langsung memenuhi rongga mulutnya, gurih, sementara asap sisa naik ke lubang hidungnya, wangi. Ah. Apa yang dibayangkannya benar-benar menyiksanya, dan dengan setengah terburu-buru ia bergegas dari tempatnya semula. Meninggalkan si pria paruh baya yang kini sibuk memantik-mantik korek apinya.

Ia menggerutu. Tepatnya mengutuk dirinya sendiri, kenapa punya tabiat suka nadah rokok orang lain. Tak pernah beli rokok sendiri. Selalu mengandalkan punya korek api di saku celana, meminjaminya pada perokok yang kebetulan tak punya korek api sendiri. Lalu berharap terima kasih dengan tawaran sebatang rokok pula.

"Tabiat ini. Kebiasaan ini, sungguh telah beberapa kali mencelakakanku di depan orang. Hari ini lagi. Bangsat. Tapi Bapak itu juga bangsat. Tak mengerti cara basa-basi. Baik-baik kutawarkan korek, bukannya balik nawarin rokok kek."

Si pemilik korek api terus mengumpat dalam hati sembari terus berjalan. Tapi pada langkahnya yang ke sekian, ia mendengar ada suara yang memanggilnya dari belakang. Ia berhenti lalu menoleh. Ia lihat si pria paruh baya tadi mengikutinya setengah berlari. Ia berhenti. Menunggu si pria paruh baya itu yang beberapa detik tadi meneriakinya, "Hei. Dik. Tunggu!"

"Dik, boleh pinjam korek apinya tadi? Korek saya macet. Batu apinya sudah tak ada rupanya. Mana tak ada satu pun kios yang buka lagi. Pinjam ya," cerocos si pria paruh baya padanya saat sudah berhadapan dengannya.

Kedongkolan si pemilik korek api sirna seketika. Dengan penuh semangat dan sambil tersenyum sumringah ia kocek saku celananya lagi mengambil koreknya tadi. Penuh takzim ia sodorkan koreknya ke si pria paruh baya yang sudah tak lagi bangsat kini. Ia tunggu pria itu menyulut rokoknya sambil membayangkan, pasti ia akan mengepulkan asap rokok dalam bentuk lingkaran. Ia berkeyakinan sebentar lagi pria paruh baya akan memberikannya sebatang rokok lainnya sebagai ucapan terima kasih padanya.

"Ini Dik. Sudah. Terima kasih banyak ya." Si pria paruh baya mengembalikan korek api ke si pemiliknya sambil menyesap dalam-dalam asap kreteknya hingga sampai ke rongga dadanya. Perlahan-lahan ia keluarkan asap itu melalui lubang hidungnya, untuk kemudian melayang-layang di udara, dan sebagian menyapu wajah si pemilik korek api.

"Tapi, Pak ..."

"Oh. Maaf Dik. Saya cuma punya sebatang ini saja rokoknya. Maaf dan terima kasih sekali lagi ya."

Si pria paruh baya seperti mengerti apa yang hendak dikatakan si pemilik korek api dan langsung memotongnya. Sembari balik badan, beranjak darinya untuk menikmati rokok di tempat ia berdiri semula. Si pemilik korek api diam di tempat. Melongo. Geram. Bingung. Linglung. Dan giliran dia kini yang tak bergerak serupa patung.

Gerimis turun. Angin menyemilir pelan, melengkapi hawa dingin tengah malam. Tak ada satu pun kios rokok yang masih buka. Sementara dalam kemelongoannya, si pemilik korek api merasakan sela-sela gusinya membanjir. Kini ia tersadar, kikir kepada diri sendiri ternyata kena cas berupa azab dunia.

Sort:  

Hahhaha.. Paliiiss teungku njan, terkaan saya paseuti masih ada sibak lagi. Cuma mau bikin si pemuda geram saja.. Aaaaaaah cok rasa!

Hahaha... ngon ureueng tuha piep rukok dimeu-ayang.

Makanya yang ikhlas kalau menaqarkan dan memberi, biar nggak asem kalau berharap tinggi... Nanti lebay seperti asap rokok yang segera menghilang. Hahaha

Sekarang ini, ikhlas itu selama ada reward, mbak. 😁

Tiap dengar slogan "sibak rukok teuk" langsung terbayang sesuatu yang merah-merah wkwkwk
Good story @bookrak.. 😉

Merah itu optimis, bung!

Hehe..

Ahh, semoga aja begitu bg.. Hihihi

Aku curiga bg @samymubarraq ini pecandu gudang garam 😂

Jangan buka kartuku bg ... 😂

Ha ha ha ha, Sibak rukoek teuk Adoew..Kraak sekali @bookrak, Voted :D

Sebuah cerita yang sarat makna, yah begitulah kenyataannya selalu ada pamrih di setiap kebaikan. Meski tidak semuanya melakukan seperti itu.

Terima kasih, mbak @ririn. Lama tak nongol2. 😁

Iya lagi nemenin anak-anak yang sering berkegiatan di luar jadi belum bisa mobile dan buat tulisan,hehehe (alesan).

upvote my blogs i upvote your blogs

he he he . Bagus Cerita @bookrak Salam Sukses selalu

Terimakasih banyak, bang @ilyasismail. Sukses keu geutanyoe mandum. Insyaallah. 😁

Coin Marketplace

STEEM 0.17
TRX 0.13
JST 0.027
BTC 58450.19
ETH 2652.63
USDT 1.00
SBD 2.43