It's For Love (28)

in #fiction6 years ago

Afra mengambil sebuah textbook kedokteran dari rak di sebelah meja kerja Ayahnya. Dengan segera dia tenggelam ke dalam bacaan. Ayah bercita-cita jadi dokter. Kekurangan biaya menghapus mimpi itu. Tapi Ayahnya tidak menyerah.

Selalu ada jalan ke Roma, begitu selalu kata Ayah. Ayah bekerja sangat keras, hingga bisa mendapatkan banyak order dari bakat menulis dan menggambarnya. Karena itu setelah menikah, dengan segera Ayah membuka tabungan pendidikan untuknya. Anak yang lahir setelah ditunggu penuh cinta dan kegembiraan selama lima tahun.

Ketika Dokter Andri, sahabat Ayah di Komunitas Sepeda, mengambil spesialis bedah syaraf, Ibu Afra meninggal. Sebulan setelah ulang tahun ketiganya. Membawa calon adik, yang masih berumur 3 bulan dalam kandungan.

“Bagaimana?” Dengan berpura-pura tenang Afra menanti reaksi Ayahnya.

Ketika Ayahnya mengacungkan jempol, dia mengangguk perlahan dengan senyum resmi. Kalau tidak ingat ini sudah jam 23.00 dan Mama baru tidur jam 22.00, dia pasti akan jingkrak-jingkrak keliling ruangan. Malam itu petualangannya di textbook dunia kedokteran dimulai. Dia yang akan mewujudkan cita-cita Ayahnya.

“Ra, Ayah mau bicara… kita ngobrol di ruang keluarga saja, ya,” Ayah Afra berjalan ke ruang keluarga.
Kebiasaan Ayah, saat harus bicara hal penting padanya. Mengatakannya di ruang keluarga. Supaya pikiran Ayah lebih rasional, kata Ayah saat dia bertanya kenapa harus bicara di sana. Mereka berdua mencintai ruang kerja Ayahnya. Karena di sana Ibu hadir bersama mereka.

Afra duduk di sofa merah empuk di sebelah Ayahnya. Mama sangat pandai menata rumah. TV yang ditanam di dinding, diapit foto-foto hitam putih mereka sekeluarga. Karpet lembut berwarna merah darah diletakkan di bawah sofa. Warna favorit Mama. Cushion empuk warna warni, membuat ruang keluarga terasa ceria.
“Ada apa, Yah?” tanya Afra dengan hati berdebar-debar.

“Kamu tidak harus menjadi dokter, Ra…,” Ayah Afra terdiam. Dia tersenyum pada Afra. “Ambil jurusan yang kau minati… Jalani hidupmu penuh kegembiraan…. Pekerjaanmu akan jadi hidupmu… Yang Ayah inginkan, kamu bahagia. Bukan jadi dokter, kalau kamu engga suka kedokteran.”

Afra menghembuskan nafas lega. Senyum lebar menghias wajahnya. “Aku memang mau jadi dokter, Yah. Aku pengen nolong orang lain… waktu Ibu… aku engga bisa ngapa-ngapain.”

Ayah Afra kembali tersenyum sayang. Buah hatinya sungguh membuatnya bangga sebagai orangtua. Benar-benar menjadi penyejuk mata dan hati. Mendiang istrinya pasti akan selalu menyuruhnya tidak pernah berhenti bersyukur, kalau dia masih ada. “Usiamu saat itu baru tiga tahun, Ra.”

“Makanya,” Afra mengangguk penuh semangat, “Aku ingin bisa nolong orang… saat aku bisa, Yah.”

Ayah Afra menepis rasa sesal yang menggelayuti hatinya belakangan ini. Fabiayyi alaa irobbikuma tukadziban. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Salam

Cici SW

Terimakasih pada Kurator @mariska.lubis, @aiqabrago, dan @levycore, KSI Chapter Bandung, @jharyadi, @samymubarraq, dan pada semua pecinta novel di manapun berada

Sort:  

Wah ayah dan anak yang saling pengertian :) suka deh bagian ini hehe

Sama-sama keren ya @gethachan. Ayah dan Anak :)

Iya teh hehe

Jika buah hati dan orang tua, hubungan keluarga akan menjadi lebih hangat ya Teh @cicisw.

Luar biasa ehh....👍

Ya Teh @ettydiallova. Semoga kita bisa menjadi anak dan orangtua seperti mereka berdua ya Teh :)

Coin Marketplace

STEEM 0.29
TRX 0.12
JST 0.033
BTC 63318.34
ETH 3108.17
USDT 1.00
SBD 3.97