Wisata Telaga Ngebel | Baru Klinthing

Selamat sore sahabat Steemian.
Bagaimana keadaan di tempat kalian saat mendekati hari kemerdekaan? Ramaikah? Atau biasa-biasa saja?

Saat ini aku tidak bisa menikmati semaraknya hari kemerdekaan sebab sedang di rantauan. Tapi bukan berarti tidak ada hal yang tidak bisa diikuti, salah satunya mengikuti kontes yang diselenggarakan oleh Bang @owner99. Dengan tema Wisata Murah Meriah di Kotamu.

Yuhu, menulis memang salah satu cara untuk menyambungkan kemeriahan dan semangat meski jarak terbentang luas. Sahabat semua bisa mengikutinya juga di sini

---

Sesuai dengan tema di atas aku ingin mengenalkan satu tempat wisata yang sejuk, seperti puncak (meski belum pernah ke puncak 😊) tapi puncak identik dengan dingin bukan? Nah, wisata Telaga Ngebel juga terasa dingin-dingin sejuk. Sebab telaga itu berada di tengah-tengah pegunungan yang melingkar. Namanya gunung Wilis. Suhunya bisa mencapai 13° celcius. Serasa musim dingin di Taiwan.

Ini dia penampakannya. Hijau, sejuk, asri. Tempat ini cocok untuk melepas penat dengan pemandangannya yang menawan. Dulu saat aku masih SMP tempat ini belum ramai. Namun seiring bertambahnya tahun perubahan-perubahan mulai terlihat. Untuk menarik wisatawan daerah Ngebel sendiri maupun penduduk luar.

Enaknya masuk ke tempat ini tidak dipungut biaya. Bebas apalagi penduduk Ngebel dan sekitarnya. Kecuali ketika ada acara besar maka di dua portal tempat masuk akan dimintai tarif. Sekitar Rp. 10.000/orang. Inipun berlaku untuk luar Ngebel.
Uniknya untuk memastikan bahwa kamu penduduk asli Ngebel. Petugas penjaga portal akan bertanya siapa Kepala Desamu. Sebab anak muda sekarang tidak begitu peduli dengan hal begituan. Aku pun juga tidak tahu. 😂

---

Tempat wisata pasti tidak asing dengan adanya mitos. Sesuai judul di atas, Baru Klinthing, telaga ini pun mempunyai sejarahnya. Yaitu tentang seorang anak yang kelaparan dan meminta makan di tempat orang yang ada hajatannya. Tapi tidak ada yang memberinya. Akhirnya si anak membuat sayembara dengan menancapkan satu lidi di tanah dan menantang warga untuk mencabutnya. Tapi tidak ada yang bisa. Akhirnya si anak itu mencabutnya sendiri.

Maka keluarlah sumber air yang besar dari bekas lidi itu dan menenggelamkan desa beserta warganya. Ini adalah versi yang kudengar sejak kecil. Sedangkan ada versi lainnya dari kisah ini. Ingin tahu dipersilahkan datang ke lokasi, ya. Tak akan rugi loh.

Baru Klinthing inilah sebutan untuk anak itu, setelah tenggelam semua dia berubah wujud menjadi ular raksasa. Maka seperti foto di atas warga sekitar membangun patung ular.

---

Untuk sahabat yang suka mendaki dan berpetualang, tempat ini juga cocok loh. Pegunungannya asri, sejuk dan penuh pesona. Menantang jiwa petualang untuk menelusurinya. Ketika sudah di atas, bisa melihat telaga dengan sempurna. Bahkan di sebagian tempat di atas bukit warga membuat tempat-tempat beristirahat, berpiknik dan mengambil momen fajar atau senja dengan indahnya.

---

---

Ini adalah sebagian dari pemandangan Telaga Ngebel. Datang ke sini bisa kapan saja, akan tetap ramai dan menyenangkan. Sambil menikmati hidangan, mata menikmati hijaunya pemandangan, dan raga menikmati sejuknya udara. Perpaduan yang perlu dicoba, bukan?
Dengan keluarga, teman bahkan pasangan tercinta. Banyak remaja yang membawa pasangannya ke tempat ini, selain pemandangannya yang indah tempat ini ramah dengan kantong remaja. Free WI-FI, jadi banyak diminati. 😆

Meski cuma duduk ngobrol ditemani segelas minuman dan sepiring gorengan. Sudah menyenangkan diri loh, Sobat.

Jika sahabat berminat datang aku siap menjadi tour guidenya. Gratis, cuma biaya lainnya sahabat siapkan sendiri ya, 😆.
Alamat Telaga Ngebel ada di daerah Kabupaten Ponorogo, Kecamatan Ngebel, Desa Gondowido, Jawa Timur.

Inga ... inga ting! 😊

---

Sudah ya sahabat perkenalan kilatnya, ditunggu kedatangannya.
Salam manis dan merdeka dariku @ucizahra (ksi-tw)

Teman eSteemians lainnya sudah ikutan kontes ini belum, jika belum buruan sebab sebentar lagi DL loh.

Sampai jumpa, Merdeka!!!

(NB: sumber foto dari teman di rumah, Heri dan Iyon)