Ke Gunung Atau Fokus Di Steemit.
Ini bukan soal separatis. Naik gunung untuk melakukan sebuah pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah. Buka itu yang saya maksud ke gunung. Bukan pula hanya untuk sebuah hobi, yang lazim dilakukan oleh para pecandu adventure. Atau penjelajah yang hobinya mendaki gunung-gunung untuk sebuah kesenangan.
Ke gunung dengan berbagai alasan memang memberi sebuah kesenangan tersendiri. Bagi para mantan kombatan dahulu pada masa konflik berkecamuk di negri ini, begitu menikmati keberdaannya di pegunungan, para traveler yang menjajal pegunungan pun berdecak kagum pada setiap lekuknya, pada setiap yang tumbuh padanya, pada setiap kicauan burung yang bahkan tidak pernah di dengarnya di tempat selain gunung, pada setiap aliran jernihnya air yang menghuni alur-alur nya, pada kesejukannya, pada kesegaran hawanya. Pada semua yang ada di gunung patut kita berdecak kagum sembari lisan bertasbih atas kebesaran-Nya yang tertuang pada setiap ciptan-Nya.
Ke gunung untuk sebuah hajat hidup pun sangat menjanjikan, karena tanah pegunungan dikenal dengan kesuburannya, bukan hanya tanaman mariyuana yang tumbuh subur di tanah pegunungan. Hampir semua jenis tanaman cocok ditanam dilahan pegunungan. Untuk inilah maksud saya "ke gunung". Bentangan gunung yang begitu luas dapat dimanfaatkan untuk memenuhi hajat hidup, untuk sekedar hajat hidup cukup 5 ha lahan digarap, akan membuahkan hasil yang memuaskan.
Katakan saja bila 5 ha lahan ditanami kopi. Hajat hidup apa yang tidak bisa dipenuhi? Saya kira semua hajat hidup dapat dipenuhi. Tapi yang perlu diingat bukan untuk keperluan gaya hidup. Karena bila untuk gaya hidup 100 ha pun belum tentu tercukupi. Atau jangan menanam kopi, yang masa panennya tergolong lama. Artinya perlu menunggu 3 s/d 4 tahun baru memasuki masa panen. Katakanlah yang dapat memetik hasil dalam jangka waktu beberapa bulan. Cukup menanan tanaman palawija. Dalam hitungan 2 s/d 3 bulan sudah mendapatkan hasil.
Atau yang lebih menjanjikan untuk saat ini, bisa menanam tanama yang cepat panen, dan dapat dipanen secara berjangka. Seperti tanaman nilam yqng harganya sudah sangat menjanjikan, atau bisa pula menanam serai wangi. Sekali tanam dapat memetik hasil berjangka dan tahan lama. Itu semua berpulang pada kita masing-masing. Apa mau tetap bertahan di steemit atau harus naik gunung. Eloknya dua-duanya dapat bersinergi.
Memang sih, di steemit butuh proses. Seperti saya yang masih dalam proses. Belum begitu merasakan hasil dari steemit. Tapi saya enjoy, karena media ini saya manfaatkan untuk menempa diri, membiasakan kembali apa yang sudah saya gudangkan sejak ijazah sarjana saya peroleh, yaitu menulis. Ya, steemit saya gunakan untuk itu. Tapi bukan berarti saya tidak mengharapkan reward yang juga menjanjikan. Itu akan datang bila saya lebih fokus di steemit.
Steemit sebagai bagian dari sistem blockchain, sebenarnya juga dapat dijadikan solusi terhadap sengkarut nya ekonomi, baik itu ekonomi perorangan, maupun carut marutnya ekonomi negara. Saya tidak detail dan juga tidak berkompeten berbicara masalah ini. Tapi coba saja baca apa yang ditulis oleh Mbak Mariska Lubis beberapa jam yang lalu. Di sana detail bagaimana sistem blockchain dapat menjadi solusi mengatasi masalah ekonomi.
Atau bagaimana Bang Risman Rachman memberikan sinyal. Bahwa sistem Blockchain dapat menjadi solusi memajukan Aceh. Seluruh stakeholder menerapkan sistem blockchain, menurut @rismanrachman akan menjadi pintu menuju kemajuan Aceh saat ini.
Lalu apakah ke gunung atau tetap bertahan di steemit? Saran saya bila anda punya lahan segera beraihkan lahan anda dan sinergikan dengan steemit.