Hindonesia lage lemo tapetingeuh lam mon
Tiga tahun pasca Indonesia merdeka, Presiden Sukarno berkunjung ke Aceh pada pertengahan Juni 1948. Lawatan Bung Karno ini salah satu tujuannya mencari dana untuk pembelian pesawat.Di Tanah Rencong, pemuda dan pengusaha dikumpulkan.
Pertemuan dengan tokoh-tokoh pejuang dan masyarakat pengusaha serta pemuda digelar malam hari di Aceh Hotel.Sesaat sebelum makan malam, Soekarno mencetuskan ide sekaligus menantang patriotisme rakyat Aceh untuk meneruskan dan melestarikan perjuangan kemerdekaan.Bung Karno kala itu berharap malam itu juga terkumpul sejumlah dana agar dapat membeli satu unit pesawat.
Sukarno menerima bantuan dari warga Aceh (Repro buku Aceh Daerah Modal karya AK Jakobi)
"Saya tidak makan malam ini, kalau dana untuk itu belum terkumpul," kata Bung Karno seraya tersenyum seperti ditulis Tgk.A.K Jakobi dalam buku Aceh Daerah Modal yang dikutip
Para pengusaha serta tokoh-tokoh perjuangan saling melirik ketika mendengar pernyataan Bung Karno.Mereka ingin tahu siapa yang akan memulai menyumbang.Ketua Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh (Gasida) M. Djuned Joesoef menjadi orang pertama yang menyumbang.Setelah dia, pengusaha lain menyusul.
Malam itu juga terkumpul dana dalam jumlah cukup besar.Sukarno kembali tersenyum melihat antusiasme pengusaha Aceh.Presiden pertama Indonesia itu kemudian mengajak tamu undangan semua untuk beranjak ke meja makan.
Selain dari para pengusaha, dana untuk beli pesawat itu juga dikumpul oleh masyarakat.Warga Tanah Rencong bersemangat ikut patungan setelah mendengar pidato dari Gubernur Aceh dan Gubernur Militer waktu itu Abu Daud Beureueh.
Seorang saksi sejarah, Nyak Sandang (91) berkisah kala itu Abu Daud Beureueh berkunjung ke Aceh Jaya dan berpidato di halaman masjid di Calang, Aceh Jaya, Aceh.Semua masyarakat kala itu dengan suka cita datang ke lokasi untuk mendengar pidato orang nomor satu di Tanah Rencong.
Dalam pidatonya yang menggebu-gebu, Daud membakar semangat warga dan mengungkapkan Indonesia merupakan negara milik rakyat.Daud menyampaikan pasca kemerdekaan, Indonesia membutuhkan pesawat agar mudah berhubungan dengan negara luar.Pasalnya, negara yang merdeka dari penjajah pada 1945 ini termasuk negara kaya raya.Hubungan dengan luar negeri sangat diperlukan.
Kakek Sandang masih ingat betul ketika dirinya menghadiri ceramah tersebut.Pada awal pidato, Daud mengungkapkan pertemuan Presiden Soekarno dengan dirinya di Masjid Baiturrahman, Banda Aceh.Usai pidato, seluruh ulama di Aceh Jaya dikumpulkan.Daud Beureueh bermusyawarah dengan ulama cara mengumpulkan uang untuk membeli pesawat.
Di sini ada satu ulama yang sangat terkenal yaitu Abu Sabang (Muhammad Idarus).Warga di sini, semua dengar apa yang dibilang sama Abu Sabang.Kalau Abu bilang kita kumpulkan uang untuk beli pesawat, semua ikut menyumbang," kata Sandang saat ditemui di rumahnya di Desa Lhuet, Kecamatan Jaya, Aceh Jaya, Aceh, Selasa (6/7/2018).
Masyarakat terharu kala itu dengan ajakan membeli pesawat.Soalnya, sekitar tiga tahun pascamerdeka, masyarakat berusia 18 hingga 70 tahun di Aceh Jaya baru keluar dari penjara.Mereka rata-rata menjadi tawanan Belanda karena tidak membayar pajak sebesar Rp 7,5/tahun.
Semua masyarakat di sana kala itu, tanpa kecuali sepakat untuk menyumbang.Ini juga bagian euforia menyambut kemerdekaan.Kakek Sandang dan ayahnya kemudian menjual sepetak tanah seharga Rp 100. Tanah itu sejatinya laku dijual Rp 200 namun dia menjual buru-buru agar segera mempunyai uang.Setelah uang dikantongi, baru diserahkan pada satu orang yang ditunjuk.
Tak lama setelah itu, terkumpul dana sebesar 120.000 dollar Malaysia dan emas 20 kg.Dana itu dinilai cukup untuk membeli dua pesawat jenis Dakota.Jumlah sumbangan itu juga sudah termasuk yang disumbangkan Pemerintah Daerah Aceh yang diberikan oleh Residen TT Daud Syah.
Pesawat Seulawah RI-001 akhirnya berhasil dibeli dan tiba di tanah air pada Oktober 1948. Saat itu, situasi Indonesia sedang mengalami kepungan politik blokade ekonomi dan militer dari pihak Belanda.
"Pesawat itu kemudian oleh Bung Karno diberi nama Seulawah RI-001 sebagai penghormatan untuk masyarakat Aceh yang secara ikhlas dan tulus telah memberikan sumbangan yang berharga pada situasi sulit untuk bangsa yang sedang berjuang.