Sumatera

in #esteem6 years ago (edited)

An ancient name for sumatera swarna dwipa, (sanskrit for isle of gold) apparently because mines in the sumatera highland were producing gold from fairly early times
image
The province is located a long the india-china sea trade route ,by seventh century several trading towns on aceh were flourishing-espicially on eastern coast and were influenced by indian religions the most notable of these influences were the sriwijaya and the samudera sriwijaya was a budhhist monarchy centered in what is now palembang dominating the region through trade and conquest from the seventh to the ninth century the kingdom helped spread the malay culture throughout sumatera malay peninsula and western borneo the empite image

/ Surga untuk Kaum Bertakwa, Neraka untuk Para Pendosa /

#MuslimahNewsID -- Di dalam banyak ayat al-Quran, Allah subhanahu wa ta'ala membagi manusia menjadi dua golongan besar: ahli surga dan ahli neraka.

Ahli Surga

Ahli surga tidak lain adalah kaum yang bertakwa. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ مَفَازًا
Sungguh orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan (TQS an-Naba [78]: 31).

Kaum yang bertakwa, menurut al-Jazairi, adalah mereka yang menjauhi syirik dan kemaksiatan karena takut kepada azab-Nya (Al-Jazairi, Aysar at-Tafasir, 5/502).

Menurut ayat ini, kaum yang bertakwa inilah yang bakal mendapatkan mafaz[an]. Kata al-mafaz dalam ayat ini merupakan bentuk al-mashdar al-mimiy yang berarti al-fawz (kemenangan dan keberhasilan) (Al-Alusi, Ruh al-Ma’ani, 15/218). Kata ini juga sekaligus merupakan ism al-makan (keterangan tempat) sehingga maknanya makan fawz wa najah (tempat kemenangan dan keberhasilan). Itulah surga (Al-Jazairi, Aysar at-Tafasir, hlm. 5/505).

Dua makna tersebut tidak berjauhan. Kaum yang bertakwa itu mendapatkan kemenangan. Kemenangan itu tak lain adalah surga. Kemenangan mereka juga berbentuk keselamatan mereka dari azab neraka (Ath-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Tawil al-Quran, 24/170).

Ayat ini lalu merinci kemenangan yang didapatkan oleh kaum yang bertakwa:

حَدَائِقَ وَأَعْنَابًا (32) وَكَوَاعِبَ أَتْرَابًا (33) وَكَأْسًا دِهَاقًا (34) لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلَا كِذَّابًا
(Kemenangan itu berupa) kebun-kebun dan buah anggur, gadis-gadis remaja yang sebaya dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman). Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan dusta. (TQS an-Naba [78]: 32-35).

Kemudian Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

جَزَاءً مِنْ رَبِّكَ عَطَاءً حِسَابًا
(Semua itu) merupakan pembalasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak (TQS an-Naba [78]: 37).

Maknanya, Allah subhanahu wa ta'ala membalas amal mereka yang sedikit dengan kebaikan yang melimpah dan tidak ada putusnya (Ath-Thabari, Jami’ al-Bayan fiî Tawil al-Qur`an, 24/174).

Jelas, berdasarkan ayat ini ahli surga adalah kaum yang bertakwa (Lihat juga, misalnya: QS at-Taubah [9]: 89; an-Nisa [4]: 13, al-Maidah [5]: 119, at-Taubah [9]: 72, ad-Dukhan [44]: 57, dan lain-lain).

Ahli Neraka

Adapun ahli neraka adalah para pendosa. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

انْطَلِقُوا إِلَى مَا كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُونَ
(Dikatakan kepada mereka pada Hari Kiamat), "Pergilah kalian menuju azab yang dulu kalian dustakan.” (TQS al-Mursalat [77]: 25).

Pernyataan yang diungkapkan ayat ini ditujukan kepada kaum kafir pada Hari Kiamat kelak (Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, 19/162).

Dalam ayat selanjutnya Allah subhanahu wa ta'ala menegaskan:

وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّبِينَ
Kecelakaan besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan (TQS al-Mursalat [77]: 28).

Menjelaskan ayat ini, Wahbah az-Zuhaili berkata, “Azab dan kehinaan pada Hari Kiamat yang menegangkan disediakan untuk orang-orang yang mendustakan para utusan Allah subhanahu wa ta'ala dan ayat-ayat-Nya. Tidak ada tempat lari bagi mereka dari azab-azab itu.” (Az-Zuhaili, At-Tafsir al-Munir, 29/327).

Alhasil, jelas, yang bakal menjadi ahli neraka adalah para pendosa. Mereka adalah kaum kafir dan kaum fasik yang mendustakan para utusan Allah subhanahu wa ta'ala dan syariah-Nya yang mereka bawa.

Islam Kaffah

Dengan demikian agar kita dimasukkan ke dalam barisan ahli surga dan tidak dimasukkan ke dalam golongan ahli neraka, kita harus benar-benar mengamalkan Islam secara kaffah (total).

Islam adalah agama yang syamil (menyeluruh). Dalam arti, Islam menjelaskan semua hal dan mengatur segala perkara: akidah, ibadah, akhlak, makanan, pakaian, mumamalah, ‘uqubat (sanksi hukum), dll. Tak ada satu perkara pun yang luput dari pengaturan Islam. Hal ini Allah subhanahu wa ta'ala tegaskan di dalam al-Quran:

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ
Kami telah menurunkan kepada kamu al-Quran sebagai penjelas segala sesuatu (TQS an-Nahl [16]: 89).

Islam sekaligus merupakan agama yang kamil (sempurna). Tak sedikit pun memiliki kekurangan. Hal ini Allah subhanahu wa ta'ala tegaskan dalam firman-Nya:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
Pada hari ini Aku telah menyempurnakan untuk kalian agama kalian (Islam), telah melengkapi atas kalian nikmat-Ku dan telah meridhai Islam sebagai agama bagi kalian (TQS al-Maidah [5]: 3).

Karena itu tentu sebuah kelancangan jika kita menganggap ada hal-hal yang tidak diatur oleh Islam. Misal, ada yang berpendapat bahwa Islam tidak mengatur urusan negara, apalagi menentukan sistem dan bentuk negara bagi kaum Muslim, hanya karena tidak ada perintahnya secara tekstual di dalam al-Quran.

Pendapat demikian tentu berasal dari cara berpikir yang dangkal. Sebabnya, jika alasannya semata-mata tekstualitas nas, betapa banyak ajaran dan hukum Islam yang tidak secara tekstual dinyatakan oleh nas al-Quran, tetapi dijelaskan oleh as-Sunnah, Ijmak Sahabat atau Qiyas Syar’i.

Contoh: Al-Quran secara tekstual hanya memerintahkan shalat, tetapi tidak menjelaskan syarat dan rukunnya, termasuk waktu-waktunya. Ketentuan rinci tentang shalat dijelaskan oleh as-Sunnah. Contoh lain: Al-Quran secara tekstual menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba, tetapi tidak menjelaskan syarat-syarat dan rukun jual-beli, macam-macam akad ribawi serta ketentuan rinci lainnya. Ketentuan rinci tentang jual-beli dan riba dijelaskan oleh as-Sunnah atau Ijmak Sahabat.

Demikian pula terkait pengurusan negara. Al-Quran memang tidak secara tegas (tekstual) menentukan sistem dan bentuk negara. Namun demikian, ketentuan tentang sistem dan bentuk negara dijelaskan oleh banyak nas as-Sunnah atau ditegaskan oleh Ijmak Sahabat. Hal demikian amat mudah dipahami oleh mereka yang memahami ijtihad dan tentu akan gagal dipahami oleh mereka yang tidak mengerti ijtihad.

Totalitas dan kesempurnaan Islam tentu tidak akan tampak kecuali jika kaum Muslim mengamalkan Islam secara kaffah (total) dalam seluruh segi kehidupan. Inilah yang Allah subhanahu wa ta'ala perintahkan secara tegas dalam al-Quran:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalian (TQS al-Baqarah [2]: 208).

Terkait kata kaffah dalam ayat di atas ada dua pendapat. Pertama: Kata kaffah berfungsi sebagai hal (penjelasan keadaan) dari dhamir (kata ganti) pada frasa udkhulu (masuklah kalian). Maknanya jami’an (menyeluruh/semua kaum Mukmin). Artinya, ayat ini ditujukan untuk semua kaum Mukmin (Lihat: An-Nasafi, Madarik at-Tanzil, I/112).

Kedua: Kata kaffah berfungsi sebagai hal (penjelasan keadaan) dari kata as-silmi (Islam) (Tafsir al-Qurthubi, III/18). Artinya, melalui ayat ini Allah subhanahu wa ta'ala menuntut orang-orang yang masuk Islam untuk masuk ke dalam Islam secara keseluruhan (total). Mereka tidak boleh memilih-milih maupun memilah-milah sebagian hukum Islam untuk tidak diamalkan. Dalam ayat ini kaum Mukmin diseru untuk menolak semua hal yang bukan dari hukum Islam. Mereka wajib melaksanakan seluruh syariah Islam. Mereka harus menjauhkan diri dari upaya-upaya untuk melenyapkan sesuatu yang merupakan bagian dari hukum-hukum Islam (Tafsir ath-Thabari, II/337).

Tegasnya, Allah subhanahu wa ta'ala menyeru para hamba-Nya yang mengimani Diri-Nya serta membenarkan Rasul-Nya untuk mengambil seluruh ajaran dan syariah Islam; melaksanakan seluruh perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya (Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, 1/335).

Karena itu kaum Muslim diperintahkan untuk melaksanakan seluruh syariah yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ. Tak sepatutnya kaum Muslim mempraktikkan aturan-aturan lain yang bersumber dari Barat yang diajarkan oleh Motesquie, Thomas Hobbes, John Locke, dll yang melahirkan sistem politik demokrasi; atau yang diajarkan John Maynard Keynes, David Ricardo, dll yang melahirkan sistem ekonomi kapitalisme.

Dengan demikian haram bagi kaum Muslim untuk mengingkari atau mencampakkan sebagian syariah Islam dari realitas kehidupan dengan menerapkan sekularime (pemisahan agama dari kehidupan). Inilah yang justru dipraktikkan oleh negara saat ini. Allah subhanahu wa ta'ala dengan tegas mengecam sikap semacam ini:

أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
Apakah kalian mengimani sebagian al-Kitab serta mengingkari sebagian yang lain? Tiada balasan bagi orang yang berbuat demikian di antara kalian melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia dan pada Hari Kiamat nanti mereka akan dilemparkan ke dalam siksa yang amat keras. Allah tidaklah lalai atas apa saja yang kalian kerjakan (TQS al-Baqarah [2]: 85).

Dalam ayat ini, mengingkari atau menolak sebagian wahyu Allah subhanahu wa ta'ala dalam Kitab-Nya cukup menjadikan pelakunya diazab (menjadi ahli neraka).

Alhasil, berdasarkan ayat di atas, siapapun, juga anggota dari jamaah atau organisasi apapun, termasuk yang mengusung gagasan “Islam Nusantara”, “Islam Moderat”, “Islam Jalan Tengah”, “Islam Rahmatan lil ‘Alamin, dll—jika menolak sebagian syariah-Nya—bukanlah golongan ahli surga. Sebaliknya, mereka termasuk ke dalam barisan ahli neraka. WalLahu a’lam bi ash-shawab. []

Sumber: Buletin Kaffah, No. 047-29 Syawal 1439 H/13 Juli 2018 M
—————————————
Silakan share dan follow
FB, IG, Telegram, dan Twitter
@MuslimahNewsID

Grup WA:
http://bit.ly/JoinWAMuslimahNewsID
—————————————
Berkarya untuk Umat
—————————————

Coin Marketplace

STEEM 0.17
TRX 0.16
JST 0.029
BTC 74831.10
ETH 2823.14
USDT 1.00
SBD 2.52