Menjadi Steemian, Cara Saya Merawat Kosa Kata

Perkenalan saya dengan bocah ajaib @riodejaksiuroe terbilang unik. Dari generasi berbeda kami sama-sama jebolan komunitas penulis pemula. Dia berhasil, saya jatuh keluar (drop out).

Karena tak ramai yang minat saya berkesempatan menjadi sekretaris. Kepulangan Rio dari studi di Banda Aceh sepertinya di amanahi untuk menghidupi kembali komunitas yang telah mati suri. Begitu gigih ia mencari tau tentang saya. Hingga Allah mempertemukan kami dalam sebuah kajian religius di aula PLN.

Saya berkeluh kesah tentang mood yang naik turun. Susahnya mendapatkan ide tulisan. Dan kalau tidak salah sarannya waktu itu adalah menulislah dari apa yang abang sukai.

Saran itu rasanya seperti berwudhu waktu subuh dimusim hujan di Tangse, dingin sekali. Ide itupun langsung eksekusi. Saya membuat halaman di akun facebook sesuai minat saya, saya namai "Lapar di Sigli".

Beberapa teman steemian seperti @hasnandaputra sering berkunjung ke lapar di Sigli. Jadi pelecut semangat yang tak bertepi. Halaman ini saya isi dengan konsep kuliner yang tidak terlalu booming.

Tapi tujuannya tetap agar tangan saya tidak kaku merangkai kata. Tapi entah mungkin motivasi yang tidak kuat. Halaman itu pun akhirnya kembang kempis.

Hingga saya di rayu @akbarfs berduet @riodejaksiuroe dipaksa kenal sama steemit. Oleh beberapa steemian lain saya di embel-embeli dengan megah dan gaduhnya sbd. Saya benar-benar terkapar dan terpana. Hingga sebuah ide gila (menurut saya) untuk membuat 4 postingan setiap hari, tiba-tiba saya seperti kekurangan oksigen. Hingga saya berusaha istiqamah minimal ada yang saya posting setiap hari.

Mudah-mudahan kali ini steemit bisa benar-benar bisa menggemulaikan kembali tangan saya. Semoga.