Psycho Coffee For Tuesday

in #coffee6 years ago

Psycho Coffee for Tuesday

image

Oleh : Ani Ch, penulis dan pemerhati pendidikan keluarga

FAQ Edition, 23 Januari 2018

Apakah Menitipkan Anak di Daycare Sebuah Solusi?
☕▫☕▫☕▫☕▫☕

Jawaban yang mendasar adalah, bahwa menitipkan anak di daycare tetaplah pilihan berisiko.

Risiko tidak dekat dengan anak, risiko anak merasa kurang perhatian, risiko adanya masalah inkonsistensi pengasuhan, dan lain sebagainya. Kembali pada orangtua untuk mengambil pilihan apa.

Berikut ini petikan tulisan, saya ambil dari buku yang saya tulis, Parenting Guide. Mudah-mudahan lebih menenangkan hati.

☕▫☕▫☕▫☕▫☕

Dalam sebuah rubrik konsultasi majalah, seorang ibu menyampaikan keresahannya, “Saya mengetahui bahwa idealnya seorang ibu ada di rumah untuk mengasuh, mendampingi, dan mendidik anaknya sendiri.

Namun dengan kondisi yang ada, membuat saya harus menjadi seorang wanita yang bekerja. Yang ingin saya tanyakan, apa saja yang perlu saya lakukan dengan kondisi saya bekerja saat ini, agar perkembangan psikologis anak saya tetap optimal?”
Kedua orang tua bekerja memang sudah menjadi fenomena umum untuk saat ini.

Pada jaman dahulu hanya para ayah yang bekerja, jaman sekarang para ibu juga ikut bekerja. Bagi para ibu, menjadi wanita bekerja sekaligus ibu rumah tangga memang adalah sebuah pilihan.

Saya memahami beberapa keluarga memang belum bisa menghindari hal ini. Sebenarnya, setiap keluarga memiliki keunikan dalam mengelola kehidupannya. Jadi mungkin solusi untuk sebuah keluarga akan berbeda dengan keluarga yang lain.

Saya mendapati beberapa keluarga memiliki perbedaan dalam mengelola kondisi bekerja sambil tetap berusaha mengasuh anak dengan baik. Sebagian keluarga memilih untuk menitipkan anaknya kepada orang tua atau mertua, dengan alasan lebih dapat dipercaya untuk mengasuh anak-anak.

Sebagian lagi memutuskan untuk mengambil seorang pengasuh atau baby sitter untuk menjaga anaknya selama mereka bekerja karena tidak ingin merepotkan kakek-nenek. Keluarga yang lain memilih untuk membawa anaknya ke tempat penitipan anak karena ingin layanan profesional. Pilihan ini banyak diambil oleh keluarga dengan anak-anak yang masih bayi atau balita.

Untuk keluarga yang memiliki anak usia SD, SMP, SMA, banyak yang memilih sekolah fullday, dengan alasan memberikan lingkungan belajar selama seharian sehingga anak-anak mendapatkan pendidikan formal yang dapat dipercaya untuk perkembangan mereka.

Konsistensi Pengasuhan
Orang tua yang bekerja pastinya melibatkan pihak-pihak lain dalam proses mendidik anak. Masalah utama yang sering timbul dengan adanya pihak ketiga yang terlibat dalam proses pendidikan anak ini, adalah sikap tidak konsisten dalam pengasuhan.

Sikap tidak konsisten dalam pengasuhan adalah fenomena perbedaan cara dalam mengasuh anak antar pihak yang terlibat dalam proses pendidikan anak. Anak-anak yang dititipkan pada kakek-neneknya, cenderung mendapatkan pengasuhan yang memanjakan anak. Hal ini nampak dari sikap kakek-nenek yang seringkali menuruti apapun permintaan cucunya.

Anak-anak yang diasuh oleh baby sitter juga cenderung dimanjakan, karena sang baby sitter memperlakukan anak-anak bagai majikan yang harus selalu dilayani. Misalnya, ketika bersama orang tua dilarang makan es dan permen,

namun ketika bersama baby sitter es dan permen selalu diberikan. Ketika bersama dengan orang tua, anak bisa makan sendiri, ketika bersama pembantunya selalu disuapi.

Hal-hal di atas biasanya berdampak pada kesulitan orang tua dalam menerapkan kedisiplinan atau kemandirian pada anak-anaknya. Hal-hal semacam inilah yang merupakan ketidakkonsistenan cara dalam mengasuh anak, dan biasa dikenal dengan istilah inkonsistensi pengasuhan.

Kondisi orang tua bekerja memang bisa menghambat proses mendidik anak jika terjadi pengasuhan yang tidak konsisten. Namun fenomena ini bisa diantisipasi dengan beberapa cara.

Jika menitipkan kepada kakek-nenek, perlu ada sebuah kesepakatan tentang pola asuh, agar kakek-nenek menghindari sikap memanjakan cucu-cucunya. Jika menitipkan kepada pengasuh, baby sitter, atau tempat penitipan anak, maka perlu dilihat dulu,

apakah pihak-pihak ini dapat memahami konsep pendidikan anak, mampu melakukan stimulasi atau pendidikan untuk perkembangan anak, dan punya komitmen serta kasih sayang seperti kita orang tuanya?

Sering kita dengar kejadian tentang pengasuh yang membiarkan anak, baby sitter yang memarahi anak secara berlebihan, atau tempat penitipan anak yang hanya berjaga-jaga supaya anak tidak menangis inilah yang harus kita hindari.

Oleh karena itu, perlu ada seleksi dengan serius ketika memilih pengasuh atau tempat penitipan anak.

Program Terstruktur Dalam Pengasuhan
Pada dasarnya, yang perlu dilakukan ketika orang tua meninggalkan anaknya untuk bekerja adalah memastikan anaknya mendapatkan lingkungan yang nyaman, dan stimulasi atau pendidikan yang tepat sesuai dengan usianya sehingga terpenuhi kebutuhan hidupnya.

Oleh karena itu sangat disarankan kepada orang tua untuk menerapkan manajemen waktu dan aktivitas anak, dengan menyusun program terstruktur untuk dilaksanakan pihak-pihak yang mengasuh anak selama orang tua bekerja. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun program terstruktur ini adalah:

  1. Program terstruktur mencerminkan usaha memfasilitasi pencapaian tugas perkembangan anak, maksudnya ada kegiatan-kegiatan yang disusun yang sekiranya dilaksanakan akan memungkinkan anak dapat mencapai tujuan tugas perkembangan. Misalnya, anak TK memiliki tugas perkembangan motorik, jadi ada program anak melaksanakan aktivitas motorik agar satandar perkembangan motoriknya bisa tercapai.

  2. Program terstruktur mengandung aturan terkait dengan hal-hal yang harus dilakukan, boleh dilakukan, dan tidak boleh dilakukan dalam proses pengasuhan. Misalnya, ada aturan bahwa anak-anak harus makan secara teratur tanpa disuapi, anak-anak dilarang bermain pada waktu jam tidur siang, anak-anak harus bermain di luar ruangan selama 20 menit setiap pagi, dan seterusnya.

  3. Program terstruktur yang baik biasanya detail dan rinci, oleh karena itu akan lebih mudah jika dibuat dalam bentuk jadwal anak dari jam ke jam sejak bangun pagi hingga anak tidur lagi.

Ketemu Anak Cuma Sebentar, Kualitas Waktunya Harus Oke

Ketika orang tua pulang dari bekerja, diharapkan dapat mengelola waktunya dengan baik untuk tetap berinteraksi dengan anak, misalnya menyiapkan keperluannya sebelum berangkat bekerja, makan bersama, menemani belajar, diskusi, atau ngobrol santai untuk tahu aktivitas hariannya, mengantarkan tidur, melakukan ibadah seperti shalat dan membaca Al Qur’an bersama-sama, tujuan aktivitas bersama ini adalah untuk mempertahankan kontak emosional atau kedekatan sehingga anak merasa mendapat perhatian yang cukup.

Sedikitnya waktu yang tersedia bagi orang tua bekerja utuk berinteraksi dengan anaknya tidak boleh menjadikan waktu tersebut tidak bermakna, atau dilalui dengan sia-sia sehingga mengurangi kualitas pertemuan orangtua dan anak.

Bagaimana agar waktu yang sedikit tersebut menjadi pertemuan berkualitas, bermakna, serta bermanfaat?

Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan:

  1. Orang tua harus berusaha mengetahui dan memahami anak secara detail. Kualitas waktu pertemuan orangtua dan anak ditunjukkan dengan kemampuan orang tua mengenal kelebihan dan kelemahan anak, kebiasaan anak, kegemaran anak, dan hal-hal yang khas pada anak.

Jika dengan sedikit waktu yang diberikan pada anak menjadikan orang tua tidak mengenal seluk beluk anaknya, itu jelas menunjukkan bahwa kualitas waktunya kurang. Jadi selama orang tua meninggalkan anaknya untuk bekerja, pemantauan kegiatan yang dilakukan anak harus terus dilakukan dan ketika sedang bersama anak orang tua harus peka dalam mengamati anak.

  1. Orang tua harus berusaha membangun kedekatan dengan anak.

Kualitas waktu ditunjukkan dengan anak tetap merasa dekat dengan orang tua meskipun waktu pertemuan setiap hari hanya sebentar, hal ini bisa ditunjukkan dengan anak yang tetap bersuka cita menyambut kedatangan orang tua pulang dan anak-anak yang selalu mengharapkan kehadiran orang tua pada saat-saat penting.

  1. Orang tua harus berusaha untuk membangun kepercayaan dengan anak. Berkualitasnya waktu kebersamaan juga dibuktikan dengan anak yang tetap memiliki ketaatan pada hal-hal yang diperintahkan orang tua, dan hal-hal yang dilarang orang tua meskipun anak jarang bertemu dengan orang tua. Hal ini bisa dilakukan dengan orang tua yang memberikan contoh atau teladan secara konsisen pada anak, orang tua yang menghargai anak, juga orang tua yang punya komitmen pada janji-janji yang diberikan pada anak.

Sebagaimana yang telah dinyatakan oleh seorang ibu dalam pembuka tulisan ini, yaitu idealnya seorang ibu ada di rumah untuk mengasuh sendiri anaknya. Jadi, saya tetap menyarankan agar kuantitas dan kualitas waktu ibu di rumah diprioritaskan.

Seorang ibu adalah pendidik pertama dan utama, yang mengajari anak hal-hal pertama dalam kehidupannya, yang meletakkan dasar-dasar tentang kehidupan. Setidaknya dimasa golden age kira-kira 5-6 tahun pertama, masa emas yang menjadi proses perkembangan awal anak para ibu diharapkan ada di rumah.

Selepas usia tersebut, dengan dasar atau fondasi pendidikan yang baik anak-anak biasanya sudah mulai mandiri untuk keperluan pribadinya, serta mampu berkomunikasi untuk mengutarakan isi hati dan pikirannya, sehingga para ibu dapat mengalokasikan waktu lebih panjang untuk kembali bekerja dengan tanpa beban.

For further question or feedback please email [email protected]

Coin Marketplace

STEEM 0.20
TRX 0.12
JST 0.028
BTC 64385.89
ETH 3510.26
USDT 1.00
SBD 2.54