Basyah Geulanteu Cang

in #cerpen6 years ago

Basyah Geulanteu Cang.jpg

Basyah geulanteu Cang, begitu nama yang akrab disapa pada seorang lelaki paruh baya yang telah menduda sejak tahun 2001. Isterinya meninggal dunia saat melahirkan anak ketiganya.

Maya gadis imut yang dipersunting Basyah pada tahun 1993 itu belum sempat menamatkan Sekolah Menengah Pertama. Maya baru beberapa bulan duduk di bangku kelas Dua dan akhirnya dinikahkan dengan Basyah yang telah berumur 43 tahun.

Pada suatu hari di tahun 1993. Basyah pulang dari sawah dengan sekarung pakan lembu jantannya. Bertepatan di tingkungan jalan menuju sekolah. Basyah melihat Maya. Karung pakan lembu di letakkan di pinggiran jalan begitu saja. Maya bersama rekan putri yang lain, tak tersirat apa-apa dalam benak akan kemungkinan terjadi sesuatu, padahal Basyah sedang mengekori mereka dengan sepeda yang di dorongnya.

Satu persatu teman Maya, sampai di rumah. Maya yang rumahnya di ujung lorong, kini tinggal sendiri berjalan dengan di ekori Basyah. Setibanya maya di rumah. Basyahpun menghentikan gerak langkahnya, lalu menatap Maya yang sedang membuka sepatu sekolah. Maya membuka pintu dan masuk kerumah, Basyah membalikkan sepeda dan pulang, dengan senyuman dan beberapa kali menggeleng kepala.

“Hai siapa kamu? Kok senyum sendiri?” Tanya seorang kakek.

“Oh. Saya Basyah kek.” Jawabnya berlahan.

“Mengapa tersenyum sendiri? Dan untuk apa kemari?”

“Saya senang kek. Saya baru saja mengantarkan Maya pulang dari sekolahnya. Saya pulang kek. Wassalamualaikum”

“Waalaikumsalam.” Tgk. Daud tercengang, mendengar kalimat yang di jawab Basyah, seolah dia tak percaya, kalau anak gadisnya yang masih ingusan itu di antar oleh seorang lelaki yang empat puluh tahun lebih tua dari anaknya, bahkan dengan pakaian berlumpur. Yang sangat tidak dia mengerti, mengapa maya mau diantar si lelaki tua itu. Diapun tidak mau ambil pusing, lalu disimpulkan dengan kata-kata “Kalau memang sudah cinta apapun bisa terjadi, kalau memang jodoh kemana pergi akan bertemu juga.” Diapun sedikit tersenyum dengan menggelengkan kepalanya.

Dalam perjalanan pulang Basyah begitu santai mengayuh sepeda. Lorong bebatuan dan beberapa bagian badan jalan terendam air, yang membuat sepeda Basyah bersuara “Geureukhek..khek..khek,..khek..Geureudhing...dhing..dhienn..” Terus terdengar disepanjang lorong kampung Maya, Basyahpun bersiul dengan menyanyikan lagu P. Ramle, “Kalau jodo takkan kemana, adinda idaman kanda. Biar gelap alam maya kucari dinda baru jumpa. Mengapa kurindu sayu, adinda kutungu-tunggu. Walau aral datang menghalang dinda rindu tetap kusayang, kalau jodoh tak kemana....”

Di hari berikutnya. Basyah masih saja mengekori Maya, seolah mengantarkan Maya ke rumah. Hal ini berlangsung selama belasan hari saja. Melihat kecerian Basyah. Kakak tertuanya terheran-heran, lalu dia membatin “Tidak sepertinya Basyah seperti ini.”

Keluarga Basyahpun mengelar rapat, dari berbagai pertimbangan termasuk mengingat umur Basyah yang sudah berkepala empat. Merekapun memutuskan menanyakan Basyah tentang janjinya setahun yang lalu, bahwa ia akan menikah di tahun ini.

“Basyah. Katakan yang sebenarnya.! Apakah benar, kamu mau menikah di tahun ini, sebagaimana janji kamu setahun lalu.?”

“Ya Kak. Basyah sudah siap dan wanita itu adalah Maya. Anak tetangga kampung kita. Dia bersekolah di SMP belakang rumah kita”

“Wadduh...masih SMP. Basyah..Basyah, bercerminlah kamu. Mana mau diakan masih anak-anak, sedangkan kamu.”

“Kak. Kalau jodoh takkan kemana. Ingat itu. Aku menyukainya, aku hanya akan menikah sama dia, bukan dengan yang lain titik.”

Kakak Basyah menghela nafas panjang. “Anak siapa dia.?”

“Aku hanya mengetahui rumahnya saja. Biar Kakak, saya yang antarkan kerumah Maya, aku akan berdiri jauh beberapa puluh meter dari rumah itu.”

“Baiklah. Ayo kita pergi.”Mereka tiba di Rumah Maya. Dari jauh Basyah melihat Tgk. Daud berdiri dan menyambut Kakak Basyah. Basyah sangat terkejut melihat pemandangan itu. Kakak Basyah masuk kedalam, setelah Basyah menunggu belasan menit, matanya kembali melihat pintu rumah Maya. Tiba-tiba, dari arah pintu keluar Kakak Basyah, di susul Tgk. Daud dan Isterinya begitu juga dengan Maya berdiri berbaris di depan pintu, arah telunjuk Kakak Basyah di arahkan padanya. Basyah dengan spontan berpaling malu-malu.

Hanya hitungan menit, Kakaknya Basyah berada di belakang sepeda. Basyah mendayung sepeda. Beberapa kali Basyah menanyakan mengenai tanggapan keluarga Maya atas pinangannya. Namun jawaban sang Kakak tetap sama nyakni di jawab sesampainya dirumah nanti. Basyahpun melajukan sepeda dengan kencang. Sesampainya di rumah, memarkirkan kereta langsung memegang tangan Kakaknya.

“Katakan Kak. Apa jawaban Tgk. Daud dan bagaimana tanggapan Maya, apakah dia mau menjadi isteriku?” Kakak Basyah hanya terdiam, wajahnya terlihat sangat kebingungan.

“Kok bisa ya...” Kalimat yang sempat beberapa kali keluar dari mulut Kakak Basyah.

“Memangnya kenapa..Kak.?”

“Kok bisa ya..Tgk. Daud menyetujui pernikahan ini, dan mereka berharap bisa dilangsungkan pernikahan hari kamis lusa.”

“Alhamdulillah..”

Pernikahanpun berlangsung dengan sederhana. Dua tahun pernikan, mereka di karunia seorang anak perempuan, lima tahun pernikahan mereka dikarunia seorang anak perempuan lagi dan tahun ke delapan pernikan mereka di karunia seorang putra dan Mayapun meninggal Dunia.

Meninggalnya Maya, menjadikan hidup Basyah suram. Terasa separuh badannya hilang, kini dia menghidupi ketiga anaknya. Sabar dan tabah membalut keluarga besar Tgk. Daud, mereka bersama-sama membina dan membimbing anak Maya dan Basyah. Hari-hari mereka penuh dengan senyum dan kata-kata senda yang di lontarkan pada sang ayah.
Sangat sering para sahabat dekat Basyah menyarankan agar ia menikah lagi. Namun Basyah dengan lantang menjawab. “Tidak akan pernah menyukai dan jatuh cinta, pada wanita manapun.”

“Ah. Yang benar kamu Basyah.”

“Beu dicang legeulanteu jeut hana kugalak le.”

Pada suatu hari selesai upacara 17 Agustus. Basyah yang baru pulang dari pasar Ibu Kota Kecamatan, melintasi di depan jalan lapangan. Banyaknya anak-anak yang baru keluar dari lapangan membuat Basyah harus mendorong sepedanya.

Mata Basyah secara tak sengaja terarah, kepada seorang gadis cantik dan mulus, yang masih duduk di bangku SMA. Kurumunan anak-anak di jalan telah dilewatinya, tapi Basyah masih saja mendorong kereta, gadis itu hanya berjalan sendiri, hanya beberapa puluh meter diapun sampai di rumah.

Dengan hati riang. Basyah mendayung santai sepedanya, bersiul dan menyanyikan lagu P. Ramle dengan judul “Kalau Jodoh takkan Kemana”Di jalan menuju kampungnya, yang di himpit sawah yang sedang menguning. Langit mendung, sesekali kilat dan petir menyambar, Namun Basyah tetap dengan santai mengayuh sepedanya sambil membayangi wajah gadis yang baru saja masuk ke dalam pekarangan rumah, Nyanyian P. Ramle, terus saja dinyanyikan. Tiba-tiba Gurutreum..

Dengan bantuan beberapa masyarakat setempat, Basyah dilarikan ke rumah sakit. Dengan upaya yang dilakukan para dokter, Basyah kini sembuh total setelah menjalankan beberapa kali operasi kulitnya yang terbakar, akibat disambar petir.

Pada suatu sore, aku dan Basyah duduk di balai kemanan kampung, beberapa remaja putri yang tidak kami kenal, berserahgam biru mendatangi dan menanyakan rumah Tgk. Keuchik, saat mereka berbalik, aku membisiki Basyah.

“Hei.. Kaulihat gadis-gadis tadi.”

“Ya. Ada apa?”

“Wah begitu cantik-cantiknya mereka.”

“Ah. Kamu ini, kalau masih gadis kambing aja kita solek, kelihatan cantik.”

“Huhahaha...ada..ada saja kamu Basyah. Memang kamu cocok di gelar dengan nama Basyah Geulanteu cang.”[JBL/03-03-18].

Bluek, 14 Maret 2015
Karya: Jabal Bluek

Sort:  

Sudah saya follow dan sudah saya vote bang jabal, salam di steemit.

Coin Marketplace

STEEM 0.21
TRX 0.12
JST 0.029
BTC 66303.73
ETH 3592.29
USDT 1.00
SBD 2.61