Dilema Pembangunan Di Buket Rata

in #busy6 years ago

IMG_20180212_224732.jpg

Kawasan Buket Rata Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe, dulu hanya semak belukar tetapi sekarang puluhan gedung berlantai 3 berdiri disini. Kawasan yang dulunya sepi dan tenang tetapi kini sudah ramai. Pembangunan disini seperti berpacu dengan waktu, adalah perguruan tinggi keagamaan berdiri. Kampus peradaban IAIN Lhokseumawe, walaupun tidak seluruh kawasan Buket Rata menjadi lokasi pembangunan namun ada sekitar 10 hektar yang termasuk ke dalam peta kampus disamping kawasan Alue Awe seluas 20 hektar lebih. Buket Rata dipilih menjadi lokasi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), gedung mewah dan modern baru saja siap dibangun. Gedung yang dibangun dengan dana APBN dan berskala nasional merubah wajah Buket Rata menjadi daerah maju. Sangat jauh berbeda dengan Buket Rata yang dahulu.

Pembangunan disini telah berdampak positif dan negatif bagi lingkungan dan warga sekitar. Dampak positifnya kemajuan pembangunan apalagi disektor pendidikan membuat masyarakat sekitar berkesempatan mengeyam pendidikan yang lebih tinggi. Disamping terbukanya lapangan pekerjaan baru untuk menampung pengangguran intelektual yang sangat banyak di Lhokseumawe dan Aceh Utara, bahkan tingkat Provinsi Aceh.

Namun, disamping sisi positif terdapat juga dampak negatif. Yaitu tergerusnya pekerjaan sebagian warga sekitar yang sosial ekonominya bergantung dari lapangan rumput. Profesi sebagian warga Buket Rata dan Alue Awe adalah peternak lembu. Para peternak di kawasan ini membudidayakan lembu dengan sistem pastura atau padang gembalaan.

IMG20180204150458.jpg

Lokasi yang sekarang berdiri gedung megah adalah padang gembalaan para peternak. Ada sekitar 14 kepala keluarga Buket Rata yang berprofesi sebagai peternak. Lembu-lembu biasanya merumput dengan berkeloni. Dalam satu koloni ada sekitar 10 sampai 60 ekor. Karena lembu disini sudah beranak pinak dan berketurunan maka tetap merumput ke lingkungan kampus walaupun bangunan megah sudah berdiri. Hal ini menyebabkan lingkungan kampus menjadi kurang bagus dilihat. Ditambah lagi lingkungan kampus yang belum dipagar menyebabkan ternak warga dengan leluasa keluar masuk.

Pernah juga pihak kampus mengeluh dengan keadaan ini. Namun apalah arti bagi para peternak yang tidak berdaya menghalau ternak-ternaknya untuk tidak masuk ke lingkungan kampus, apalagi tempat gedung baru berdiri. Ternak tetap bisa masuk karena gedung yang tidak dipagari. Pernah juga pihak peternak memprotes keluhan pihak kampus terutama pihak FTIK, bagaimana mungkin ternak tidak masuk bila tidak ada pagar. Hal ini hanya seperti debat kusir tanpa solusi. Melarang masyarakat memelihara ternak sangat tidak mungkin, karena para peternak menopang ekonominya dari hasil peternakan. Disamping tidak didukung oleh ketrampilan dan keahlian, tingkat pendidikan peternak sangat rendah, akan sangat sulit merubah profesi.

IMG_20180212_224830.jpg

Merujuk pada keadaan diatas, sebaiknya pihak FTIK segera mencari solusi. Untuk menghindari pemandangan yang kurang baik yaitu lembu-lembu yang sering berkeliaran di depan gedung baru.

Membangun pagar untuk seluruh lahan kampus membutuhkan dana yang tidak sedikit. Tetapi pihak FTIK bisa memagari gedung baru yang hanya sekitar 2 hektar. Pagar sementara sebelum pagar permanen dibangun. Ada sebuah solusi jika pihak FTIK mau mengadopsi, yaitu dengan pagar kawat berduri. Hanya perlu beberapa tiang yang terbuat dari besi siku dan di cor ditanah serta beberapa gulung kawat duri. Pagar sederhana ini akan nampak bagus bila dipasang dengan rapi dan lembu-lembu sudah terhalau. Inilah jalan keluar dari permasalahan antara warga peternak dengan pihak kampus, terutama pihak FTIK yang merasa kurang nyaman dengan keadaan lingkungan selama ini.

Sort:  

Nyan jurusan lon pakon lagenyan.. hehe

Disemua kawasan yang sedang membangun memang seperti itu @amiee.
Ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan. Posisi ami ditempat yang diuntungkan, hehe, keep smile, salam..

Coin Marketplace

STEEM 0.17
TRX 0.13
JST 0.027
BTC 60450.32
ETH 2604.48
USDT 1.00
SBD 2.60