Yee : Patriot Korban Kecurigaan

in #buku6 years ago

Intro

Istrinya menggenggam pistol di tangan yang satu dan dua butir peluru di tangan yang lainnya. "Ajari aku cara menggunakannya," bisiknya melalui telepon dari apartemen mereka di Olympia, Washington. Dari semua yang pernah dilazlui James Yee -penahanan, tuduhan spionase, 76 hari dikurung di sel isolasi- ini yang paling buruk.

Rasa takut membadai di dadanya saat itu. Sebagai seorang ulama militer, Yee telah terlatih untuk mendeteksi dan mencegah tindakan bunuh diri. Yee tahu bahwa kondisi isterinya telah kritis. Istrinya telah menemukan pistol Smith & Wesson miliknya yang disimpan di tempat tersembunyi di dalam lemari. Yee merasa tak berdaya ...

Yee, Patriot Sejati

James Yee, seorang warga negara Amerika beretnis Tionghoa, berasal dari keluarga pemeluk Kristen Lutheran. Ia lahir pada tahun 1968. Menyelesaikan pendidikan militer di West Point, pendidikan militer paling bergengsi di Amerika Serikat pada tahun 1991. Tidak lama setelah lulus dari West Point ia ditugaskan ke Jerman sebagai kepala peleton pertahanan artileri udara. Sebelum berangkat, dia mengucapkan syahadat dan menjadi muslim di sebuah mesjid di Newark, New Jersey.

Yee adalah generasi ke tiga dari keluarganya yang hidup di Amerika Serikat. Ibunya besar di Brooklyn dan ayahnya di Pittsburgh, orangtua mereka datang ke Amerika dari China pada tahun 1920an. Yee mengaku tidak tahu mendetail tentang riwayat kedatangan pendahulunya ke Amerika, hanya obrolan-obrolan kecil saat keluarga berkumpul merayakan Thanksgiving atau hal-hal lain saja yang menjadi pegangannya dan itu sangat minim sekali.

Edisi Pertama Bahasa Indonesia, Dastan Books, 2006, Hard Cover.

Dalam bukunya ini, Yee mengaku sebagai seorang Amerika yang sangat mencintai negaranya, patriot sejati, karena itu dia tidak pernah menyesali keputusannya untuk bergabung dengan militer. Dalam sebuah pesta kecil, pada Oktober 2000, di hadapan seluruh keluarga, Yee bersumpah akan mengabdi pada negara sebagai Chaplain (Ulama Militer) bagi tentara muslim Amerika Serikat.

Guantanamo

Setelah serangan teror 11 September, pada 19 September 2002 Yee diperintahkan untuk melapor ke Kamp X-Ray di teluk Guantanamo di Kuba pada November, dan akan ditugaskan di sana untuk waktu 6 bulan. Saat itu, kabarnya sudah ada 300 tahanan yang berasal dari 33 negara.

Sebelum berangkat, dia telah mendengar desas-desus tentang buruknya "atmosfer" di Kamp tersebut. Sepanjang pengalamannya sebagai ulama militer, Yee tahu dangkalnya pemahaman sebagian besar petinggi militer tentang Islam. Dia meyadari bahwa dirinya diharapkan bisa menjembatani hal ini dan membantu agar situasi di Kamp tersebut bisa menjadi lebih baik.

Sebelum tiba saatnya berangkat, dia menelepon Chaplain Dan O'Keefe yang akan segera mengakhiri masa tugas di Kamp X-Ray dan mendapat konfirmasi tentang buruknya keadaan di sana. Tetapi Yee mengaku, dia tidak merasa perlu mengkhawatirkan hal itu. "Untuk ini lah aku menjadi seorang ulama," pikirnya saat itu.

4 November 2002, Yee bersama beberapa prajurit lain dari Fort Benning menaiki pesawat menuju Jacksonville, Florida, dan bermalam di sana. Besok paginya mereka mengejar pesawat di pangkalan Angkatan Laut Jacksonville, sebuah pesawat berukuran besar dan semua kursi berisi.

Di penjara Guantanamo, dia menemukan perlakuan-perlakuan di luar kewajaran yang dilakukan oleh para penjaga di sana, termasuk pelecehan-pelecehan yang dilakukan para penjaga wanita. Di Gitmo (sebutan akrab bagi penjara Guantanamo), atmosfir memang diciptakan sedemikian rupa di mana penjaga merasa bebas menyiksa tawanan meskipun melanggar aturan-aturan dalam Konvensi Jenewa tentang perang. Yee menemukan dirinya berjuang untuk mengubah keadaan buruk itu. Dia berjuang agar para tahanan mendapat perlakuan yang lebih manusiawi, diberi keleluasaan beribadah, terhindar dari pelecehan (seksual, agama, ras, dsb).

Perjuangan Yee agar tahanan yang keseluruhannya muslim itu, membuat dia dicurigai sebagai musuh. Setelah beberapa kali perpanjangan masa tugas yang sebenarnya tidak disetujui Yee, dan kecurigaan militer yang semakin meningkat setiap saat, Yee seiring waktu juga mengetahui bahwa beberapa perwira menengah muslim yang pernah bertugas di Gitmo telah ditangkap, tanpa diketahui di mana ditahan dan atas alasan apa ditahan.

Penahanan dan Proses Hukum

Semakin lama, Yee merasa semakin sukar untuk menjadi jembatan. Di Gitmo semakin lama semakin tercipta sekat antara muslim dan negara. Dan ia menemukan dirinya terseret di dalam pusaran itu. Pada 10 September 2003, Yee resmi ditahan. Hal ini mengubah hidupnya, merusak karir militernya. Yee dituduh sebagai mata-mata musuh dan simpatisan anti Amerika Serikat, dan telah mencuri dokumen-dokumen penting dan berbahaya. Dia pertama kali ditahan di penjara Angkatan Laut Javsonvile. Yee juga dituduh melakukan perzinahan (hal yang dianggap kriminal di dalam kemiliteran) sebagai bentuk usaha menghancurkan keluarganya, selain dia dikatakan suka mengakses situs porno, hal-hal yang disebut Yee sebagai "menggelikan sekaligus memalukan".

Dan ia pun mengalami hampir semua perlakuan tidak manusiawi yang diterima para tahanan di Gitmo, termasuk dipaksa memakan makanan tidak halal dan harus sembahyang tanpa alas. Pada hari ke empat penahanannya Yee dipindahkan ke penjara gabungan Angkatan Laut di Charleston, Carolina Selatan, di mana dia ditahan lebih dari 10 minggu dalam sebuah sel isolasi berukuran 2,5x1,5m saja. Total, Yee ditahan selama 76 hari.

Bukan hanya Yee yang menderita, Huda, istrinya, juga menderita secara psikologis atas berita-berita di televisi yang berisi tuduhan-tuduhan terhadap Yee, kedatangan-kedatangan petugas pemerintah untuk menggeledah dan menyita barang-barang di apartemen mereka, juga ketidak-tahuannya tentang di mana suaminya ditahan.

Pada 19 Maret 2004, Departemen Pertahanan Amerika Serikat, melalui Markas Besar Joint Task Force Guantanamo mengeluarkan memo berisi penghentian, tanpa kecurigaan apa pun, segala tuntutan yang saat itu dilayangkan terhadap Yee. Ditandatangani oleh Geoffrey D. Miller, saat itu berpangkat Mayor Jenderal, Komandan Pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Teluk Guantanamo di Kuba.

Pada gilirannya, proses hukum yang dikenakan pada Yee terkait tuduhan-tuduhan terhadapnya justru membuka selubung terhadap praktik-praktik non manusiawi di dalam kemiliteran baik itu menyangkut para tahanan perang asing ataupun warga negara yang dicurigai melakukan tindakan mata-mata untuk musuh, dan banyak media telah menulis tajuk rencana dengan kesamaan rekomendasi pada kasus ini yaitu agar pihak militer menyampaikan permohonan maaf kepada Yee. Yee mengaku bahwa tentu saja ia menginginkan sebuah permintaan maaf sebagai pengakuan kesalahan prosedur dan tindakan pihak militer meskipun itu tidak akan mengembalikan kebahagiaannya yang hilang selama 70 hari lebih ditahan di dalam sel isolasi dan juga tidak akan serta merta memperbaiki keluarganya yang rusak karena usaha-usaha militer untuk melenyapkannya, atau memperbaiki masa depan karirnya di kemiliteran. Namun, menurut Yee, permintaan maaf itu akan mengembalikan kepercayaan publik kepaada militer. Sebuah permintaan maaf juga akan mengarah kepada upaya identifikasi sebab-sebab mengapa hal tersebut bisa terjadi, dan mencegah hal serupa terulang di masa depan. Inilah saya rasa titik penting dari buku ini, bahwa memaafkan dan tidak melupakan adalah satu-satunya jalan yang paling masuk akal dalam upaya kita merawat masa depan.

Pendapat-pendapat Tentang Buku

Buku ini adalah kisah nyata James Yee, seorang mantan Kapten pada Dinas Angkatan Darat (Yee memutuskan pensiun dari kemiliteran pada 2 Agustus 2004) yang pernah bertugas sebagai Chaplain (ulama militer) di Kamp X-Ray, yaitu penjara khusus tahanan perang dalam perang Amerika melawan teror. Bisa disebut, buku yang ditulis dan hak ciptanya ini dimiliki bersama-sama oleh Yee dan Aimee Molloy merupakan sebuah pembelaan diri Yee terhadap tuduhan-tuduhan pemerintah atas dirinya yang tidak terbukti, sekaligus menguak praktik-praktik buruk dalam militer Amerika Serikat khususnya terkait penanganan tahanan dalam perang melawan teror, dan bagaimana paranoidnya sebagian warga Amerika Serikat terhadap muslim, khususnya pemerintah dan militer, setelah penyerangan WTC.

USA Today dan The Sunday Times menyebut buku tulisan Yee dan Molloy ini "menggelisahkan". Kompas menyebut "Washington paranoid." Tempo menyebutkan bahwa Yee menderita berbagai tekanan karena ras dan keyakinannya. Republika menulis bahwa Yee menerima perlakuan yang tidak berbeda dari tahanan-tahanan di Kamp X-Ray di Guantanamo.

Menurut saya, buku ini adalah sebuah buku non fiksi yang ditulis dengan detil-detil yang penting untuk membuat pembaca memahami apa yang telah dihadapi Yee selama bertugas di Guantanamo dan setelah dicurigai melakukan kegiatan mata-mata untuk musuh negaranya. Dan seperti kata The Washington Post, buku ini "sarat dengan pengungkapan rahasia". Meskipun Yee telah dibebaskan dari segala tuduhan, tetapi dia tetap berkeras mengajukan pertanyaan-pertanyaan terhadap kejanggalan-kejanggalan yang ditemuinya selama berdinas sebagai Kapten Angkatan Darat Amerika Serikat.

Fitur

  • Judul Asli : For God and Country: Faith and Patriotism under Fire
  • Penulis : James Yee dan Aimee Molloy
  • Penerbit : Public AffairsTM, New York
  • Hak Cipta : © 2005, James Yee, Aimee Molloy
  • Hak Cipta Terjemahan Bahasa Indonesia : © 2006, Dastan Books, Jakarta.
  • Penerjemah : Soemarni
  • Penyunting : Marvel Neydi
  • Cetakan : Pertama, 2006
  • Halaman : 356
  • Ukuran : 24 cm (tinggi) x 16 cm (lebar)
  • ISBN : 979-3972-08-04

Terimakasih

Terimakasih telah mengunjungi. Semoga ini bisa menghibur dan mungkin berguna. Segala tanggapan, masukan, saran, kritik, bantahan, pelurusan informasi, dan sebagainya, akan sangat saya hargai.

Inisiatif Arteem Discord
Steem Community Discord
The City of NeoXian
The Freedom Tribe Discord
Slot Kosong
Tpot Discord

Orang Indonesia


@aneukpineung78 | Telegram Saya

Sort:  

@aneukpineung78 Thank you for not using bidbots on this post and also using the #nobidbot tag!

Coin Marketplace

STEEM 0.26
TRX 0.11
JST 0.033
BTC 64014.44
ETH 3064.06
USDT 1.00
SBD 3.86