Bulan Semerah Darah di Langit Kota

in #astronomy7 years ago

bulan tribun sumbar.jpg
Ilustrasi foto dari Tribun Sumbar

Januari baru saja Usai. Aku menutup cerita awal tahun Masehi ini dengan sangat manis. Sesaat sebelumnya, ketika orang-orang ber-euforia dengan fenomena Gerhana Matahari Total, yang disertai dengan fenomena bloodmoon atau bulan semerah darah, aku malah sama sekali tak tertarik untuk membicarakan, apalagi menyaksikannya. Sama sekali tidak membuatku antusias.

Sepanjang sore kemarin hingga malam aku mengurung diri di rumah. Menenggelamkan diri dalam buku bacaan dan menonton film kesukaan. Inilah saat aku membaui tubuhku dengan aroma buku yang menggelitik syaraf. Menggelitik imajinasi! Sambil menikmati hangat tubuh yang suam-suam kuku.

Sekonyong-konyong ingatanku berkelana pada sekeping peristiwa beberapa tahun silam. Kepingan yang berujung pada cerita tentangmu, tentu saja. Suatu senja di bulan September, empat tahun yang lalu. Aku sedang menunggu jemputan yang akan mengantarku ke terminal. Di kota itu. Aku duduk di bangku dekat loket penjualan tiket. Berbaur dengan penumpang yang lain namun tidak saling berinteraksi. Aku sendiri sedang malas, walau sekadar untuk bercakap-cakap dan berbasa-basi.

Suasana hatiku sedang tak baik. Sebentar-sebentar kulihat layar ponselku, berharap berdering atau ada pesan yang masuk. Nihil. Waktu terus bergulir. Ia takkan peduli sekalipun aku memintanya untuk berhenti berdetak, walau sedetik saja. Sebentar-sebentar kujulurkan pandangan ke arah jalan, barangkali ada sosok yang lewat dan kukenali. Sosokmu tentu saja.

Dalam rentang waktu sekitar pukul tujuh malam itu, langit masih terang, tapi warna semesta mulai bersalin rupa. Aktivitas lalu lintas masih sama sibuknya. Tak ada perbedaan di jam-jam tertentu. Apalagi di kota besar seperti itu. Siang dan malam nyaris tak ada beda. Kecuali, tentu saja, usia yang terus bergerak. Di suatu titik, kita kaget melihat perubahan diri sendiri.

Saat itulah, tanpa sengaja aku menoleh ke langit, dan di antara julang menjulang bangunan tinggi, aku melihat bulan menyembul dengan warna tak biasanya. Bulat, besar, seperti mata yang nyaris mencelat dari pelupuknya. Warnanya lebih pekat dari kuning telur.

Baru kusadari, terangnya malam yang seharusnya sudah gelap itu tak lain karena pendar bulan yang semerah darah itu. Aku, --dengan kondisi hati yang sedang tidak baik itu-- berusaha memperjelas pandangan. Tapi gedung-gedung yang menjulang tinggi itu menghalau pandanganku.

Bloodmoon malam tadi lagi-lagi mengingatkanku pada potongan fragmen itu. Di terminal, seorang diri, menunggu, dan yang ditunggu tak pernah datang. Dan yang tak pernah datang hingga aku pergi itu karena sedang test drive mobil baru. Pada saat itu juga rasanya aku ingin menjadi drakula, atau vampire, bukankah di atas sana langit sedang purnama dan berwarna semerah darah?[]

Sort:  

September Berdarah itu kak, hhhahah
Tambah celaka bila kakak ingin jadi serigala juga.

Auuuuuuummmmmm hahaha

Duh, seseorang, kenapa kau membiarkan Ihan seorang diri di terminal?

Postingan bek hana sagai hahahahah....sengaja didramatisir sikit, padahal udah jumpa sehari sebelumnya wkwkwkwkwk

Aini nggak lihat langsung, semalam. Soalnya, udah keasikan lihat yg difoto sama kangkawan. Berseliweran di segala socmed :D

iyaaa, aku juga hahaha....malah malam ini tadi baru lihat,

Coin Marketplace

STEEM 0.17
TRX 0.13
JST 0.028
BTC 59452.12
ETH 2603.11
USDT 1.00
SBD 2.39