Buku Antologi Puisi "Sendja Djiwa Pak Budi" akan Diluncurkan
Oleh : Suyadi San
Buku antologi puisi "Sendja Djiwa Pak Budi" akan diluncurkan di Taman Budaya Sumatra Utara, Sabtu 14 April mendatang, mulai pukul 14.00 WIB. Buku ini diterbitkan Sanggar GENERASI dan Gerhana Medan atas sokongan para kontributor dan donatur yang prihatin terhadap kasus yang dialami almarhum Achmad Budi Cahyanto, guru seni budaya di Sampang, Madura, Jawa Timur.
Sebagaimana diketahui, Kamis, (1/2/2018) sekitar pukul 13.00 WIB pada saat sesi jam terakhir, Guru Budi sedang mengajar Mata Pelajaran Seni Rupa di kelasnya. Konon, saat jam pelajaran, seorang muridnya tidak mendengarkan pelajaran dan justru mengganggu teman-temannya dengan mencoret-coret lukisan mereka.
Melihat ini, sebagai guru, Budi menegur sang murid, namun tidak dihiraukan. Kabarnya, sang murid malah semakin menjadi-jadi mengganggu teman-temannya. Akhirnya Budi menindak siswa tersebut dengan mencoret pipi dengan cat lukis. Sebuah coretan kasih sayang.
Tetapi, si murid tidak terima, lalu Guru Budi dipukul dan dicekiknya. Peristiwa ini kemudian dilerai siswa. Guru Budi kemudian dibawa ke ruang guru, menjelaskan duduk perkaranya kepada Kepala Sekolah.
Saat itu Kepsek tidak melihat adanya luka di tubuh dan wajah Pak Budi dan kemudian mempersilakan agar pak guru pulang duluan, jelas berita yang beredar sekolah.
Setiba di rumah, korban langsung istirahat karena mengeluh pusing dan sakit kepala. Sekitar pukul 15.00, korban dibawa ke Puskesmas Jrengik, Kabupaten Sampang. Karena pihak Puskesmas tidak mampu menangani, korban kemudian dirujuk ke rumah sakit daerah Kabupaten Sampang. Korban kembali dirujuk ke rumah sakit DR Soetomo, Surabaya.
Pihak rumah sakit kemudian menangani korban dan korban dinyatakan mengalami mati batang otak (MBO), yang menyebabkan seluruh organ tubuhnya tidak berfungsi. Dokter memprediksi, korban tidak akan hidup lama.
Sekitar pukul 21.40, korban dinyatakan meninggal dunia. Korban kemudian langsung dibawa pulang ke rumahnya di Sampang. Jenazah, diantar ribuan warga ke tempat pemakaman umum di Jalan Raya Piliang, Desa Tanggumung, Kecamatan Kota Pamekasan, Kabupaten Sampang, Provinsi Jawa Timur, Jumat (2/2/2018).
Ilustrasi dari simpatisan almarhum Achmad Budi Cahyanto (sumber : Facebook ABC)
Anomali
Kita semua tentu sangat menyayangkan insiden tersebut. Kita prihatin karena peristiwa itu terjadi saat jam pelajaran di kelas.
Persoalan ini sangat serius dan memang harus ditindaklanjuti secara hukum.
Namun, apa sebenarnya yang terjadi di negeri ini? Seperti ada sesuatu yang hilang dan anomali dari sendi peradaban bangsa.
Anomali peradaban generasi bangsa sebenarnya sudah dikuatirkan Achmad Budi Cahyanto, jauh hari. Melalui akun facebook-nya tertanggal 9 Juni 2015, ia menulis status :
"bahkan kalian tega dan tidak enggan
menyaksikan menyiksa gurumu wahai murid
air mata mana yang akan kalian suguhkan di pangkuannya?
penyesalan macam apa yang akan kalian haturkan di hadapannya?
lantas ke mana arahmu melangkah tanpanya/
lantas siapa penuntunmu jika bukan dirinya?
dosamu padanya tidak ada ampunannya tanpa ampunannya
pikirkan jika hatimu masih ada!
perhatikan jika pikiranmu belum binasa!"
Berkaitan itu, saya dan Tsi Taura bersepakat mengumpulkan puisi tentang peristiwa menjadi satu buku. Tsi Taura ini selain penyair, juga penegak hukum. Dari dialah ide penerbitan buku muncul.
Berita di Harian Sinar Indonesia Baru (sumber : WA pribadi wartawan SIB kepada penulis)
Kami spontan mengajak sastrawan, pendidik serta pemerhati pendidikan atau siapapun yang berempati kepada kasus Pak Budi ini , untuk merefleksikan hal ini melalui puisi. Mungkin dengan puisi, kita bisa menggugah siapa saja tentang insan cendikia ini. Semoga tidak ada Pak Budi-Pak Budi lain bernasib serupa.
Alhamdulillah, sehari setelah kami umumkan tentang undangan menulis puisi via jejaring sosial, terhitung sejak 5 Februari 2018, kiriman puisi berdatangan di pos elektronik kami. Bahkan, respon pertama datang dari penulis di Bali dan Bengkulu, bahkan dari Johor, Malaysia, menyusul daerah-daerah lain.
Kami gembira dukungan dari teman-teman sastrawan, pendidik, pemerhati pendidikan, dan pers datang silih-berganti melalui puisi dan berita secara berjejaring. Tidak hanya berasal dari dalam negeri, tetapi juga luar negeri, yaitu Malaysia. Termasuk, warga Negara Indonesia yang tinggal di luar negeri (Jerman dan Korea Selatan) , baik sedang bekerja maupun melanjut pendidikan.
Puisi-puisi juga berdatangan dari seluruh penjuru Nusantara, yaitu dari Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Bali, dan Nusa Tenggara.
Hingga batas akhir pengiriman puisi pada 25 Februari 2018, 119 orang penulis mengirimkan 206 puisi. Ada yang mengirim satu judul, dua judul, dan tiga judul. Ada juga yang mengirim setelah batas akhir tersebut, namun kami belajar konsisten untuk menerima karya tersebut walau tidak disertakan dalam buku antologi ini.
Puisi-puisi tersebut selanjutnya dikurasi oleh Tim Kurator yang terdiri atas Shafwan Hadi Umry, Mihar Harahap, dan Sartika Sari. Para kurator meloloskan sekitar 181 puisi dari 118 orang. Begitupun, keputusan akhir berada pada kami selaku penggagas.
Sendja Djiwa
Buku antologi puisi ini pun kami beri nama "Sendja Djiwa Pak Budi". Kata "sendja djiwa" kami kutip dari judul lagu almarhum Budi yang diunggahnya di Instagram.
Almarhum Achmad Budi Cahyanto (sumber : Instagram ABC)
Firasat akan pergi selamanya rupanya sudah dirasakan sang guru. Hal ini tampak dari video yang diunggah di akun instagramnya terakhir.
Guru berusia 27 tahun ini mengunggah cuplikan album musik berjudul "Sendja Djiwa" yang dimainkan bersama grup musiknya.
Menariknya, lirik yang ditampilkan di instagramnya menunjukkan seolah-olah dia akan pergi.
"Satu, satu pergi.... satu, satu hilang...."bunyi lirik di lagu tersebut yang diunggah 3 Januari 2018.
Menurut murid-murid dan rekan sekerjanya sebagaimana dilansir para awak media, Guru Budi memang dikenal piawai bermain alat musik seperti biola. Bahkan, video saat dia bermain biola menyebar viral di media sosial. Di akun instagramnya, dia kerap mengunggah aksinya bermusik.
Selain piawai bermusik, Guru Budi juga mahir melukis. Tak salah, kalau dia diangkat menjadi Guru Bidang Studi Seni dan Budaya. Dia juga pernah mengunggah karya-karya lukisnya beraliran surealis. Guru Budi juga aktif mengikuti sejumlah pameran lukis bersama pelukis-pelukis lainnya. Penyair D. Zawawi Imron pun membeberkan fotonya saat bersama Budi.
Penyair D. Zawawi Imron saat bersama almarhum Achmad Budi Cahyanto dkk dalam satu kegiatan pameran lukisan di Jawa Timur. (sumber : Foto kiriman Zawawi Imron via WA pribadi kepada penulis)
Penyair D. Zawawi Imron foto bersama istri dan orang tua almarhum Achmad Budi Cahyanto di kediaman almarhum. (sumber : D. Zawawi Imron di GWA Ruang Sastra)
Peluncuran
Peluncuran buku yang ditaja Sanggar GENERASI Medan ini akan diisi beberapa kegiatan. Sejumlah orang sudah menyatakan kesediaannya memberikan testimoni, pembacaan puisi, musikalisasi puisi, doa bersama, dan tentu saja lelang buku.
Wakil Wali Kota Medan Ir. Akhyar Nasution, M.Si. bersedia memberikan testimoni mewakili warga kota Medan. Apalagi, penerbitan buku ini dilakukan di Medan. Sementara Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan Drs. Hasan Basri dan Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Sumatra Utara Dr. Ir. Hidayati, M.Si., juga akan memberikan testimoni mewakili tokoh pendidik dan budaya.
Pihak Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Kepala Balai Bahasa Sumatra Utara Dr. Fairul Zabadi juga akan memberikan testimoni. Begitu juga Ikrimah Hamidy, S.T., M.T., serta ketua dewan kesenian setempat.
Untuk pembaca puisi, penyair Roslan Madun dari Malaysia menyatakan kesediaannya untuk datang dan membaca puisi. Begitu juga penyair Siwi Widjayanti, telah memesan tiket pesawat dari Jakarta untuk sengaja menghadiri acara ini. Sementara, Mulia Akcin, kontributor puisi dari Jerman mengutus keluarganya untuk tampil membaca puisi.
Pengisi acara lainnya, Sanggar Rumput Hijau Binjai, Sanggar Techno's Percut Sei Tuan Deliserdang, pakar politik Shohibul Anshor Siregar, pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten Pringsewu, Lampung, Suchairi Sibarani, mantan Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan Umar Zein, dan sebagainya. Bahkan, Wan Hidayati, Ikrimah Hamidy, dan Hasan Basri tidak hanya akan memberi testimoni, tetapi juga bakal membacakan puisinya.
Donasi
Peluncuran buku antologi puisi "Sendja Djiwa Pak Budi" juga sekaligus awal pengumpulan donasi untuk keluarga almarhum Achmad Budi Cahyanto. Hal ini sesuai dengan tema kegiat as n, ysitu "Berpuisi dan Beramal, Mengetuk Nurani".
Sebagai perdana, dilakukan melalui lelang terbuka dan lelang tertutup. Pelelangan buku secara terbuka, para peserta akan menyebutkan secara lisan jumlah buku yang akan dibeli saat acara berlangsung. Sedangkan lelang tertutup akan dilakukan melalui kupon atau formulir tertulis yang disediakan panitia. Seluruh hasil lelang akan diumumkan di pengujung acara.
Nah, apa lagi? Ayo rame-rame hadiri acara ini.
Salah satu lukisan surealis almarhum Achmad Budi Cahyanto yang menjadi ilustrasi sampul antologi puisi "Sendja Djiwa Pak Budi" (sumber : WA Zawawi Imron di GWA Ruang Sastra)
Congratulations @suyadisan! You have completed some achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :
Award for the number of upvotes received
Click on any badge to view your own Board of Honor on SteemitBoard.
For more information about SteemitBoard, click here
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word
STOP