Balinese Dancer And Banana Leaves Doodle For New Batik Pattern (Bilingual)

Again I am posting about a new modification of batik, this time I want to add more, which is the banana leaves pattern which combine with typical Balinese pattern, square black and white. Banana leaves itself is very exotic according to my opinion, and used a lot in Balinese drawings as well, but it is very rare to be used as batik pattern. For me, it represents a lot, not only its comforting our eyes, but also a lot of meaning Banana tree will never die before it give us their fruit and its leaves are really important for Indonesian for a lot of purposes.

Lagi saya membuat posting modiikasi batik, dan kali ini saya ingin menambahkan sedikit, yaitu pola daun pisang yang dikombinasikan dengan motif Bali, yaitu kotak-kotak hitam putih. Daun pisang sendiri sangat eksotis menurut saya, dan banyak digunakan di berbagai hasil karya seni masyarakat Bali, tetapi cukup jarang dipakai sebagai motif batik. Bagi saya, daun-daun ini bukan hanya membuat sedap dipandang tetapi juga memiliki banyak makna. Pohon pisang tidak akan pernah mati sebelum memberikan buahnya dan daunnya sangat penting bagi masyarakat Indonesia untuk berbagai macam kegunaan.

Bali is welknown all around the world for its beauty and culture. It is called Paradise island which is true, a lot of tourist really like to visit Bali, both local and international. It feels like there is something missing if we haven’t come and visit Bali. I was learning Balinese dance when I was a kid and since I was teenager, I have been visiting Bali a lot of times and never get bored. I am overwhelmed by the environment and the people, Bali triggers my imagination to always create art works, just like most Balinese people do.

Bali sangat terkenal di dunia akan kecantikannya dan budayanya. Disebut sebagai pulau dewata karena memang begitulah adanya, selalu dijadikan destinasi wisata penting oleh banyak turis datang dari dalam negeri maupun manca negara. Seperti ada yang kurang bila belum pernah mampir ke sana. Lagipula, sewaktu kecil saya belajar menari Bali dan sejak remaja saya sudah sering ke Bali dan tidak pernah bosan. Saya merasa nyaman dengan lingkungannya dan juga masyarakatnya, Bali memicu imajinasi saya untuk terus menghasilkan karya seni, seperti yang juga dilakukan oleh banyak penduduk di sana.

There are a lot of beautiful moments that I will never ever forget about Bali, and legong dancer in Ubud is one of them. She dance so gracefully and elegant that made my eyes really focus on her. The way she moves, oh my God, unbelievable. That is why I am drawing a balinese dancer as an expression how I love the way she dance.

Ada banyak kenangan indah yang membuat saya tidak bisa melupakan Bali, dan seorang penari legong di Ubud adalah salah satunya. Dia menari begitu cantik dan luar biasa, sampai saya tidak mau berpaling. Caranya menari, ya ampun, luar biasa banget! Oleh karena itulah saya membuat doodle seorang penari Bali dalam batik ini, sebagai ekspresi bahwa saya sangat suka dengan caranya menari.

There is also square black and white pattern that you can find in anything related to religion in Bali, including dancing. Dancing is part of religious ritual for Balinese and it becomes very sacral, that’s why it is so magical. This pattern is called “Kain Poleng” in Bali and symbolyzed the balance or harmony in nature. In this world there is happiness and sadness, hot and cold, good and bad that can’t be seperated.

Saya juga menambahkan pola hitam putih yang dapat ditemukan ke manapun kita pergi di Bali, semua yang berhubungan dengan kegiatan keagamaan termasuk menari. Menari adalah sebuah ritual keagamaan bagi masyarakat Bali dan karena itulah menjadi sangat skaral dan begitu magis. Pola yang disebut dengan “Kain Poleng’ ini adalah simbol keseimbangan atau harmoni alam. Kita tidak akan pernah bisa dipisahkan dari sedih dan bahagia, panas dan dingin, baik dan buruk di dunia ini.

This is the process how I make this pattern and doodle, I hope you enjoy it.

Inilah proses pembuatannya dan semoga Anda menyukainya.

Bandung, 3 September 2018

Warm regards – salam hangat selalu,

Mariska Lubis