Acenologi-filsafat Aceh
“Ilmu pertama dalam dunia psikis manusia : Seluruh manusia diciptakan dengan rasa ingin tahu dan penasaran yang tinggi daripada makhluk hidup lainnya. Ketika terdapat objek yang bisa membuat mereka teralihkan.” (EL)
Di hari yang sangat diberkahi ini saya akan mengajak kembali teman-teman untuk mengarungi tulisan yang penuh dengan sejuta makna yang saya review dari buku Acehnologi yang ditulis oleh Kamaruzzaman Bustamam – Ahmad, PH.D. Pada kesempatan ini saya akan mereview tentang judul Filsafat Aceh Berikut ulasannya :
Berbicara tentang filsafat, seperti kata-kata pembuka awal penulisan ini yaitu “ seluruh manusia diciptakan dengan rasa ingin tahu dan penasaran yang tinggi ....” dari rasa ingin tahu dan penasaran yang inilah telah melahirkan yang filosof yang critical thinking. Filsafat barat telah melahirkan tokoh yang dikenal diseluruh penjuru dunia, seperti aristoteles salah satu contohnya dengan pendapatnya “filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang berisi ilmu metafisika, retorika, logika, etika,ekonomi, politik dan estetika (filsafat keindahan).” Filsafat timur juga tidak mau kalah mereka juga memiliki tokoh filosof yang pemikirannya menjadi bahan kajian.
Seperti halnya filsafat Barat dan filsafat timur, apakah Filsafat Aceh juga melahirkan tokoh yang dikenal karena kekritisannya dalm berpikir? Apakah Aceh tidak mempunyai tokoh yang berpikir tidak hanya dari permukaan saja namun mendalaminya hingga keakar-akarnya?
Aceh bukan tidak memiliki tokoh yang dikenal karena kekritisannya dalam berpikir, dan Aceh bukan tidak mempunyai tokoh yang mempunyai pola berpikir tidak hanya dari permukaan lalu ia langsung menerimanya, namun ia mendalaminya hingga keakar-akarnya untuk menemukan kebenaran yang sesungguhnya.
Seperti salah satu contoh Hamzah al fansuri sufi, beliau seorang cendikiawan, budayawan dan sastrawan terkemuka pada pertengahan abad 16 dan awal abad 17 dikawasan Melayu-Aceh. Beliau juga sosok pelopor dan pembaharu, intelektual yang berani mengkritik opara penguasa. Beliau juga mempelopori penulisan risalah tasawuf secara sistematis dan ilmiah. Namun jika kita tanyakan kepada generasi sekarang apakah mereka mengenal Hamzah al fansuri sufi layaknya mereka mengenal aristoteles, immanuel kant, mungkin hanya segelintir saja yang mengenalnya.
Didalam bukunya Acehnologi volume 2, Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad, PH.D mengatakan bahwa “Filsafat Aceh adalah kesadaran menemukan jati diri dikalangan orang Aceh untuk meluapkan rasa ingin tahu dari hal-hal yang paling hakiki untuk diketahui oleh manusia yaitu tuhan, alam, dan manusia itu sendiri. Disini dipahami bahwa filsafat Aceh membentuk karakter dan ciri khas orang Aceh yang memiliki kesadaran pada titik-titik kemajuan berpikir di dalam suatu ruang dan waktu untuk membuktikan bahwa ada keinginan pada diri orang Aceh agar dapat bertahan sebagai suatu entitas peradaban di dunia ini. “ (pg.476)
Upaya yang harus kita lakukan untuk mengembalikan kembali kefilsafatan di Aceh yaitu dengan mengajarkan kepada generasi yang akan datang dimulai dari generasi terbawah.