Bahasa Aceh di Steemit, Standar Penulisan GAM atau Standar Unsyiah?
Bahasa Aceh punya penutur sekira 10 jutaan orang. Dengan perkiraan hitungan, penduduk di Aceh ada 5 juta orang. 80 % memakai bahasa Aceh. Dan, orang Aceh yang lebih banyak berada di luar Aceh, orang Aceh perantauan dan diaspora. Mereka ada sekira 10 juta orang, tersebar di seluruh Indonesia, dan banyak negara lain di seluruh benua, yang telah tersebar sejak perang dengan Belanda (1873 Masehi).
Ada beberapa kalangan di Aceh yang menginginkan bahasa Aceh menjadi bahasa tulis, dan dikemas dengan lebih baik, karena pihak tersebut menganggap itu terancam punah.
Sementara, menurutku, bahasa Aceh tidak terancam. Walaupun memang benar, ada beberapa kosa kata yang hampir hilang di perkotaan, akan tetapi, dengan karakter orang Aceh, mereka tetap mewariskan bahasa Aceh kepada anaknya, walaupun ada sebagian orang sekarang lebih banyak mewariskan dua bahasa, Aceh dan Indonesia.
Apakah cocok bahasa Aceh dipakai di steemit?
Cocok, cuma pada waktu pertama kali penggunanya akan sedikit. Penialaian ini berdasarkan di yang telajh ada, luar steemit, tulisan berbahasa Aceh sedikit dibaca.
Hal itu disebabkan tidak ada panduan menulis dan membaca bahasa Aceh yang dibuat secara standar Aceh dan diketahui secara umum. Itu menyebabkan, ada beberapa orang yang menulis dalam bahasa Aceh menulis dengan cara yang dianggapnya benar sendiri.
Jika digunakan di Steemit, maka, pertama kali, bahasa Aceh akan sedikit pembaca, namun, seelah beberapa postingan, akan banyak juga juga pembacanya, seperti bahasa Inggris dan bahasa lainnya. Itu lebih dipengaruhi oleh siapa yang mempromisikan itu dan dan bagaimana bahasa itu dipromosikan.
Photo Source
Walaupun sedikit pembaca, akan tetapi dalam beberapa tahun belakangan ini, ada sebagian orang yang telah menulis dengan bahasa Aceh menggunakan diakritik yang standar Eropa (Bahasa Aceh lebih dekat dengan pengucapan Prancis, Jerman, dan Inggris). Orang GAM menggunakan diakritik tersebut, juga orang Unsyiah (Universitas Syiah Kuala), sebuah kampus paling besar di Aceh dan punya peringkat baik di Indonesia.
GAM dan Unsyiah menggunakan diaritik yang sama, standar Eropa. Akan tetapi, ada perbedaan di antara mereka, dalam ejaan. Unsyiah menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) -sekarang ejaan PUBI (Pedoman Umum Bahasa Indonesia); Sementara GAM (ex GAM), menggunakan ejaan Suwandi (Ejaan Indonesia dalam huruf Latin setelah ejaan Van Ophuijsen (Belanda) di Indonesia.
(Ex) GAM menggunakan ejaan Suwandi tersebut, (menurut perkiraanku) mungkin karena itulah ejaan yang digunakan oleh Hasan Tiro (Dr Muhammad Hasan di Tiro, pencetus GAM-Gerkan Aceh Merdeka-1976-2005), yang menghindari menggunakan EYD karena dibuat di masa Suharto (Musuh terbesar Hasan Tiro). Ejaan bahasa Aceh yang digunakan Hasan Tiro dan GAM, disusun oleh Dr Husaini Hasan. Kalau itu disebut karena berdasarkan sejarah, maka dalam sejarahnya, Aceh menulis dalam aksara Arab (sebelumnya ada aksara sendiri semacam huruf Pallawa tapi bukan), yang jelas bukan aksara Latin.
Saya pernah beberapa kali menulis artikel dalam bahasa Aceh, akan tetapi saya tidak suka menulis itu, disebabkan itu mengingatkanku pada perang yang terjadi di masa konflik Aceh dan belum ada ketentuan otoritas tentang cara menulis dalam bahasa Aceh. Aku juga tidak suka menulis pesan teks singkat (SMS) atau status mesia sosial dalam bahasa Aceh, karena ketika orang membalasnya, ejaan mereka hancur lebur, bikin pening.
Maka aku memilih memakai bahasa yang penulisannya dimengerti bersama. Aku memang ingin ada ketentuan penulisan bahasa Aceh, supaya ada keseragaman penulisan, dan kalau sudah ada, aku akan suka menuliskan sesuatu dalam bahasa Aceh.
Bagaiman bahasa Aceh di Steemit? Kalau Steemit setuju untuk menggalakkan bahasa Aceh, aku akan menulis dalam bahasa Aceh, --sebelumnya harus disepakati dulu, kita menggunakan standar penulisan yang mana?-.
Pertama sekali, sekira tahun 2000, aku belajar menulis bahsa Aceh di kamp gerilya, pada sebuah pelatihan. Itu menggunakan ejaan Suwandi dan diakritik ala Eropa, aksara Latin. Akan tetapi setelah damai, jika aku menulis dalam bahasa Aceh, aku menggunakan diakritik standar Eropa dengan ejaan EYD, bukan Ejaan Suwandi seperti yang Hasan Tiro and Dr Husaini Hasan gunakan.
Hal itu karena, EYD lebih sederhana, dan menurutku, bahasa Latin itu ada di Aceh setelah Belanda datang (setelah 1873), sebelumya, selama ratusan tahun Aceh menggunakan huruf Arab untuk menulis (huruf yang paling banyak dipakai di dunia sepanjang zaman itu, zaman abad pertengahan sampai akhir abad 19).
Photo Source
Banyak manuskrip Aceh yang masih ada sekarang di beberapa museum besar negara maju, tertulis dalam aksara Arab, dalam bahasa Arab dan Jawi, hanya beberapa yang beraksara Arab dan dalam bahasa Aceh. Tidak ada yang beraksara Latin, karena di masa itu huruf latin sedikit pemakainya.
Maka, aku tidak sependapat dengan Hasan Tiro dalam hal ejaan untuk Aceh dalam aksara Latin. Walaupun demikian, penulisan bahasa Aceh yang dipakai oleh (ex) GAM adalah benar secara akademik, itu ilmiah, dan merekalah pahlawannya, pahlawan dalam menghidukan dan membudayakan bahasa Aceh lagi.
Photo Pource
Sementara itu, aksara yang telah disepakati oleh para ahli bahasa di Unsyiah, walaupun telah diterbitkan buku, namun, tidak tersebar luas di dalam masyarakat, sehingga mereka tidak tahu bahwa panduan standar untuk enulis bahasa Aceh sudah ada.
Itulah kelemahan Unsyiah dan kampus lain di Aceh, juga Indonesia. Mereka cenderung hanya melakukan sesuatu untuk kentingan (proyek) akademik, bukan untuk diketahui masyarakat, tidak ada usaha untuk sosialisasi ke dalam masyarakat luar, tidak ada usaha untuk mencerdaskan masyarakat umum di laur kampus.
Karena itu, banyak hasil penelitian di kampus-kampus itu hanya dicetak beberapa salinan, dan sisimpan di rak pustaka, sampai busuk dimakan rayap, kemudian dibakar.
Dan tentang penulisan bahasa Aceh, GAM adalah pelopornya, bukan Unsyiah. GAM mengampanyekan bahasa Aceh dimulai tahun 1976, dan secara besar besaran dalam gelombang besar sejak tahun 1998. Orang Aceh harus berterima kasih pada GAM khusus tentang menghargai bahasa Aceh.
Mereka berusaha membuat semua hal ditututkan dalam bahasa Aceh kembali, yang kemudian ada anekdot juga, seperti menerjemahkan kata yang di Aceh tidak pernah diucapkan, misalnya, kata ‘terima kasih’, yang diterjemahkan ‘teurimong geunaseh (terima kekasih)’ atau ‘teurimong gaseh’ (terima kasih).
Sebenarnya, tidak ada kata seperti itu dalam budaya Aceh. Aceh berterima kasih tidak dalam kata-kata, tetapi dalam tindakan. Kata hanya diucapkan ‘ahlamdulillah’ (segala puji bagi Allah –Tuhan semesta alam--). Yang paling menentukan, mereka (GAM) menulis surat dan buku dalam bahasa Aceh. Itu luar biasa untuk sebuah gerakan politik nasionalisme garis keras seperti itu.
Ada beberapa orang kawan menyarankan akau membuat kamus bahasa Aceh, tetapi aku menolaknya, karena, kuanggap ada pihak yang lebih kompoten untuk melakukannya. Namun, kulihat sekarang sudah ada beberapa kamus bahasa Aceh, aku tidak melihat semuanya, tetapi yang telah kulihat, ejaan dan diakritiknya salah, menurutku. Aku memang ingin pembuatan kamus bahasa Aceh itu dilakukan oleh para akademisi senior, para professor bahasa, dan praktisi berpengalaman seperti GAM. Setelah sebelumnya, mereka menyepakati tentang ejaan dan penulisannya.
Photo Source
Kembali pada tema utama, apakah bahasa Aceh cocok di steemit? Cocok. Saya tidak tahu apakah bahasa Aceh ada di google translate, tapi kalau pedia dalam bahasa Aceh ada, juga acehpedia. Karena di Asia Tenggara pengguna steemit pertama dan selalu terbanyak adalah orang Aceh.
Pengguna steemit terbanyak di Asia Tenggara adalah orang yang bahasa ibunya adalah bahasa Aceh. Namun selama ini mereka memakai bahasa Inggris. Kemudian datang kelompok baru (yang diajarkan steemit oleh kelompok pembuka jalan yang menggunakan bahasa Inggris, dan kelompok baru itu menggunakan bahasa Indonesia, dan dianggap pengkhianat oleh pengguna steemit era pertama yang memilih bahasa Inggris, yang mengajarkan mereka).
Bagi kurator steemit untuk Asia Tenggara, mungkin bisa mempertimbangkan untuk membuka steemit berbahasa Aceh.
Dan untuk keabsahan standar penulisan bahasa Aceh, saya menyarankan kepada masyarakat dan pemegang kuasa tentang bahasa untuk membuat konferensi kecil tentang penulisan bahasa Aceh, antara pihak senior ahli bahasa di Unsyiah dengan pihak (ex) GAM, supaya ada satu keseragaman penulisan, dan 5 juta penduduk Aceh (serta 10 jutaan diaspora Aceh di luar) dapat memahaminya, walaupun tidak semuanya menulis dalam bahasa Aceh.
Selamat untuk steemit yang telah berusaha memperbanyak bahasa, selamat untuk (ex) GAM dan Unsyiah yang telah menentukan cara menulis dalam bahasa Aceh menurut akademik walau beda ejaaan. Saya bersyukur dapat menulis di steemit, dan bersyukur dapat mengetahui cara menulis bahasa Aceh versi GAM dan versi Unsyiah.
Banda Aceh, 18 Februari 2018
Thayeb Loh Angen (@peradabandunia)
Mantap...
bahasa aceh luar biasa
I find first loving icon from your article is very nice. @kabirlec9</a
Lon galak tuturan bahasa aceh yang geusampo lei alm tgk hasan tiro, mehi that bahasa yang jroh dan sarat makna keacehan...
Terima kasih informasinya. Sangat memberi pencerahan.