Sepotong Kisah dari Masa Silam

in #aceh6 years ago (edited)

image
Suara jangkrik bersahut-sahutan tanpa henti, malam semakin beranjak kelam. Ku lirik jam dinding yang terus merangkak pelan, lama sekali rasanya waktu berputar. Walaupun sudah berulang kali mencoba menutup mata ini, namun ia masih enggan terpejam.

Lelah dengan keadaan ini, aku beranjak bangun dan memutuskan keluar kamar. Tidak ada siapa-siapa di rumah ini selain diriku sendiri.

Ayah sudah lama meninggal, terkena serangan jantung karena sering melihat kerabatnya di pukul orang ketika konflik Aceh sedang berkecamuk dulu. Saat itu, aku masih terlalu kecil, kelas 3 Madrasah Ibtidaiyah. Sedangkan Ibuku, dia meninggal setahun setelah Ayah. Ibuku adalah satu dari ratusan atau bahkan ribuan wanita tak bersalah, yang jadi korban kekejaman era perang Aceh dengan pusat.

Dulu aku tinggal bersama miwa ku (tante - red). Dia seorang janda tanpa anak, suaminya juga meninggal tatkala perang berkecamuk. Lebih dulu dari kedua orangtua ku. Dia merawat kami (aku dan abangku) layaknya anak sendiri, di sekolahkan tinggi-tinggi agar kelak kami menjadi orang hebat seperti keinginan Ayah katanya. Namun, belum baru saja keinginan itu terwujud dia sudah lebih dulu harus pulang menghadap Ilahi. Tujuh bulan yang lalu dia meninggal karena sakit lambung yang dideritanya.

Abang ku sedang berada di wilayah timur Indonesia, sedang mengabdi untuk negeri dalam program SM3T yang dicanangkan pemerintah untuk para pendidik yang siap mengajar di wilayah terpencil. Sudah satu tahun lebih dia disana, tidak pernah pulang bahkan saat miwa meninggal. Itu memang permintaan miwa, memintanya jangan pulang jika Allah memanggilnya, jauh katanya. Cukup doa saja yang di hantarkan agar ia ditempatkan di tempat yang layak di sisi-Nya. Mungkin sekitar empat bulan lagi dia pulang, setidaknya aku tidak akan sendirian lagi di rumah ini.

Duduk di ruang tamu tengah malam begini aku merindukan kedua orangtua ku. Belasan tahun hidup tanpa kasih sayang mereka. Aku bahkan lupa bagaimana hangatnya pelukan mereka. Karena disaat mereka pergi, aku masih terlalu kecil untuk paham bagaimana sakitnya kehilangan. Tidak banyak kenangan yang bisa ku ingat, hanya sepotong-sepotong. Namun bagaimana mereka pergi, aku tidak akan bisa lupa.

Aku ingat betul, senja itu Ayah terjatuh di depan mata seluruh keluargaku. Saat itu, kami baru menerima kabar salah satu kerabat ditemukan tak bernyawa di pinggir jalan raya dengan kondisi yang menggenaskan. Dibunuh oleh orang yang tak dikenal. Ayah yang saat itu sudah terkena serangan jantung langsung saja terjatuh. Dan beberapa lama kemudian, dia harus menghembuskan nafas terakhirnya setelah rawat di puskesmas. Saat itu aku hanya melihat tangis ibu yang tertahan. Airmatanya berlinang deras, tapi tak ada suara idak tangis yang di perdengarkan kepada kami.

Setelah kepergian Ayah, kami hidup dalam kemiskinan. Sehari-hari ibu bekerja sebagai pembuat batu-bata di sebuah tempat usaha bata milik tetangga di kampung kami. Di waktu kosongnya, ia juga menyambi membersihkan lahan di samping rumah untuk di tanam cabe rawit dan singkong sebagai penghasilan tambahan agar dapur kami tetap mengepul. Aku dan abang yang masih sangat belia, kadang-kadang membantunya memanen cabe sepulang sekolah.

Dari banyak hal yang sering diceritakan miwa, segala kebutuhan hidup kami adalah hasil keringat ibu. Katanya kami tidak mungkin berharap dari sanak saudara, karena merekapun hidupnya sama susahnya seperti kami. Konflik membuat seluruh perekonomian keluarga di kampungku terhambat. Apalagi sebagian besar lelaki disana memilih meninggalkan gampong, untuk menghindari para tentara pusat atau anggota GAM yang kerap kali menjadikan warga biasa sebagai pelampiasan mereka.

Di tahun 2003, perang itu belum menunjukkan gelagat usai. Aku melihat orang-orang berbaju loren Saban hari kian bertambah, dan suasana gampong kian mencekam dan tegang.

Hari itu, aku dan abang sedang membantu membersihkan lahan di samping rumah. Kami membantu ibu sambil bermain dan bercanda layaknya anak kecil lain. Hingga ibu meminta kami berhenti dan menyuruh aku dan abang untuk pergi membeli beras di warung ujung jalan. Letaknya agak jauh dari rumah, dan itu satu-satunya warung di gampong yang jauh dari kota ini.

Dan semua itu terjadi, rasanya sesak harus mengingat ini kembali. Saat kembali ke rumah, dengan kepala ku sendiri melihat tubuhnya terbujur kaku bersimbah darah. Hal mengerikan itu tak pernah bisa ku lupakan begitu saja. Salah apa ibu ku, kenapa kehidupannya harus terenggut dengan cara seperti itu? Dan kenapa sampai hari ini tak ada yang mau mengaku bertanggung jawab atas kematiannya. Sama seperti ratusan wanita lain yang bernasib sama seperti ibuku, kenapa mereka harus menjadi korban atas perang yang tak pernah mereka dan kami impikan sama sekali?

"Belum tidur dek, Kenapa masih aktif jam segini, Insomnia lagi? Cobalah untuk beristirahat" Sebuah pesan messager dari abangku membuat aku tersadar dari semua kenangan pahit itu. Ah ya, aku tak sengaja membuka aplikasi salah satu media sosial ku, jadi abang pasti tau aku tidak tidur lagi malam ini seperti biasa.

Belasan tahun sudah berlalu, nyatanya sakit itu masih sama.

Best Regards


#NH

image

image

Sort:  

Keren bg tulisannya. Menarik ceritanya :)

Terima kasih banyak, salam literasi.

Eh, tapi saya perempuan loh 😁

Swmoga sakitnya lekas sembuh😜😜

Kisah ini hanya fiksi, tetapi kisah ini pernah di alami oleh hampir semua anak yatim akibat konflik dulu.

Terima kasih sudah berkunjung 😊

Catatan yang menarik, mari terus menulis

Terima kasih
Mohon bimbingannya juga

Turut berduka. Sungguh kami bersamamu. Alfatihah.

Terima kasih 😊

Membaca kisah ini, rasanya begitu sakit dan pilu. Semua orang Aceh merasakan konflik yang menyedihkan.

Iya, hampir semua orang Aceh pernah tergores hatinya ketika masa konflik. Entah itu s
Besar atau kecilnya.

Terima kasih sudah berkunjung

Allah tidak akan memberikan ujian melebihi kekuatan kita, maka bersyukurlah dirimu diberikan ujian seperti itu, karena itu bukti bahwa sebenarnya dirimu kuat. Bahagialah!

Alhamdulillah ini bukan ceritaku kak. Ini hanya karya fiksi yang terinspirasi dari kisah seorang kenalanku.
Terima kasih kak sudah sudi membaca dan berkunjung, terharu orang Sehebat kakak sudi membaca karya recehanku ini.

Luar biasa... Hehe salam

Terima kasih

Terima kasih 😊

Coin Marketplace

STEEM 0.17
TRX 0.13
JST 0.027
BTC 58092.92
ETH 2616.63
USDT 1.00
SBD 2.43