The Temple of Death (Mummy of HIV-AIDS): Mummi Mayat Penderita HIV-AIDS

in #aceh7 years ago

HIV.jpg

Hallo sahabat Steemians bertemu lagi dengan saya @alzamna. Semoga anda semua selalu dalam keadaan sehat. Pada kesempatan ini saya ingin berbagi pengalaman saya masih tentang HIV-AIDS. Guys.... pasti sering dengar kisah Mummy Fir’aun di Mesir kan? So pasti...., dan saya yakin mungkin ada beberapa dari kita yang sudah berkesempatan menyaksikan langsung jasad Mummy Fir’aun di Mesir. Tapi bagaimana dengan Mummy mayat pasien HIV-AIDS?? Waaah... emang ada ya? Ada Loo....., mungkin terdengar sedikir aneh atau menyeramkan. Yuk kita simak kisah selengkapnya.

Kisah ini berawal ketika saya masih kuliah S2 Keperawatan di Chulalongkorn University dalam masa pengerjaan Tesis. Saat itu beruntung sekali saya mendapatkan seorang pembimbing Tesis seorang Professor yang expert di bidang HIV-AIDS. Sembari mengerjakan Tesis sendiri, saya diundang oleh sang Professor untuk ikut terlibat dalam proyek besar penelitian tentang HIV-AIDS di Thailand yang di sponsori oleh Chulalongkorn University.

Chula.jpg
http://www.chula.ac.th/en/archive/9521

Proyek penelitian experimen pada penderita HIV-AIDS ini berpusat di Rumah Sakit Bangrak Hospital Bangkok. Berbeda dengan rumah sakit pada umumnya, rumah sakit ini adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan khusus hanya untuk penderita dengan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual saja, seperti penyakit sifilis (penyakit raja singa/kencing nanah), herpes simplex kelamin dan HIV-AIDS. Selama penelitian berlangsung, saya diundang untuk magang di rumah sakit tersebut selama 4 bulan. Suatu kesempatan langka bagi saya pribadi dapat menimba ilmu lebih mendalam tentang penyakit HIV AIDS langsung dari pakar-pakar yang kompeten dibidang HIV-AIDS yang tidak akan saya dapat di Indonesia mengingat hingga saat ini di Indonesia belum ada rumah sakit khusus untuk penderita HIV-AIDS.

Banyak pengalaman juga ilmu baru yang didapatkan selama magang dan terlibat dalam riset HIV-AIDS. Salah satunya adalah bagaimana mengembangkan sebuah rumah sakit khusus untuk penderita HIV-AIDS, fasilitas dan peralatan yang dipakai serta manajemen penyakit infeksi menular seksual yang berstandar internasional. Pengalaman yang tak terlupakan adalah ketika tim riset melakukan survey ke Wat Phra Bat Nam Phu, Lopburi, Thailand. Wat Phra Bat Nam Phu ini sejarahnya adalah sebuah kuil Buddha yang sejak tahun 1990 berubah fungsi menjadi tempat penampungan penderita HIV positif di Thailand.

HIV AIds.jpg
https://anomadatheart.com/2013/10/11/field-trip-to-wat-phra-bat-nam-phu-and-orphanage/

Letaknya sebelah Timur Laut 150 kilometer kira-kira 3 jam perjalanan darat. Saat ini dari Bangkok. Wat Phra Bat Nam Phu saat ini menampung lebih kurang 500 orang penderita HIV positif. Penderita umumnya adalah laki-laki, wanita tunasusila (WTS), perempuan yang tertular virus HIV dari suami ataupun pacar, kelompok dengan perilaku resiko tinggi (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender = LGBT), dan anak-anak karena tertular oleh orangtuanya. Di tempat penampungan ini, para penderita HIV-AIDS yang masih sehat disediakan rumah gratis untuk ditempati. Sedangkan bagi penderita yang membutuhkan perawatan, disediakan ruang rawatan yang mampu menampung pasien sebanyak 150 bed. Fasilitas dan perawatan diberikan cuma-cuma kepada seluruh penderita.

Didalam area penampungan, terdapat sebuah museum yang bernama LIFE MUSEUM. Dari nama museumnya sekilas terlihat dari luar tidak ada yang aneh dari museum ini. NAMUN ALANGKAH TERKEJUTNYA SAAT KAKI SAYA MELANGKAH KEDALAM MUSEUM TERNYATA ISI MUSEUM JAUH SEKALI BERTOLAK BELAKANG DARI NAMANYA “LIFE MUSEUM = MUSEUM KEHIDUPAN”. DIDALAM MUSEUM TERDAPAT MAYAT-MAYAT YANG DIAWETKAN ATAU MUMMI YANG TERPAJANG DIDALAM KOTAK KACA. Mummi-mummi di dalam kaca tersebut ada yang diletakkan dalam posisi berdiri, dan ada yang diletakkan dalam posisi tidur. Yang lebih mengerikan lagi ketika saya membaca keterangan yang ditempel pada masing-masing kotak bahwa mummi-mummi didalam museum adalah mayat-mayat tubuh pasien yang diawetkan setelah meninggal karena penyakit HIV-AIDS.

Tatoos and ladyboy in room 2.jpg
http://thaiburmahelp.yolasite.com/

thailand-lopburi-aids-hospice-in-the-phra-bat-nam-phu-temple-a6geyp.jpg
Note : saat itu saya tidak diizinkan mengambil foto. Foto-foto diatas saya dapat dari sumber lain.

Awalnya saya tidak yakin kalau mayat-mayat tersebut adalah mayat tubuh asli penderita HIV-AIDS yang diawetkan setelah meninggal, demikian juga dengan pengunjung lain yang baru pertama kali datang ke meseum ini juga bertanya-tanya tentang keaslian tubuh mummi. Namun setelah mengkonfirmasi ke kurator museum, saya baru benar-benar percaya bahwa tubuh yang diawetkan adalah benar-benar tubuh mayat para penderita yang meninggal karena HIV-AIDS. Masih tampak jelas otot-otot mayat yang telah menghitam akibat proses pengawetan. Jenis kelamin mummi dapat dengan mudah dikenali oleh pengunjung karena tubuh mummi tidak ditutupi kain apapun. Sebagian besar mummi adalah mantan kelompok dengan prilaku resiko tinggi tertular HIV-AIDS yaitu mantan PSK dan kaum LGBT.

Pemandangan menyedihkan ketika saya menyaksikan satu mummi bayi berusia 8 bulan yang meninggal karena positif tertular virus HIV dari ibunya. Terbersit dalam fikiran saya, mengapa tega pihak museum mengawetkan mayat-mayat yang dimana mereka sudah sangat menderita disaat berjuang dengan penyakit HIV-AIDS dimasa hidupnya.

Dari penuturan Professor pembimbing saya, museum ini didirikan untuk memberi pelajaran dan peringatan kepada masyarakat bahwa begitu berbahayanya penyakit HIV-AIDS yang hingga kini belum ada obatnya, dan betapa menderitanya para penderita HIV-AIDS semasa hidup dan matinya. Selain itu juga untuk memberi efek jera sehingga diharapkan dapat mengurangi perilaku sex bebas juga perilaku resiko tinggi tertular virus HIV, yang pada akhirnya diharapkan dapat menurunkan kasus HIV-AIDS di Thailand.

Data terakhir tahun 2016 dari UNAIDS lembaga dunia yang menangani epidemik HIV, bahwa jumlah penderita di Thailand yang hidup dengan diagnosa HIV positif cukup tinggi yaitu 800.000 orang. Di Rumah Sakit Bangrak tempat saya magang, dipoliklinik rata-rata melayani pasien HIV positif sebanyak 500 pasien. Menurut sumber yang saya peroleh dari Rumah Sakit Bangrak, Thailand telah meluncurkan strategi nasional tahun 2012-2016 untuk menekan kasus HIV-AIDS yang kenal dengan program “AIDS Zero”. Program AIDS zero ini terdiri dari tiga aspek yaitu Zero new HIV infection (Nol/tidak ada kasus baru), Zero AIDS-related deaths (Nol/tidak ada kematian karena AIDS), dan Zero discrimination (Nol/tidak ada diskriminasi).

Sekian dulu sharing pengalaman saya kali ini sampai jumpa di tulisan saya selanjutnya. Mohon kritik dan sarannya untuk kesempurnaan dan terimakasih sahabat yang sudah follow dan upvote.

Tulisan saya ini sudah pernah dimuat di koran Serambi Indonesia kolom citizen reporter 9 April 2016. Berikut saya lampirkan link berita onlinenya barangkali ada yang ingin berkunjung :

http://aceh.tribunnews.com/2016/04/09/mayat-penderita-hiv-aids-dimumikan

Note : I will repost the english version next time. Thank you

Sort:  

Detik ini sy tambah ilmu munkin saja tambah fllw😃

الحمد لله klu bermanfaat. thanks @cut-mi

Coin Marketplace

STEEM 0.17
TRX 0.15
JST 0.028
BTC 57676.72
ETH 2356.36
USDT 1.00
SBD 2.39