Blang Malu, dan Kisah Pilu Musim Konflik

in #aceh6 years ago (edited)

image
Blang Malu adalah nama sebuah kampung di Kecamatan Mutiara Timur, Pidie. Bukan karena letaknya di lintasan jalan negara yang membuat kampung ini terkenal, melainkan banyak "hal-hal gila" terjadi di sana. Kalian cukup mengetik kata "Blang Malu" di mesin pencari Google, dan hal-hal gila itu akan terhidang di layar smartphone kalian.

Salah satu penanda paling mudah mengenali kampung ini adalah keberadaan sebuah SPBU, pom bensin satu-satunya di sepanjang lintasan Sigli-Trienggadeng sebelum damai bersemi di Serambi Mekah, dan termasuk salah satu galon minyak tertua di Kabupaten Pidie. Saat Aceh dibalut konflik, lintasan jalan negara mulai dari lokasi SPBU hingga jembatan rangka baja di persimpangan kampung Dayah Tanoh, Glumpang Tiga, sangat mencekam, lebih-lebih ketika hari mulai gelap.

Kalau tidak ada urusan maha-penting, orang lebih memilih menghindari melewati kawasan ini. Taruhannya bukan hanya sepeda motor dan mobil diambil paksa oleh Orang Tak Dikenal (OTK), kadang-kadang nyawa pun harus diikhlaskan karena urusan sepele atau salah ucap. Sering muncul laporan orang hilang saat melewati kawasan ini, bukan karena mereka memiliki ileume peurabon (ilmu yang bisa membuat orang tidak terlihat/menghilang), melainkan hilang dalam makna yang sebenarnya: diculik dan dihabisi.

Aku tidak bisa menggambarkan lebih detail bagaimana mencekamnya kawasan itu, kecuali tiap kali aku lewat melalui mobil labi-labi ada saja orang yang mengangkut mayat dari pinggir jalan, selalu ada rangka bus terbakar yang teronggok di pinggir jalan, mengingatkan kita pada kawasan Detroit di Amerika dalam adegan film Hollywood.

Namun, kawasan ini tak melulu menghadirkan cerita kekerasan. Bagi generasi 70 dan 80-an, Blang Malu adalah kisah bersemainya cinta semalam. Hiburan malam sering dipentaskan di areal persawahan pada kawasan ini. Mulai dari penampilan group teater lokal hingga menghadirkan artis nasional yang punya goyangan erotis. Anak muda yang dimabuk asmara memanfaatkan hiburan malam itu bertemu dengan sang pacar.

Jika artis ibukota yang dihadirkan tidak memuaskan selera penonton, hiburan malam itu justru berakhir tidak menghibur: panggung dirusak, kabel listrik dipotong dan bahkan artisnya dikejar-kejar di areal persawahan. Aku lupa nama artis yang kostumnya koyak karena ditarik-tarik massa yang histeris.

image
Selebihnya hanya cerita mencekam yang kerap hadir dari Blang Malu. Saking mencekamnya, orang-orang takut melewati lintasan yang sejauh mata memandang hanya areal persawahan yang terlihat. Aku sempat mendengar sebuah kisah, yang kini mungkin akan terdengar lucu.

Seorang pengendara sepeda motor, sebut saja namanya Si Pulan, memacu kendaraannya di lintasan jalan Blang Malu menuju Glumpang Minyeuk dengan laju sedikit kencang. Saat itu, tak satu pun terlihat kendaraan lalu lalang di sana, padahal tidak ada seruan mogok dari awak ateuh (sebutan untuk pejuang GAM) yang kerap membuat jalanan sepi.

Ketika Si Pulan sedang memacu kendaraannya, tiba-tiba muncul seorang pengendara sepeda motor lain, Si Pulen, yang membuntutinya dari belakang. Siapa pun yang pernah melintasi jalanan sepi pasti ciut nyalinya menghadapi kejadian begini. Makin lama, pengendara itu makin dekat. Si Pulan jelas takut terjadi sesuatu yang bisa membuatnya celaka. Sudah sering dia mendengar kabar penculikan orang di sepanjang lintasan itu.

Dia mencoba memacu kendaraannya lebih kencang, namun si pengendara di belakangnya selalu bisa mengejar, dan tidak pernah jauh di belakangnya. Ketika melewati rangka bus terbakar yang teronggok di sisi jalan sebelah kanannya, nyalinya ciut.

Begitu tiba di jembatan rangka baja, dia memilih berhenti. Tempat itu sedikit lebih "hidup" dibandingkan di sepanjang lintasan lain di daerah itu yang cuma hamparan sawah di kiri-kanannya. Orang yang membuntutinya juga ikut berhenti. Masing-masing mereka saling menduga-duga dalam hati: yang satu berpikir aparat keamanan, satunya lagi mengira anggota GAM.

Maka terjadilah dialog, yang mungkin saja terdengar lucu:

"Ada apa bapak mengejar saya? Dari kesatuan mana?" tanya Si Pulan.
"Tenang, saya bukan tentara. Bukan pula anggota GAM," jawab Si Pulen
"Terus, mengapa tadi bersemangat kali mengejar saya?"
"Saya takut jalan sendiri di jalanan sepi begini, makanya saya selalu ingin agar kita berdekatan. Lebih aman."

Mereka pun kemudian pulang beriringan ke arah Teupin Raya. Karena hujan, mereka memilih mampir di sebuah balai di kawasan persawahan Glumpang Minyeuk, tepatnya di simpang menuju Rumoh Geudong. Balai itu sangat terkenal di kalangan sopir bus. Meski tak ada lampu di balai itu, namun cahaya lampu jalanan membuat balai itu terlihat jelas.

Cahaya lampu jalan itulah satu-satunya penanda bagi sang sopir bus malam. Mereka pasti tak pernah lupa berhenti di balai itu, karena tempatnya mereka hafal betul, dan tiap malam selalu saja ada orang yang berangkat ke Medan: ada yang murni merantau, ada pula yang ingin cari selamat.

image
Kini, suasana Blang Malu sudah beda. Tidak lagi mencekam seperti dulu. Jadi, jangan malu-malu lewat Blang Malu. Sejumlah cafe sudah berdiri di sepanjang lintasan jalan negara di kawasan ini. Jangan malu, mampir dan berhentilah sesekali. []

Sort:  

Selama ada lincah, saya gak malu lagi ke Blang Malu bg hehe

Semoga nanti nama kampungnya diganti saja jadi Blang rame haha

Bagusnya Blang Pede bang, antonim dari Blang Malu😁

Ha-ha-ha...iya cocok, Blang Pede!

Bereh that Tgk .

Hokeuh hana deuh2...

Luar biasa sekali kanda,, membaca cerita ini seakan terbawa kembali memori masa lampau itu.. ;D

Di Lhokseumawe ada Blang malo kanda, namun saya tidak tahu persis ceritanya apakah ada hubungan dengan Blang malu ini.

Setiap daerah tentu memiliki historical nya sendiri sendiri dan abang menceritakannya dengan keren sekali, terima kasih bacaan nya bang, sangat menikmati suasana Blang malu versi abang ini.

Di Lhokseumawe ada Blang malo kanda, namun saya tidak tahu persis ceritanya apakah ada hubungan dengan Blang malu ini.

Soal Blang Malo di Lhokseumawe menarik juga ditelusuri sejarahnya, apakah ada hubungan dengan Blang Malu di Pidie. Lalu, apa hubungan dengan Blang Malo di Tangse? Akan jadi cerita bergizi itu, Ngon!

Salah satu yang dari dulu Ihan penasaran, dari mana asal muasal nama Blang Malu itu, tapi setelah membaca cerita ini, perihal nama itu sepertinya nggak begitu penting lagi. Setiap pulang tempat nenek pasti sering lewat sini untuk ke Bernun, tapi tak pernah satu pun cerita seperti ini Ihan dengar dari warga di kampung nenek, di teupinr aya.

Nanti kapan2 coba Ihan tanya lagi soal cerita konser hiburan di Blang Malu ato cerita soal bus yang dibakar di lintasan jalan itu karena tidak mendengar seruan mogok. Aku dulu seringkali lihat bankai Bus Pelangi, Anugerah atau PMTOH yang teronggok di pinggir jalan

Btw, simpang rumoh geudong itu kalau dari Blang Malu sebelah kanan ya? Eh, kalau dari arah Banda.

Iya, dari arah Beureuneun, simpang rumoh gudong itu sebelah kanan. Aku sekali pernah ke sana seusai rumoh itu dibakar, selebihnya aku hanya dengar cerita dari mulut ke mulut bahwa siapa pun yang dibawa ke sana jarang kembali

Aku pernah beberapa kali kesitu. Tp lolos. Hahaha

Droe mangat...na ileume peurabon haha

Hahaha, lucu juga dua orang yg menggunakan sepeda motor itu ya, pasti keduanya deg-degan karena salah sangka😄

Iya, sekarang memang terdengar lucu. Tapi dulu ga bisa kita bayangkan kejadian seperti ini.

Orangnya pasti ngak malu tinggal di blang malu.

Siapa pun yang pemalu pasti tidak betah tinggal di Blang Malu...

Coin Marketplace

STEEM 0.19
TRX 0.13
JST 0.030
BTC 63476.83
ETH 3413.43
USDT 1.00
SBD 2.50