Panjat pinang, kolonialisme yang belum terhapus
Sebentar lagi perayaan tujuh belasan menggema, seluruh anak negeri bersuka cita merayakan hari pembebasan sekaligus mengenang masa-masa perbudakan (penjajahan), sudah sepantasnya seluruh warga negara Indonesia bersuka ria menyambut hari yang sangat istimewa yang merubah peradaban seluruh anak bangsa.
Panitia perayaan tujuh belasan terbentuk di setiap pelosok negeri, berbagai perlombaan diadakan untuk memeriahkan hari yang sangat spesial tersebut, parodi zaman penjajahan diputar balik demi mengenang saat-saat kegetiran zaman dulu.
Penjajahan adalah saat-saat ketidak berdayaan suatu bangsa, hampir setiap organ dari bangsa terjajah lumpuh, sangat sedikit orang yang melek nasionalisme pada saat itu, bahkan menghapus memory saat terjajah memerlukan waktu sangat lama.
Salah satu parodi penjajahan yang diperlombakan untuk mengenang zaman penjajahan adalah perlombaan panjat pinang. Panjat pinang diperlombakan untuk memeriahkan hari tujuh belasan tersebut, panjat pinang adalah sebuah perlombaan dimana pohon pinang yang dikupas kulitnya dipancang dan diikat hadiah diatasnya, seluruh batang pinang diolesi oli sehingga membuat licin seluruh batang yang akan dipanjati.
Panjat pinang adalah salah satu ikon perayaan tujuh belasan, hampir setiap pelosok melakukan perlombaan tersebut, tanpa panjat pinang dipastikan perayaan tujuh belasan kehilangan greget dan kemeriahan.
Namun taukah kita bahwa pada zaman penjajahan Belanda, panjat pinang adalah sebuah permainan untuk menghibur isteri dan anak perwira Belanda ketika rindu kampung halaman. Pada saat anak atau isteri mereka minta pulang ke Belanda, para perwira Belanda kehabisan akal untuk membujuk rayu, dan salah satu cara adalah dengan membuat pesta dan panjat pinang masuk didalamnya.
Dengan mengundang penduduk pribumi dalam perlombaan panjat pinang isteri dan anak mereka sangat terhibur, bagaimana tidak, setiap makhluk pribumi berlomba memanjat pinang demi meraih hadiah yang diikat diatasnya, mereka lupa diri karena licin dan dinaiki beramai-ramai sampai-sampai celana dalam pun terlepas, dan itu menjadi pemandangan yang sangat menggelikan bagi penonton, dan menjadi hiburan bagi isteri dan anak Belanda tersebut.
Karena kekurangan makanan, maka pada waktu itu hadiah panjat pinang adalah makanan, makhluk pribumi yang kelaparan berlomba-lomba memanjat pinang berhadiah demi mendapatkan makanan yang diikat diatasnya pohon pinang yang diolesi oli tersebut.
Sekarang walau penjajahan sudah tidak ada lagi tapi perlombaan panjat pinang masih terus dilakukan, banyak juga peserta yang ingin ikut andil, di bawah kekehan ketawa penonton mereka begitu bersemangat memanjat pohon pinang yang licin, semangat mereka tentu bukan ingin membahagiakan para isteri tuan besar (Belanda).
Posted from my blog with SteemPress : https://bagbudig.xyz/panjat-pinang-kolonialisme-yang-belum-terhapus/
Congratulations You Got Upvote
& Your Content Also Will Got Curation From
jroeh, galak teuh cit ta kalon ata njan
Jareung that posting lago lawetnyoe
Jareung that posting lago lawetnyoe
Hana ditume ide lom
You received an upvote as your post was selected by the Community Support Coalition, courtesy of @sevenfingers
@arabsteem @sevenfingers @steemph.antipolo
Tradisi kolonial yg di abadikn..
mmg tk bs di pungkiri, apa yg mnjadi hburan, yg
bs mnyenangkn, wlo pmndangn kdg mrsa iba, yg nmun itu ttp mjdikn sbuah hburn bgi yg mnikmatinya..
Sahih tgk