The Pockoromen

in #politics6 years ago

The Pockoromen

Dari warung kopi ke warung kopi, mengharap segelas kopi dan sebatang rokok bermerk apapun jua. Gayanya bagai jurnalis kawakan. Semua informasi seolah dia ketahui dari politik, ekonomi, sosial dan kabar terkini sekitar desanya. Kopiah yang dipakainya fleksibel, elastis dan tidak keras. Kemana arah angin bertiup maka kesanalah kemiringan kopiahnya.

Bicaranya besar dan suaranya nyaring kadang-kadang lembut bagai diplmat. Tertawanya bak suara kuda yang baru habis dimandikan tuannya. Apapun isu akan dia komentari dan dia kritisi. Tidak ada kebjiakan yang tepat dan tidak ada orang yang benar di mulutnya sebelum kebijakan dan orang itu mengajaknya minum kopi dan memberinya rokok.

Bila dia mendengar kabar tentang pembagian raskin maka segeralah dia mengomentarinya bahwa raskin itu tidak benar pembagiannya sampai raskin itu tiba dirumahnya. Bila dia mendengar kabar tentang pembagian zakat maka dengan cepat dia mengumumkan kepada pengunjung warung kopi kalau zakat itu tidak disalurkan sesuai aturan agama dan tak segan-segan ia membahasnya dengan dasar-dasar ilmu agama walau dia tidak tahu sedikitpun dalil-dalilnya. Dan ia akan berhenti mengomentarinya bahkan akan memberikan apresiasi besar kepada para penyalur zakat ketika zakat itu tiba di rumahnya. Akan tetapi saat beras zakat itu sudah habis dia konsumsi maka dia akan mencari informasi baru perihal ketidakbecusan pimpinan pengelola zakat.

Musim pemilu adalah masa yang paling ia tunggu-tunggu. Musim pemilu adalah masa untuk menguji eksistensialnya di depan warga. Di musim itu dia selalu berkomentar tanpa pernah mau berhenti seputar politik, isu pembangunan dan isu pemerintahan walau tidak ada referensi apapun sebagai pertanggungjawaban komentarnya.

Di musim pemilu dia menjadi lebih aktif dan progresif. Spanduk-spanduk calon politisi dia kunjungi sebagai pengenalan siapa dan dimana rumahnya. Jadwalnya begitu padat. Tidak ada waktu untuk tidur di rumah di malam hari. Waktu istirahatnya berubah menjadi subuh sampai jam shalat dhuha. Ketika ia bangun maka segeralah dia ke warung kopi menceritakan isu-isu politik versinya.

Semua profil politisi dia ceritakan kepada audien warung kopi walau para audien kehilangan selera minum kopinya karena muak dengan celoteh-celotehnya. Saat itu dia memetakan siapa audien warung kopi yang bisa diajak sebagai teman untuk mengunjungi salah seorang politisi nanti di malam hari.

Ketika malam hari selepas maghrib tiba, maka dia dan temannya itu mulai bergerilya menyambangi rumah politisi. Sesampainya disana dia menceritakan profil politisi itu tentang cerita-cerita kehebatannya, cerita peluang kemenangannya dan yang paling penting dia berusaha semaksimal mungkin meyakinan politisi bahwa dia mampu memenangkan politisi itu di desanya. Tidak tanggung-tanggung dia mengklaim bahwa ada seribu pengikut yang bersedia mengikutinya di belakangnya.

Harapannya hanya satu, sebelum dia pulang maka politisi itu akan memberikan uang transportasi minimal Rp.50.000 sampai Rp.100.000. Bagi para politisi yang belum percaya diri maka dengan penuh kekusyukan dia mendengar dan menyimak apapun yang di ceritakan Pockoromen itu. Anggukan politisi itu benar-benar dalam dan tak pernah berhenti selama dia bercerita. Akhirnya tanpa diminta maka politisi itu langsung memberikan uang Rp.50.000 kepadanya dan bergegaslah The Pockoromen bersama temannya pamit pulang ke kampungnya.

Dini hari sepulangnya dari rumah politisi dia menceritakan kepada sisa-sisa audien warung kopi yang belum tidur. Dia menceritakan profil sang politisi yang baru saja ia kunjungi dengan begitu berapi-api sampai ia berhenti ketika kopinya sudah ada yang membayarnya. Jika memang tidak ada lagi yang mau membayarnya maka barulah uang Rp.50.000 tadi yang didapatkannya dari politisi itu digunakan untuk membayar kopinya. Menjelang subuh barulah ia pulang ke rumah dan tidur sampai pagi jam 10.00. Esoknya dia tetap stand by di warung kopi sambil menunggu malam guna mengunjungi rumah politisi yang lain.

Suatu malam ada kisah yang unik saat mengunjungi rumah politisi usang dan berpengalaman. Ketika dia menceritakan kehebatannya di kampung, dalam ceritanya ia mengatakan bahwa dia punya pengikut yang siap mengikutinya sampai seribu orang. Spontan politisi usang itu menjawab. Pak...! Kalau anda sudah punya pengikut seribu orang, kenapa anda mesti dukung saya? Calon saja diri sendiri pasti anda akan terpilih. Jika tidak ada ijazah biar saya saja yang ngurus ijazah anda. Biar anda saja yang naik sebagai calon dan saya jadi pendukung anda, bagaimana pak? Bisa begitu.?

Begitu terkejutnya The Pockoromen mendengar pertanyaan politisi itu. Tidak ada jurus yang mampu membuatnya menangkis pertanyaan itu. Dengan malu-malu dia pulang dan bergegas ke rumahnya tanpa berhenti sejenak di warung kopi karena niatnya untuk mendapatkan Rp.50.000 tidak dapat dia wujudkan. Betapa malunya dia kepada teman nya yang selalu setia menemaninya.
Esoknya dia tidak mau bangun jam 10 pagi walau dia tidak bisa memejamkan matanya di pagi hari itu.

Bayangan jawaban politisi usang malam tadi membuatnya tidak berselera untuk makan siang. Dilihat wajah istrinya seperti wajah politisi tadi. Dia malu dan bodoh sampai kambing betina di kandangnya melahirkan barulah dia kembali sadar bahwa kambing tidak mau main hujan walaupun baru jatuh di kubangan lumpur yang beraroma busuk dan bau.

Cc : fakhri abdul muthalib

Coin Marketplace

STEEM 0.16
TRX 0.13
JST 0.027
BTC 57642.15
ETH 2578.06
USDT 1.00
SBD 2.49