SIAPKAH INDONESIA MENJADIKAN SERANGGA SEBAGAI SUMBER PANGAN MASA DEPAN?
Pangan, merupakan salah satu kebutuhan sekunder yang harus dipenuhi oleh manusia selaku mahluk hidup. Untuk dapat tumbuh dan berkembang mahluk hidup pastinya memerlukan asupan dan gizi yang cukup bagi kelangsungan hidupnya. Bukan hanya sekedar cukup, makanan yang dikonsumsi oleh manusia hendaknya memenuhi standar yang ditetapkan dan memiliki kandungan yang proporsional sehingga dapat memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan dan perkembangannya.
Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004, pengertian pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman. Merujuk pada defenisi tersebut, maka dapat diketahui betapa pentingnya arti pangan bagi kehidupan manusia.
Seperti yang diketahui, pangan merupakan kebutuhan dasar yang permintaannya terus meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan kualitas hidup, hal ini mengakibatkan ketidakseimbangannya antara ketersediaan pangan dengan jumlah yang dibutuhkan.
Populasi manusia di dunia saat ini telah mencapai 8 miliar orang, dan untuk memberi makan jumlah tersebut tentunya bukan merupakan perkara mudah. Ditambah lagi, ketersediaan pangan yang semakin lama semakin tergerus akibat tidak adanya kesadaran akan pelestarian alam selaku wadah dari proses produksi makanan dan regenerasi yang kurang sehingga mengakibatkan kelangkaan pangan mulai terjadi di beberapa wilayah di dunia.
Food and Agriculture Organization atau disingkat sebagai FAO yang merupakan lembaga PBB yang mengatur hal-hal terkait dengan pangan dan hasil pertanian dunia menyebutkan bahwa serangga adalah salah satu senjata baru dalam mengatasi masalah ketahanan pangan di masa mendatang.
Pernyataan FAO ini tentunya memiliki alasan, beberapa diantaranya ialah fakta bahwa serangga merupakan sumber protein yang tinggi dan mengandung banyak gizi. Dari segi ekonomi, serangga jauh lebih murah dibandingkan sumber protein hewani yang lain. Sebab, Jika hewan ternak membutuhkan 8 kilogram makanan untuk memproduksi 1 kilogram daging, maka serangga tidak membutuhkan jumlah sebesar itu untuk dapat membentuk daging pada tubuhnya.
Selain beberapa kelebihan di atas, serangga juga memiliki beberapa kelebihan lain yang menjadikannya pilihan pangan di masa depan. Menurut Dennis Oonincx, entomolog dari Wageningen University di Belanda, beternak serangga jauh lebih mudah dan murah dibandingkan dengan beternak binatang lain, seperti sapi atau kambing. Memakan serangga juga dinilai lebih ramah lingkungan sebab hanya membutuhkan sedikit air dan tidak menghasilkan banyak gas rumah kaca. Selain itu, mengumpulkan serangga sebagai makanan juga merupakan cara alami untuk mengendalikan hama.
Sayangnya, serangga masih kurang populer di mata masyarakat. Sebagian besar warga dunia masih merasa tidak nyaman untuk menyantap berbagai jenis serangga seperti belalang, kecoa, kalajengking, ulat, kumbang dan sebagainya. Pandangan ngeri atau jijik masih melekat di sebagian besar warga dunia, tak terkecuali Indonesia.
Indonesia, negara dengan beragam etnis dan suku bangsa yang dikenal akan kayanya jenis makanan yang bahkan cita rasanya sudah teruji dalam skala dunia juga tidak bisa mangkir dari ancaman ketahanan pangan di masa mendatang.
Seperti berita yang dikabarkan oleh Kompas baru-baru ini, kondisi ketahanan pangan Indonesia pada saat ini semakin memburuk, dikarenakan beralih fungsinya lahan pertanian di Indonesia. Bukan hanya itu, FAO juga menyatakan bahwa Indonesia berada di level serius dalam indeks kelaparan global. Hal ini diprediksi akan terus bertambah buruk dengan terus meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia.
Di masa depan diprediksi akan terjadi kelangkaan pangan yang diakibatkan oleh beberapa hal seperti kerusakan lingkungan, konversi lahan, tingginya harga bahan bakar fosil, pemanasan iklim dan lain-lain. Belum lagi adanya Washington Consensus yang kini menjadi boomerang bagi Indonesia. Selama Indonesia masih berkiblat pada Konsensus Washington, selama itu pula Indonesia tidak bisa mandiri secara pangan. Menurut Herry Priyono, Konsensus Washington membuat rakyat Indonesia tak leluasa bergerak dalam menentukan nasib produktivitas pertaniannya. Maka, tak heran jika ketahanan pangan Indonesia semakin melemah.
Sebagian besar wilayah di Indonesia masih belum terbiasa untuk mengonsumsi serangga. Rakyat Indonesia masih menganggap bahwa serangga adalah hewan yang tidak layak untuk dikonsumsi, mengingat adat dan kebudayaan Indonesia sebagian besar tidak menjadikan serangga sebagai pilihan sumber pangan untuk dikonsumsi. Berbeda halnya dengan Indonesia, beberapa negara di belahan dunia lainnya, juga ada yang telah menetapkan serangga sebagai salah satu sumber pangan.
Di Asia Tenggara, kita ketahui Thailand merupakan negara yang sudah sangat biasa akan hal tersebut. Mereka secara terang-terangan menjual dan mengonsumsi berbagai jenis serangga, mulai dari serangga yang biasa hingga jenis serangga yang dianggap cukup ekstrem untuk dikonsumsi. Selain Thailand, kebiasaan mengonsumsi serangga juga mulai populer di beberapa negara lain seperti Amerika Serikat dan Australia.
Bahkan eksistensi serangga juga mempengaruhi salah seorang seniman multimedia asal Korea Selatan bernama Uzu, ia baru-baru ini menampilkan salah satu karyanya yang berkaitan dengan isu ini yaitu penampilan bubuk serangga dalam acara pameran bubuk serangga di Dongdaemun Design Plaza. Dia mengungkapkan bahwa serangga adalah refleksi dari makanan masa depan. Dalam pameran tersebut, Uzu menampilkan bubuk serangga yang dikemas rapi layaknya tepung dan juga memamerkan beberapa makanan yang dibuat dari bahan baku campuran bubuk serangga tersebut. Selain memamerkan karyanya tersebut, ia juga bermaksud untuk mengampanyekan bahwa serangga bukan merupakan bahan pangan yang menjijikkan jika telah diolah sedemikian rupa.
Jika ditanya, siapkah Indonesia menghadapi kenyataan jika suatu saat serangga menjadi salah satu sumber pangan?, maka untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Namun menurut perspektif saya selaku penulis amatir dengan berlandaskan informasi-informasi maupun literatur, dapat menyimpulkan bahwa kesiapan Indonesia untuk menjadikan serangga sebagai salah satu sumber pangan masa depan kembali kepada bagaimana pemerintah mengambil kebijakan untuk menanggulangi kelangkaan pangan atau ancaman ketahanan pangan di masa mendatang. Jika pemerintah maupun rakyat Indonesia memiliki alternatif lain yang dinilai lebih sesuai dengan kebiasaan konsumsi kita, bukan tidak mungkin serangga akan menjadi pilihan yang dikesampingkan, mengingat kebiasaan sebagian besar rakyat Indonesia yang masih mengerutkan dahi ketika mendengar serangga sebagai kudapan.
Akan tetapi, jika sumber pangan di Indonesia terus mengalami kemerosotan, hingga pada akhirnya tak ada alternatif lain yang lebih memungkinkan selain serangga, maka mau tidak mau Indonesia harus membiasakan diri untuk mengonsumsi jenis pangan satu ini. Tentunya dalam hal ini, pemerintah tak bisa hanya tinggal diam dan menerima saja keadaan tersebut secara bulat-bulat. Akan lebih efektif jika pemerintah mengadakan kampanye-kampanye atau usaha untuk membiasakan pangan satu ini dan menggalakkan usaha untuk meminimalisir anggapan “jijik” pada serangga.
Dengan demikian, jika suatu saat dunia dihadapkan pada krisis pangan yang mengharuskan untuk mengonsumsi serangga, maka rakyat Indonesia sudah tidak merasa baru dan ragu untuk mengonsumsi kudapan satu ini.~
Alternatif lainnya utk masa depan pangan indonesia, ada sebuah penelitian yg diblakukan oleh 4 org mahasiswa FTP UB Malang. Dlm penelitian nya mrk menemukan sumber protein dr perpaduan nannochlopsis sp dengan limbah tahu. Nah, jadi dr paduan antara kedua bahan itu di buatlah suplemen kaya nutrisi yg ramah lingkungan. Dimana biasanya limbah tahu itu tdk akn di pakai lagi oleh pembuat tahu dan langsung di buang krn baunya yg menyengat. Padahal masih ada sisa2 nutrisi yg tetkandung di dlm nya. Nutrisi nya akan bertambah lagi jika di padukan dg mikroalga nannochlopsis sp tadi bahkan melebihi nutrisi hewan dan tumbuhan.
Ini sangat menarik @putrianandass
Luar biasa! Thanks tambahan materi dan ilmunya syu. Ditunggu informasi lengkap dan joss nya dalam bentuk tulisan yaa.. keep writing 😊😍
Wah luar biasa! Thanks atas informasi dan ilmunya syuk.. ditunggu versi lengkap dan kecenya dalam bentuk tulisan yaaa😍😘
Butuh berapa ratus belalang agar sama dengan sepiring nasi padang?
Wkwkwk..
Ratusan mungkin😂
Begitulah mirisnya kalau masa krisis pangan sesungguhnya benar2 terjadi.
Tak ada lagi sepiring nasi, apalagi nasi padang😢
Congratulations @putrianandass! You have completed some achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :
Award for the number of posts published
Click on any badge to view your own Board of Honor on SteemitBoard.
For more information about SteemitBoard, click here
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word
STOP