Masa Depan ditentukan, Menentukan atau Terserah Nasib.

in #steempress6 years ago (edited)


Prolog.

Ada berbagai kisah remaja menjelang melanjutkan study ke bangku kuliah, ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam menentukan kampus dan konsentrasi ilmu yang akan digeluti nanti, diantara faktor tersebut adalah :

  1. Kemampuan akademik masing-masing siswa yang disesuaikan dengan ambang batas akademik yang menjadi kelulusan di masing-masing perguruan tinggi, ambang batas nilai masing-masing perguruan tinggi ini berbeda-beda antara satu kampus dengan kampus lainnya yang disesuaikan dengan populeritas dan akreditasi kampus tersebut serta jumlah peminatnya.
  2. Ketersedian anggaran atau dana untuk melanjutkan study tersebut, baik yang bersumber dari dana pribadi, bantuan orang lain atau beasiswa dari negara/lembaga tertentu.
  3. Situasi yang membuat seseorang kemudian melanjutkan study.
Fakor ke-tiga ini jarang terjadi, tapi ada, contohnya, didaerah-daerah yang dilanda konflik, contohnya Aceh-Indonesia dalam masa lalu, mungkin ada sebagian anak dan orang tua yang melanjutkan pendidikan anaknya agar tidak tinggal dikampung dengan pertimbangan tertentu, juga mungkin ada banyak alasan lain diluar faktor pertama dan kedua diatas. Pada kesempatan ini saya akan berkisah khusus tentang foktor pada pointer ketiga.

Aku Sekolah di SMEA Negeri Langsa (Aceh-Indonesia) Alkisah beberapa waktu menjelang kelulusanku dari SMEA, alm ayah dan ibu ku bersama aku berdiskusi tentang lanjutan studiku. Kesimpulannya aku tidak mau kuliah.

Sebagai orang tua, mereka (Alm. Ayah dan ibu) masih tetap berusaha membujukku agar aku mau kuliah, sebagai anak yang tidak terlalu bandel, aku jarang melawan orang-tua, aku berpikir agar bisa menolak keinginan mereka untuk kuliah, akhirnya kukeluarkanlah syarat yang menurutku tidak mungkin mau/mampu dipenuhi, syarat yang ku ajukan adalah “aku mau kuliah tapi di jakarta, atau paling tidak di medan, tapi kalau di medan aku harus dibelikan sepeda motor”, sehingga kesimpulan saat itu aku tidak kuliah lagi. (Di SMAE aku adalah anak yang selalu mendapatkan ranking 33-35 dari sekitar 40-an siswa, jadi ngapain kuliah. Lulus SMEA aja dibantuin nyontek kawan-kawan)

Karena itu (tidak berniat melanjutkan pendidikan) aku tidak ikut SIPENMARU (suatu sistem atau metode seleksi penerimaan mahasiswa baru di universitas negeri), tidak mahu tahu apa itu kampus, tidak tahu perbedaan-perbedaan universitas dan konsentrasi disiplin ilmunya, aku dari desa yang kala itu hampir tidak ada tempat bertanya tentang perkuliahan, aku juga lahir dari keluarga yang kala itu belum ada satupun yang kuliah, keluarga besar kami mayoritas berprofesi sebagai supir.

Moment melanjutkan study.

Ndak bisa kuceritakan disini sebab musababnya (privatisasi) , tapi kala itu ada situasi yang membuat dengan emosi aku mengatakan ke ibuku, “kalau gitu aku kuliah ajalah”, kata-kata ini langsung di implementasikan oleh orang tua ku, alm. Ayah langsung berangkat ke Lhokseumawe (pilihan Lhokseumawe-mungkin karena di Lhokseumawe kala itu ada kakak sepupu yang dapat mendukungku kuliah), besoknya ayah kembali dari Lhokseumawe dan memberikan kepadaku formulir dan kwitansi sebagai tanda aku sudah didaftarkan, sebenarnya aku masih tidak ingin kuliah, namun melihat uang yang sudah dikeluarkan untuk mendaftar tsb maka aku ikut aja utk kuliah.

Ada faktor keempat, yang tidak kutulis diatas tentang seseorang memilih melanjutkan study dan pilihan kampus adalah seperti hal yang kualami juga yaitu ada gadis disekitar lokasi atau kota letak kampus tujuan.

Singkat Cerita, hari pertama ke kampus ASM.

Berangkat dari rumah kakak sepupu dengan menggunakan jasa angkutan kota berupa becak mesin, karena hari pertama, Aku sengaja turun becak sebelum sampai kekampus, dari kejauhan kulihan banyak orang (mahasiswa) yang mondar mandir didepan kampus, yang membuat langkahku terhenti adalah semua yang orang yang kulihat menggunakan rok, dalam pikiranku kok perempuan semua ya.... aku semakin ragu utk melanjutkan langkahku, hingga didepan kampus sudah sepi, baru aku melanjutkan langkahku ke arah kampus setelah sebelumnya aku membakar cerutuku.


Photo : Ilustrasi

Semua anak-anak (calon mahasiswa baru) masuk keruang test, yang ada didepan hanya seorang laki-laki yang sangat berwibawa (belakangan kuketahui bernama Pak Bukhari), lalu dengan bego aku tanya dia, pak dimana ruang test saya, namun bukan jawaban tempat yang ku dapat, aku malah dibentak dan disuruh cari sendiri, mungkin saat itu dengan gaya kampungan aku mencari ruang testing, akhirnya aku menemukan ternyata ruangan testku ada diruang atas bagian belakang. Aku langsung menyesuaikan diri, mencari tempat duduk, langsung sok sibuk dan sok serius membuka dan mulai mengisi lembar jawaban test. Lagi asyik-asyiknya mengisi soal, tiba-tiba masuk tentara dengan gaya jalan tegap dan berwibawa mengawasi kami, ini membuat konsentrasiku terganggu, aku jadi tidak bergerak, sambil kecut dan takut kulirik juga ke arah tentara itu....”tentara kok perutnya buncitya pikirku, .... padahal masih muda” lalu kok ada tentara perempuanya ? (waktu itu belum populer Kowat –komando wanita), kemudian datang yang lain lagi...tentara kok pendek ya..... sampai akhirnya aku berkesimpulan mereka ini bukan tentara, tapi tetap saja tidak berani menatap mereka. Belakangan setelah aku kuliah kuketahui mereka adalah MENWA (Resimen Mahasiswa). Yaitu sebuah organisasi mahasiswa yang membantu atau bergerak dibidang keamanan kampus (untuk apa itu organisasi MENWA, secara mendalam akan diceritakan dalam edisi yang lain.)

Selesai test, lulus, aku dapat kelas pagi bersama beberapa teman yang waktu itu belum kenal, hari-hari demi hari-hari terus kulalui, awalnya aku masih berpikir kuliah hanya pelarian saja, jika ada kerjaan yang cukup untuk makan dan sewa rumah saja, aku akan berhenti kuliah, namun kenyataan aku tidak dapat kerjaan dalam waktu yang singkat. Orangtuaku juga sempat punya rencana tahun depannya akan memindahkan kuliahku atau kuliah ulang ke kampus yang lebih baik, hal ini pernah disampaikan sekitar setelah aku kuliah sekitar 2-4 bulan, namun kutulak, kubilang udah aku disini saja. Dan memang aku mampu menyelesaikan study ini dan aku menikmatinya. Berjumpa dengan kawan-kawan baru. Dan yang paling menggembirakan adalah aku tidak lagi menjadi murid yang nomor 2 paling belakang, bahkan untuk matakuliah tertentu aku menjadi yang terbaik seperti matakuliah akuntansi, aku menjadi yang terbaik dengan nilai A, pernah satu waktu diantara sekitar 80-a mahasiswa yang diberi Tugas Rumah, hanya jawabanku seorang yang benar.


Photo : Ilustrasi

Kampus ASM Tanah Rencong adalah salah satu kampus yang waktu itu (tahun 1992) memiliki jumlah mahasiswa yang lumanyan banyak dibawah POLITEKNIK Negeri Lhokseumawe, dan kalau tidak salah ingat, kampus yang ada di Lhokseumawe selain ASM dan Politeknik adalah UNIMA, belakangan lahir AMIK yang awalnya adalah kelas jauh dari Yayasan Almuslim di Matang Geulumpang Dua (sekarang di kabupaten Bireun)

inilah moment atau kisah yang mengantarkanku dalam kondisi kehidupan seperti saat ini, mesti jauh dari kata kaya, tapi aku tidakla tergolong dalam golongan miskin, anakku tidak boleh secara aturan untuk mendapatkan beasiswa bidikmisi. (tentang beasiswa bidikmisi juga InsyaAllah akan kutulis dalam edisi lain waktu)

Demikian kisahku tersesat hingga tercatat sebagai mahasiswa di ASMI Tanah Rencong. (@Saifuddin73)


Posted from my blog with SteemPress : http://adillestari.com/masa-depan-ditentukan-menentukan-atau-terserah-nasib/

Sort:  

Sungguh sangat diwaspadai,semoga nasib mampu kita bawakan,jangan nasib yang dapat membawa kita

Lucu dan unik ceritanya
Jadi mahasiswa
bukan karena rencana
tetapi akhirnya dinikmati juga 😁

Coin Marketplace

STEEM 0.25
TRX 0.25
JST 0.040
BTC 94487.77
ETH 3419.70
USDT 1.00
SBD 3.51