The Diary Game - 3 Juni 2024 | Melawan Hoaks Bagian dari Tradisi
Edited by Canva
ENTAH kenapa, sajian teh manis pagi ini terlalu enak. Berat rasanya mengosongkan isi gelar seketika. Apalagi panas rasanya. Karena panas itulah yang membuat teh terasa berat untuk dihabisi. Sembari menikmati teh, saya membaca koran. Lalu berselancar dengan gawai.
Sebuah kabar mengejutkan muncul. Berita kebakaran muncul diberanda. Kali ini, kebakaran terjadi di Pesantren Banun Najah Ulee Kareng. Kontan, berita ini langsung menyemak di berbagai platform media sosial. Peristiwanya terjadi dini hari. "Oh, pantes saja mati lampu tadi malam," gumum saya sendiri.
Seketika saya meninggalkan MK Kupi. Dalam dua hari ini saya rutin ngeteh di sini. Saat melihat jam di dinding warung sudah setengah sembilan lewat sedikit. Jaraknya tak begitu jauh. Saat saya tiba di sana melihat ada beberapa keluarga yang datang, tapi tidak begitu ramai.
Terlihat bekas kebekaran tepat di tengah foto ini yang berwarna di hitam.
Sedangkan kebakarannya juga tidak begitu parah. Hanya saja, postingan di media sosial dengan semburan api besar, seakan-akan sudah melumat semua asrama di pesantren ini. Karena melihat tidak ada yang perlu dikhawatirkan, akhirnya saya balik kanan.
Kebetulan tempat ini tak asing lagi bagi saya. Dalam setahun terakhir, seminggu dua kali kami berkunjung ke sini. Menjenguk di sulung yang nyantri di pesantren ini. Saat saya datang, ada beberapa keluarga yang berada di lokasi. Karena kondisi aman, saya tidak menjumpai anak sulung saya.
Anak-anak sambil bersepeda masuk ke lokasi untuk melihat sisa kebakaran dengan penuh penasaran
Para orang tua juga masih berdiskusi dan berbagai informasi. Mereka juga segera pulang setelah melihat anak-anaknya sehat dan baik-baik saja. Saya juga balik kanan menuju rumah dan mempersiapkan semua berkas, lalu menuju ke kantor DPRK Banda Aceh.
Tiba di kawasan kantor Dewan Kota, saya merapat ke warung kopi terdekat. Setelah menambah asupan, akhirnya saya naik ke lantai dua. Tidak banyak orang di sana. Selesai menyerahkan berkas, saya langsung ke lokasi lain. Rencananya ke Hoco Cafe di kawasan Lambhuk.
Warung Kopi di samping kantor Dewan Kota
Sebelum ke sana, ternyata ada telepon dari orang rumah. Katanya, anak sulung yang di pesantren nelpon. Dia tanya, kenapa orang tuanya tidak ada yang berkunjung menjenguk. Sementara orang tua yang lain sudah berkunjung sejak pagi. Setelah dijelaskan, dia paham dan tidak ngambekan lagi. Alias tidak sedih lagi.
Setelah itu, saya pun segera memutar haluan. Segera menuju Pesantren Babun Najah. Informasi yang beredar di medsos dan grup-grup WhatsAps memang cukup ganas. Begini bunyinya; Pesantren Babun Najah Ulee Kareng berduka, 6 santriwati meninggal dunia dan 14 luka bakar ringan dan 12 luka berat.
Di sebuah grup WhatsAps saya membantah. "Hoaks nyan," jawab saya.
Lalu, anggota grup yang lain melampirkan sebuah informasi terupdate dari pimpinan pesantren yang ditebar melalui berbagai platform medsos yang membantah selentingan info hoaks tersebut.
Informasinya begini; Mohon pengertian kita semua, ortu dan wali santri, serta seluruh pihak. Alhamdulillah seluruh santri Babun Najah dalam keadaan selamat sehat wal afiat, tidak ada korban jiwa, hanya ada beberapa santriwati yang dibawa ke RS bukan karena asap, melainkan karena panik dan kondisi yang dirawat sudah membaik dan sebagian sudah dipulangkan ke asrama. Untuk info terbaru sudah dikabarkan ke masing-masing grup wali kamar.
Lalu, ada lagi yang masih tak percaya. Lalu dia tulis; "Kalau sekira hoaks, berarti pemberitaan setingkat serambinews tak dapat dipercaya lagi," cecar yang lain. Sampai di sini saya paham, ternyata mereka pikir infor kebakarannya yang hoaks. Lalu saya pun meluruskan lagi.
"Kebakaran betul, tapi data-data korbannya yang hoaks," tukas saya dengan tegas. Akhirnya, tak ada lagi diskusi soal kebakaran yang bikin keluarga santri di luar daerah dikepung resah. Saya pun lega.
Suasana adem di komplek asrama Pesantren Babun Najah, Ulee Kareng
Setelah itu, saya seperti benar-benar tak habis pikir dengan zaman digital yang keblabasan. Hancur sudah jika informasi yang berdampak luas itu dikelola oleh mereka yang tak bertanggung jawab. Atau mereka yang tidak tabbayun. Padahal, itu adalah tradisi kita (muslim) dalam memfilter informasi.
Kata tabayyun, berarti "meneliti, menjelaskan, memahami, mencari tahu, atau memverifikasi".[1] Kata tersebut dapat dilihat pada Surah al-Hujurat ayat 6:[2]
Wahai orang-orang yang beriman! Jika seorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu. — Qur'an Al-Hujurat:6. Source
Kalau saja informasi ini termakan keluarga santri yang di luar daerah, bisa dibayangkan betapa paniknya mereka. Beranjak dari sini, kita semakin menjadi paham. Nabi Muhammad SAW sudah 14 abad lalu mengingatkan soal hoaks ini. Tapi sayangnya, mereka yang hidup dalam tradisi Islam, tapi tidak menerapkan tugas-tugas kenabian itu.
Saya pun pulang dan kembali ke rumah untuk urusan rutin dari siang hingga malam hari. Selesap Ashar mengantar anak ke pengajian, dan sorenya menjemput kembali. Lalu saat peluang jam enam sore, kami membeli nasi kuning dan dua cup jus. Tiba di rumah menikmatinya sembari menunggu malam turun.
Terima kasih sudah membaca postingan saya.
*****
*****
4/6/2024
Thank you, friend!
I'm @steem.history, who is steem witness.
Thank you for witnessvoting for me.
please click it!
(Go to https://steemit.com/~witnesses and type fbslo at the bottom of the page)
The weight is reduced because of the lack of Voting Power. If you vote for me as a witness, you can get my little vote.
Upvoted. Thank You for sending some of your rewards to @null. It will make Steem stronger.
Click Here