#MyTravel - Perjalanan Saya di “Tanoeh Rencong” Aceh | My Journey in "Tanoeh Rencong" Aceh (IND-ENG)

in #mytravel6 years ago (edited)

|IND|

Demikianlah, setelah kecamuk gelombang air yang sangat dahsyat masa itu, yang datang secara brutal, penuh mara bahaya, dan lengkap dengan angkara murka yang menghantui seluruh pelosok negeri, kini langit bersinar ramah untuk kesekian kalinya. Seperti sebelum-sebelumnya. Tampaknya setelah puas mempermainkan dan mengombang-ambing keberanian serta nyali makhluk-makhluk malang di negeriku ini, batin mereka cukup terpuaskan, dan kita semua selalu berdoa agar suatu saat tidak terjadi lagi teror yang demikian. Lebih mengerikan dari yang ini, lebih menakutkan dari yang terakhir kali terjadi. Tentu saja jika kegiatan mereka membentuk gumpalan-gumpalan awan kembali terasa membosankan dan kian menjemukan. Seumpama tidak terikat emosi di dalamnya.

Kini kejadian itu sudah berlalu, negeri ku sangat aman, nayaman dan tentram . namun tidak lepas dari kejadian tersebut, kami semua mengambil hikmah dari kejadian tersebut dan memaknai dengan penuh kenangan dan duka. Para relawan seluruh dunia pada waktu itu demi menghibur penderitaan kami. Bermacam bantuan datang dari seluruh dunia dengan hati yang ikhlas menolong negeri kami. Kami sangat merasa syukur atas pemberian semua itu dan menerima dengan senang hati.

Aceh Tsunami Museum
Mereka tau isi hati kami penuh dengan kenangan masa itu, beberapa tahun berselang setelah kejadian itu maka dibangunlah sebuah Museum yang diberi nama “Aceh Tsunami Museum” sebgai salah satu tempat wisata negeri kami. Tak lepas dari tempat wisata disitu juga memperingat kan kami ke kejadian masa lalu itu. Saya sempat berkunjung ke tempat itu, untuk melihat kenangan saya yang terjadi beberapa tahun silam. Pagi itu saya pergi bersama sahabat saya untuk melihat pajangan kenangan di dalam museum itu. Setelah mengambil tiket masuk kami pun tidak sabar ingin memasuki museum ,kami terus mengantri dan akhirnya kami memasuki kedalam museum. Kami sangat terkejut ketika pertama memasuki kedalam, kami di kejutkan dengan suara ombak tsunami buatan yang sama persis suaranya pada masa yang lalu. Dengan penuh ketakutan dan bimbang yang di baluti isi hati yang ceria saya terus berjalan melewati trowongan itu. Dan kami terus berjalan menuju ruangan selanjutnya dimana ruangan itu menampilkan berbagai video masa tsunami yang dipajang di Lcd tv disitu kita akan ditampilkan kejadian ketika tsunami yang berupa video buatan (animasi) dan juga ada beberapa yang asli yang sempat direkam oleh beberapa wartawan pada waktu itu.

Kemudian kami menuju keruangan selanjutnya yang ternyata ruangan tersebut adalah sebuah menara yang menjadi ikon Aceh Tsunami Museum. Isi didalam ruangan/menara tersebut adalah pajangan seluruh nama korban ketika terjadi tsunami di aceh. Nama tersebut dipajang dari mulai bawah menara sampai puncak menara, sekitar kurang lebih 800 ribu nama korban. Itu pun ada beberapa nama korban yang tidak dipajangkan karena ada beberapa korban yang tidak diketahui identitas dengan jelas . Sambil melihat tataan didalam ruangan itu dengan penuh renungan. Dan didalam ruangan tersebut kita tidak dapat mendengarkan suara apapun kecuali suara ngaji yang sangat merdu didalam ruangan itu.

Setelah keluar dari ruangan itu kami langsung dibawa keruangan berikutnya yaitu ruangan pajangan berbagai barang bekas yang sempat ditemukan setelah tsunami terjadi. Di ruagan itu kita diperlihatkan sejumlah barang-barang bekas yang terkena lumpur tsunami berupa sepeda, motor, mesin penjahit, jeregen, perhiasan, mesin ketik, dan masih banyak barang lainnya. Kemudian disamping ruangan itu terus tersambung dengan ruangan berikutnya diamana ruangan tersebut adalah berupa replika yang dibuat khusus semirip mungkin dari kejadian yang sebenarnya, mulai dari pertama datang ombak tsunami yang sangat dahsyat yang memperlihatkan kepada kita seakan-akan benar terjadi dengan orang-orang yang berlarian . Kita diperlihatkan hanya sebuah gambar tapi mampu membayangkan secara nyata. Pada pajangan berikutnya yaitu tentang bangunan-bangunan yang roboh yang terjadi setelah tsunami yang dibuat sangat mirip persis dengan aslinya. Seakan-akan kita merasakan kerobohan yang sangat dahsyat dan tak ingin membayangkan lagi. Begitulah kira-kira jiwaku yang sangat pilu ketika melihat semua pajangan replika tersebut. Kemudian ada juga replika yang menceritakan kepada kita tentang sebelum terjadi tsunami, sedang terjadi tsunami, dan tampak alam setelah terjadi tsunami, saya sangat merenungkan kejadian itu. Pada ruangan berikutnya yaitu memperkenalkan kita tentang kekuatan goncangan ketika tsunami terjadi. Di ruangan itu dibuat beberapa alat yang memperlihatkan goncangan gempa, kita hanya cukup menekan sebuah tombol yang sudah disiapkan. Hati yang mulai gelisah ketika melihat alat itu bergerak seakan-akan saya sedang mengalami sama halnya seperti kejadian masa itu. Pada ruangan setelah itu kita diperlihatkan dan diperkenalkan berbagai lempengan tanah, meperkenalkan keseluruhan isi bumi sampai sebab terjadinya gempa dan dilanjutin dengan tsunami. Saya terus menuju keruangan terakhir yaitu ruangan menonton , didalam ruangan itu kita ditampilkan sebuah film pendek yang menceritakan dari sebelum terjadi tsunami dengan negeri yang aman, kemudian awal terjadi tsunami, sedang terjadi tsunami, setelah terjadi tsunami, hingga kembali dengan negeri yang aman dengan bangunan-bangunan yang megah layaknya tidak terjadi apa-apa. Setelah keluar dari museum saya bersama kawan-kawan sempat mengambil beberapa gambar kami untuk kenangan kami nanti di kampung halaman.

Pada keesokan harinya . . . . .

Di taman Putroe Phang, Taman Kesayangan Ratu Aceh
Pagi yang cerah dengan sinaran mentari yang anggun dan mempesona dengan ditambah alunan merdu suara kicauan burung-burung yang berterbangan. Tanaman hias yang berharga mahal. Anthurium ,adenium, anggrek, dan bunga lainnya. Tumbuh-tumbuhan peneduh yang penuh buah, belimbing, ceri, jambu, mangga, dan rambutan. Semuanya berkumpul di taman Putroe Phang. Saya bersama kawan-kawan langsung berfoto-foto dengan hati yang penuh kegembiraan. Tempat yang pertama kami foto-foto yaitu area masuk taman yang dikelilingi banyak pilar-pilar dengan tema khas kerajaan aceh pada zaman dulu. Dan ditutupi oleh tumbuhan anggur diatasnya sehingga tampak menawan di area itu dengan penuh warna ungu yang membuat kita sangat segar dan sejuk dipagi itu.

Kami terus berjalan-jalan ditempat itu sampai menemukan tempat indah untuk berfoto selanjutnya yaitu pada sebuah taman yang penuh dengan tanaman hias. Disitu suasana yang begitu hijau yang memanjakan mata . kami sangat merasa nyaman berada di tempat tersebut sampai lupa dengan waktu yang terus berjalan . saya dan juga kawan-kawan terus memuaskan hati karena kecintaan kami kepada alam semesta.

Perut yang semakin memanggil akan kelaparan kami pun sepakat untuk mencari makan, sambil pulang kami melewati sebuah jembatan yang sangat indah di taman tersebut. Sampai kami mengurungkan niat kami untuk makan, lapar pun tertahan dengan keindahan jembatan itu. Saya dan kawan-kawan berhenti sejenak untuk mengambil beberapa foto indah yang mungkin tidak bisa didapatkan dikemudian hari lagi. Waktu yang terus berjalan kurang lebih selama 20 menit dengan kegembiraan kami di jembatan tersebut yang penuh keindahan. Dan akhirnya kami bersepakat kembali untuk mencari makan.

Kami melanjutkan perjalanan lagi kesebuah hutan yang indah . . . . .

Asrinya Hutan Kota Banda Aceh
Perut pun sudah merasakan kenikmatan yang sangat berharga perjalan kami menuju hutan kota terus berlangsung. Tibanya di hutan kami mengambil tiket masuk beserta tiket parkir kendaraan kami di pintu gerbang masuk hutan. Dari luar kami mengira bahwa hutan yang kami datangi sangat seram dan menakutkan layaknya hutan-hutan pada umumnya. Kami mulai memasuki hutan, kami tidak menyangka bahwa di dalam hutan tersebut bagaikan taman yang sangat indah yang dikelilingi bunga-bunga dan tanaman-tanaman langka yang sulit ditemukan di tempat lain. Dari arah jalan yang kami lewati yang dipinggirnya terdapat berbagai tumbuhan beserta nama latin tumbuhan tersebut. Tibalah disebuah jembatan dihutan tersebut, untuk menyebrang ke area berikutnya kita harus melewati jembatan itu . Tapi saya dan kawan-kawan sangat senang melewati jembatan tersebut, karena jembatan itu sangat indah di buat dan di ukir layaknya tempat untuk melewati sepasang pengantin baru, begitulah kira-kira kata yang dapat diungkapkan dengan keindahan jembatan itu. Sesudah melewati jembatan itu terdapat area bermain anak-anak yang dimanjakan dengan ayunan yang cantik, dan tempat duduk yang menarik hati para pengunjung.

Di hari itu kami sangat merasa lelah atas perjalan kami selama sehari penuh, walaupun jiwa yang sangat lelah namun dimanjakan dengan keindahan alam yang sangat luar biasa. Sehingga kami tidak merasakan kelelahan tersebut. Kami bersepakat untuk pulang ke tempat kediaman kami tidak jauh dari hutan tersebut.

Terhentinya kami dijalan setelah melihat sesuatu yang sangat menakjubkan . . . . .

Menikmati Pesona Matahari Terbenam
Belum pernah kami melihat langit secantik ini sebelumnya, tepatnya di tepi sebuah sungai yang sangat luas dengan air yang begitu jernih, dan pepohonan yang hijau menyertainya disamping. Saya dan teman-teman bersepakat untuk berhenti sejenak untuk menikmati langit yang begitu orange pada sore itu. Tak hanya kami bahkan seluruh yang melewati sungai itu sempat berhenti demi mengabadikan moment yang luar biasa ini. Saya blum pernah melihat langit secantik ini , hati saya berbisik untuk mengabadikan suasana ini. Kami terus berfoto-foto . Setelah kami mendapatkan foto yang sangat memuaskan , belum ada keinginan untuk pulang karena ketetarikan kami kepada langit yang begitu indah dan mempesona. Sambil menikmati matahari terbenam alangkah lengkapnya ditemani dengan jagung bakar. Waktu terus berjalan matahari mulai tenggelam. Kami pun bersepakat untuk pulang.

Keesokan harinya . . . . .

Mengunjungi Rumah Adat Aceh Tercinta
Suara alaram terdengar di kiri telingaku seakan-akan mengajak beraktifitas lagi seperti hari-hari sebelumnya. Saya memaksakan diri untuk membangunkan semangat jiwaku. Saya pun membangunkan kawan saya untuk merencanakan perjalan pada hari ini, ide-ide pun mulai bermunculan dan pada waktu itu kami sepakat memilih ide yang terbanyak peminat. Kami sepakat untuk mengunjungi rumah adat tercinta kami yang menempuh jauh sekitar 45 menit perjalan dari tempat kami tinggal. Kami langsung bersiap-siap dengan penampilan yang sangat beda dari sebelumnya kami langsung pergi mengunjungi rumah adat Aceh. Sesamapainya di tempat tujuan kami sempat tergagum melihat pesona dan tataan pada area rumah adat tersebut, yang dikelilingi bunga-bunga yang indah dan pepohonan yang hijau memanggil kesejukan dipagi itu dengan sinaran mentari yang begitu jelas. Hal yang pertama kami lihat adalah ukiran khas budaya aceh yang masih utuh sampai sekarang ini.

Kami langsung mendekati beberapa alat yang digunakan di masyarakat aceh pada zaman dulu, seperti tempat menghancurkan beras agar jadi tepung , kami biasa menyebut dengan sebutan “jeungki”. Yang paling menakjubkan dari tempat itu adalah tempat penampungan padi yang dipakai pada zaman dulu oleh masyarakat Aceh pada zaman dulu yang masih terlihat sangat utuh dengan perawatan yang sangat baik hingga saat ini, kami biasa menyebut nama alat itu dengan sebutan “Kroeng Padee”. Selain alat yang sedemikian rupa yang pernah dipakai masyarakat Aceh zaman dulu, juga terdapat senjata zaman dulu ketika melawan penjajahan Belanda dan Jepang. Senjata itu berupa meriam besar yang masir terawat dengan sempurna.

Rumah adat yang begitu indah nan mempesona dengan ciri khas pada tiang penompang tersebut sebanyak 16 tiang. Kami tidak luput untuk mengambil moment agar menjadi sebuah kenangan nyata untuk memperlihatkan ke anak cucu kita nanti. Tangga rumah yang tertata rapi dan belum ada kekurangan sedikitpun seakan-akan memanggil kami untuk menaikinya . hati yang begitu berkeinginan untuk memasuki , dengan hati yang tidak sabar ingin melihat isi rumah tersebut kami langsung memasuki kedalam rumah dan melihat isi rumah layak nya kehidupan di zaman dulu. Didalam nya terdapat barang-barang yang digunakan pada kehidupan orang Aceh di zaman dulu seperti ayunan bayi yang digunakan hanya pada pengantin baru yang sudah memiliki bayi pertamanya. Selain itu rauang tamu dan dapur di buat khusus layaknya nyata dikehidupan nenek moyang ku.
Sampai terpuasnya hati kami langsung keluar kemballi ke tempat semula kami parkir kendaraan kami. Jam menunjukkan pukul 10.00 kami ingin melanjutkan perjalanan kami ke tempat warisan Aceh lainnya yaitu menuju Kapal PLTD Apung.

Perjalanan menuju Kapal PLTD Apung . . . . .

Kapal PLTD Apung Membawakan Kisah yang Mengharukan
Ketika sampai di tempat tujuan kisah mengharukan dan kenangan yang pahit mulai mengingatkan kami lagi seakan-akan kami sedang berada dalam kejadian 26 Desember 2004 tepatnya pada pukul 08.16 WIB. Kisah yang menelan sejumlah korban dibawah kapal yang besar itu dan kurang lebih sekitar 10 rumah di tabraknya.

Sekarang kisah itu sudah membalikkan fakta layaknya membalikkan telapak tangan. Sekarang tempat itu dijadikan objek wisata yang banyak diminati para wisatawan , baik wisatawan lokal maupun asing. Kami terus memperhatikan kapal yang sangat besar itu, kami lagi membayangkan keberadaan kami didalam film Titanic karena ukuran kapalnya yang hampir sama seperti dalam film itu dan juga membawakan kisah yang hampir sama pula. Kami mulai menaiki kapal tersebut sambil menahan kepedihan yang mendalam kami terus menaiki tangga kapal dan ingin menuju puncak kapal tersebut yang sangat tinggi. Samapilah kami di puncak kapal tersebut kurang lebih 10 menit menaikinya. Diatas puncak kapal kita dapat menikmati pemandangan alam yang penuh kehijauan dan juga dilengkapi teleskop zaman dulu, kita diharuskan memasukkan koin logam kedalam teleskop tersebut kemudian teleskop tersebut membuka layarnya secara otomatis selama 1 menit dimulai dari pertama kita memasukkan koin. Kami pun mulai melihat pemandangan yang sangat jauh tetapi terlihat sangat dekat didepan kita. Saya dan kawan-kawan sangat senang setelah melihat alam yang begitu indah pada saat itu. Kami hendak pulang, tidak lupa memasuki ruangan yang berada didalam kapal tersebut. Didalam ruangan tersebut kita disajikan sebuah film pendek yang menceritakankisah terdamparnya kapal yang begitu besar hingga tiba di negeri kami ini. Tak lama kemudian film pun selesai dan kami bergegas meninggalkan tempat itu. Hari semakin sore matahari mulai terbenam kami tak ingin melanjutkan perjalanan lagi. Dan kami berembuk untuk pulang ketempat kediaman kami.

Hari Berikutnya . . . . .

Menikmati Ombak di Pesisir Pantai Lampu’uk
Perjalan menuju pantai lampu’uk sudah kami mulai dengan hati keriangan, perjalanan kami menuju pantai memakan waktu kurang lebih 1 jam dari tempat tinggal. Kesampaian kami di pantai tersebut disambut meriah oleh suara ombak yang tenang dan angin sepoi-sepoi yang sejuk. Saya tidak sabar ingin merasakan air yang sangat jernih dan dingin. Saya langsung menggantikan pakaian saya untuk berenang, disitu hati saya sangat senang ketikan menginjak kaki pertama saya di ujung ombak seakan menjemputku ingin menikmati kasih sayangnya. Kurang lebih sekitar 1 jam saya mandi dengan penuh keriangan, pada waktu itu saya dipanggil oleh abang saya untuk di ajak menaiki banana boat. Saya ,kawan beserta abang saya menuju tempat penyewaan banana boat. Kami mulai di pandu menuju ketempat parkiran sementara banana boat. Mulai menaiki lah kami diatas banana boat tersebut. Kami pun mulai dibawa mengelilingi seluruh pesona pantai yang menjadi tontonan karang dibawah laut yang jernih dan biru. Kami sempat beberapa kali terjatuh dan terbalik banana boat yang kami tumpangi kala itu. Tapi kami terus berusaha bangkit untuk menaiki lagi seakan-akan kami sedang merasakan kenikmatan yang belum pernah kami dapatkan di pantai lain.

Setelah selesai dikelilingi seluruh pesona pantai kami dibawa ke tepi pantai karena perjalanan bersama banana boat sudah selesai. Saya bersama kawan-kawan melanjutkan permainan kami yaitu bermain si kulit bundar (bermain bola). Semangat mulai terbangun lagi setelah menikmati keseluruhan pantai. Detik demi tetik, menit demi menit yang terus bergerak matahari mulai terbenam yang mulai memperlihatkan warna orange nya, perut mulai menginginkan kekosongan nya terisi layaknya seperti hari-hari biasanya. Kami meninggalkan tempat bermain dan mencari makan ketepi pantai. Kami menikmati makan sore yang ditemani ombak rindu dan kasih sayang angin yang mulai menghembuskan kami perlahan-lahan. Jam menunjukkan pukul 18.00 kami bersiap-siap dan menggantikan pakaian kami yang basah. Setelah semua siap saya dan kawan-kawan mulai pergi meninggalkan panati dan menuju ke tempat kediaman kami.

SELESAI . . .

Itulah kisah singkat perjalan saya di negeri Aceh tercinta yang dulunya sempat di habiskan oleh ombak besar namun sekarang semua itu di tata kembali layaknya belum terjadi bencana apapun.

|ENG|

Thus, after the enormous waves of water that day, which came brutally, full of danger, and complete with the wrath of wrath that haunted all corners of the country, now the sky shines pleasantly for the umpteenth time. As before. It seems that after being content to play and toss the courage and bravery of the poor creatures in my country, their minds are quite satisfied, and we all always pray that there will be no such terror. More terrible than this, more terrifying than the last time. Of course, if their activities form clumps of clouds again felt boring and increasingly drab. Seumpama not bound emotion in it.

Now the incident has passed, my country is very safe, nayaman and peaceful. but not separated from the incident, we all take the lesson of the incident and memaknai with full of memories and sorrows. Volunteers all over the world at that time to comfort our suffering. Various help came from all over the world with a sincere heart to help our country. We deeply feel grateful for the giving of it and welcome with pleasure.

Aceh Tsunami Museum
They know our hearts filled with memories of that period, several years ago after the incident then built a Museum called "Aceh Tsunami Museum" sebgai one of our country's tourist attractions. Not separated from the tourist attractions there also warns us into the past events. I had a chance to visit the place, to see my memories that happened several years ago. That morning I went with my best friend to see the memorabilia in the museum. After taking the entrance ticket we could not wait to enter the museum, we kept waiting in line and finally we entered into the museum. We were very surprised when we first entered, we were shocked by the sound of the tsunami waves made exactly the same voice in the past. Frightened and indecisive in my cheerful heart I continued walking past the trowongan. And we continue to walk to the next room where the room displays a variety of video of the tsunami on display on the LCD tv there we will show the incident when the tsunami in the form of video made (animation) and also there are some original that was recorded by several journalists at that time.

Then we went to the next room which turned out to be a tower that became the icon of Aceh Tsunami Museum. The contents in the room / tower is a display of all the names of the victims during a tsunami in Aceh. The name is displayed from the bottom of the tower to the top of the tower, about 800 thousand names of victims. There were also some victims' names that were not displayed because there were some unidentified victims. While looking at the settings in the room with full reflection. And in the room we can not hear any sound except the sound of a very nice melody in the room.

After leaving the room we were immediately brought to the next spatial space that displays various used goods that had been found after the tsunami occurred. In the ruagan we are shown a number of secondhand items affected by tsunami mud in the form of bicycles, motorcycles, tailor machines, jeregen, jewelry, typewriters, and many other items. Then in addition to the room continued to connect with the next room where the room is a replica that is made as closely as possible from the actual events, from the first came a very powerful tsunami waves that show us as if it really happened with people who run. We are shown only a picture but able to imagine real. On the next display of the collapsed buildings that occurred after the tsunami made very similar to the original. It's as if we're feeling a great deal of ruin and do not want to imagine it again. That's about my very sad soul when I see all the replica displays. Then there is also a replica that tells us about before the tsunami, the tsunami, and looks natural after the tsunami, I am very contemplating the incident. In the next room that introduces us about the shock power when a tsunami occurs. In the room made some tools that show earthquake shock, we just simply press a button that has been prepared. The heart began to fidget when I saw the tool move as if I was experiencing the same thing as the events of that period. In the subsequent room we are shown and introduced various plates of land, introducing the entire earth's contents to the cause of the earthquake and continuing with the tsunami. I continued to the last room of the room watching, in the room we are shown a short film that tells of before the tsunami with a safe country, then the beginning of the tsunami, the tsunami, after the tsunami, to return to the safe country with the building- magnificent buildings just like nothing happened. After leaving the museum with my friends could take some pictures of us for our memories later in the hometown.

On the next day. . . . .

park putroe phang, the favorite park of the queen of Aceh
A sunny morning with a graceful and fascinating sun shining with the melodious sound of booming birds chirping. Ornamental plants are expensive. Anthurium, adenium, orchids, and other flowers. The shade plants are full of fruit, starfruit, cherries, guava, mango, and rambutan. Everything is gathered in Putroe Phang's garden. My friends and I immediately take pictures with a heart full of excitement. The first place we photographs is the park entrance area surrounded by many pillars with the typical theme of the kingdom of aceh in the past. And covered by grapes above it so it looks gorgeous in the area with a full purple color that makes us very fresh and cool in that morning.
We continue to walk the place until it finds a beautiful place to take the next photo is on a garden full of ornamental plants. There is a very green atmosphere that spoil the eye. we feel very comfortable in the place to forget the time that goes on. I and my friends continue to satisfy the heart because of our love for the universe.
Stomach that increasingly calling will starve we also agreed to find food, while returning home we passed a very beautiful bridge in the park. Until we discontinued our intention to eat, hunger was stuck with the beauty of the bridge. I and my friends paused to take some beautiful pictures that might not be obtained in the future. A continuous time of approximately 20 minutes with our excitement on the bridge is full of beauty. And finally we agreed again to find food.

We continued the journey again to a beautiful forest. . . . .

Cool Banda Aceh City Forest
The stomach also has felt the joy of our journey to the jungle jungle continues. Our arrival in the jungle took our entrance ticket and our vehicle parking ticket at the forest entrance. From the outside we thought that the forest we went to was very scary and scary as the forests in general. We began to enter the forest, we did not expect that in the forest like a very beautiful garden surrounded by flowers and rare plants that are hard to find elsewhere. From the direction of the road that we passed on the edge there are various plants along with the latin name of the plant. Arrive at the bridge of the forest, to cross to the next area we have to pass the bridge. But I and my friends are very happy to pass the bridge, because the bridge is very beautiful made and carved like a place to pass a new pair of bride, that's about the words that can be expressed with the beauty of the bridge. After passing the bridge there is a pampered children's play area with beautiful swings, and a seat that attracts visitors.
On that day we were very tired of our day-long journey, although a very tired but pampered soul with extraordinary natural beauty. So we did not feel the fatigue. We agreed to return to our residence not far from the forest.
We stopped in the streets after seeing something really amazing. . . . .

Enjoying the Enchantment of the Sunset
We had never seen such a beautiful sky before, precisely at the edge of a vast river with clear water, and green trees beside it. Me and my friends agreed to pause to enjoy that so orange sky that afternoon. Not only we even all who passed the river had stopped for the sake of perpetuating this extraordinary moment. I have never seen such a beautiful sky, my heart whispered to perpetuate this atmosphere. We keep taking pictures. After we got a very satisfying photo, there is no desire to go home because of our attraction to the beautiful and fascinating sky. While enjoying the sunset it would be complete accompanied by roasted corn. As time went on the sun began to sink. We also agreed to go home.

The next day . . . . .

Visit the Aceh Traditional House of Beloved
Alarm sounds are heard in the left of my ears as if inviting activities again like the previous days. I forced myself to awaken the spirit of my soul. I, too, awakened my friend to plan a trip today, ideas began to emerge and at that time we agreed to choose the idea of the most enthusiasts. We agreed to visit our beloved traditional house which took about 45 minutes' journey from where we live. We immediately get ready with a very different appearance from before we went directly to visit the traditional house of Aceh. As we reached the destination we were amazed to see the charm and setting on the area of the custom house, surrounded by beautiful flowers and green trees summoning the coolness of the morning with the clear sunlight. The first thing we see is a typical engraving of aceh culture that is still intact until now.

We immediately approached some of the tools used in the aceh community in ancient times, such as where to destroy rice to become flour, we used to call it "jeungki". The most amazing of these is the old rice shelter used by the ancient Acehnese who still looks very intact with excellent care to date, we used to call the name of the tool "Kroeng Padee". In addition to the tools in such a way that once used the people of Aceh in the past, there are also weapons of antiquity when against the Dutch and Japanese occupation. The weapon was a massive cannon that was perfectly maintained.
Traditional house is so beautiful nan dazzling with characteristic on the pole of the penompang as much as 16 poles. We did not escape to take the moment to be a real memory to show our children and grandchildren later. Staircase house neatly and there is no shortage at all as if called us to ride. the heart that was so eager to enter, with an impatient heart to see the contents of the house we immediately entered into the house and see the contents of the house worthy of life in ancient times. Inside there are items used in the life of the Acehnese in the past such as baby swings used only on newlyweds who already have their first baby. Also room guest and kitchen in a special make real life my ancestors.

Until our hearts are swept straight back to where we originally parked our vehicle. Hours show at 10.00 we want to continue our journey to other Aceh heritage place that is headed to ship of PLTD Apung.

The journey to the ship PLTD Apung. . . . .

• The Floating Vessel Ship Carries a Touching Story
When it reached the destination the heartwarming story and the bitter memories began to remind us again as though we were on the 26 December 2004 incident at 8:16 pm. The story that swallowed a number of victims under the large ship and about 10 houses in the crash.

Now that story has reversed the facts like turning a palm of a hand. Now the place was used as a tourist attraction that attracted many tourists, both local and foreign tourists. We continue to look at the enormous ship, we again imagine our existence in the Titanic film because of the size of the ship that is almost the same as in the film and also bring a story that is almost the same. We began to board the ship while holding back the deep pain we continued up the steps of the ship and wanted to go to the top of the ship is very high. Take us at the top of the boat for about 10 minutes ride. Above the top of the boat we can enjoy the green landscape and also equipped with telescopes of the past, we are required to insert a metal coin into the telescope and then the telescope open the screen automatically for 1 minute starting from the first we put the coin. We began to see the very far sight but look very close in front of us. I and my friends were very happy after seeing the beautiful nature at that time. We were about to go home, not forgetting to enter the room inside the ship. Inside the room we are presented a short film that tells the story of the ship's shipwreck is so large that it arrives in our country. Soon the movie was over and we rushed out of the place. The day was getting late the sun began to set, we did not want to continue the journey again. And we counsel to go home to our residence.

The next day . . . . .

Enjoying the waves on the Lampu'uk Coast
The trip to the beach lamp'uk we started with a heart of joy, our journey to the beach takes approximately 1 hour from the residence. Our accomplishment on the beach was greeted loudly by the sound of the calm waves and the cool breeze. I can not wait to feel the water is very clear and cold. I immediately replaced my clothes for swimming, there my heart is very happy when stepping on my first foot at the end of the waves as if to pick me want to enjoy his affection. Approximately about 1 hour I showered with great cheer, at that time I was called by my brother to take up the banana boat. I, my friend and my brother went to the banana boat rental. We started on a wagon to the parking lot while banana boat. Start up on us above the banana boat. We began to be brought around the whole charm of the beach that became a spectacle of coral under the sea is clear and blue. We had several times fallen and overturned the banana boat that we were riding at that time. But we kept trying to get up to climb again as if we were feeling the pleasure we had never had on another beach.
Once completed surrounded by all the charm of the beach we were taken to the beach because the trip with banana boat is over. I along with my friends continue our game is playing the skin round (play ball). The spirit began to awaken again after enjoying the whole beach. Seconds by minute, the minute-by-minute moving of the sun began to set, which began to show its orange color, the stomach began to want its emptiness filled like the usual days. We left the playground and searched for the beach. We enjoyed an afternoon meal accompanied by the waves of longing and the affection of the wind that began to blow us slowly. Hours show at 18.00 we get ready and replace our wet clothes. After all was ready me and my friends started to leave the panati and headed to our residence.

COMPLETE. . .

That is the short story of my journey in the beloved Acehnese country that was once in spent by the big waves but now all in the re-arrangement as there has not been any disaster.

Sort:  

World of Photography Beta V1.0
>Learn more here<

Thank you for participating in #portraitphotography, the weekly selection will be released on Saturday.

You have earned 5.10 XP for sharing your photo!

Daily Stats
Daily photos: 1/2
Daily comments: 0/5
Multiplier: 1.02
Server time: 19:50:00
Account Level: 0
Total XP: 6.10/100.00
Total Photos: 1
Total comments: 1
Total contest wins: 0
When you reach level 1 you will start receiving up to two daily upvotes

Follow: @photocontests
Join the Discord channel: click!
Play and win SBD: @fairlotto
Learn how to program Steem-Python applications: @steempytutorials
Developed and sponsored by: @juliank

Coin Marketplace

STEEM 0.20
TRX 0.12
JST 0.029
BTC 61182.87
ETH 3360.06
USDT 1.00
SBD 2.49