Pertimbangan Saya Saat Membeli Barang Mahal
Beberapa hari lalu, sebuah pesan masuk ke WhatsApp saya. Pengirimnya seorang anak muda yang bekerja di sebuah lembaga swadaya masyarakat. Isinya seperti ini:
Kak ihan. Boleh tanya dong.
Aku liat Kakak sangat konsen dalam segi finansial juga. Salut banget.
Mau tanya, Kak..
Apa yang menjadi pertimbangan Kakak saat membeli barang yang mahal?
Misalnya nih, aku pengen beli Mac dengan hasil uang kerja sendiri. Padahal kan ada banyak laptop yang lebih di bawah harga itu. Cuma aku perlu aplikasi Final Cut Pro yang cuma bisa di Mac OS.
Nah, di satu sisi saat mengeluarkan uangnya sayang😥 (mungkin casenya karena belum banyak uang hahaha), gimana tu ya, Kak?
Makasi sebelumnya.
Jujur saja, saya tersenyum saat membaca pesan ini. Bukan apa-apa, ini pertanyaan yang terasa ganjil. Apalagi ditanyakan oleh seorang anak muda. Anak muda biasanya cenderung grasa-grusu dalam membeli barang. Saat membeli barang-barang bermerk biasanya yang lebih diutamakan karena faktor gensi, bukan karena fungsinya. Saya mengapresiasi pertanyaan itu dan inilah jawaban saya:
Kalau aku, yang menjadi pertimbangan ketika membeli barang adalah apakah barang yang kubeli itu sebagai investasi atau leabiliti (beban).
Misalnya, selama ini aku cenderung membeli barang yang berkualitas karena menurut aku itu bagian dari investasi. Barang-barang yang berkualitas (umumnya juga punya harga) biasanya minim perawatan sehingga usia produknya lebih panjang. Sepatu misalnya, kalau kita beli yang harga puluhan ribu, paling cuma bisa dipakai hitungan bulan, tapi kalau kita beli yang harga ratusan ribu, bisa kita pakai tahunan. Jatuhnya jadi lebih hemat.
Begitu juga dengan laptop misalnya, merk-merk tertentu selain aplikasinya yang memadai juga tidak manja (aman dari virus) sehingga ngga perlu mengeluarkan biaya perawatan.
Aku juga melihat produk dari fungsinya. Untuk smartphone misalnya, aku pakai android (tidak iPhone) karena kerja aku lebih banyak pake laptop.
Sejauh ini aku tidak pernah membeli produk karena gengsi atau ikut-ikutan. 😀
Kalau misalnya kamu mau beli Mac Book yang mahal, tapi perangkat itu akan mendorong kinerja kamu nanti, menurut aku itu merupakan investasi.
Bayangkan misalnya, untuk mengedit sebuah video, dengan laptop biasa membutuhkan waktu 2 jam, tapi dengan Mac bisa 1 jam, lebih efisien kan?
Sampai di situ, kegelisahan lain muncul. Jumlah uang yang dikeluarkan sangat besar dan itu membuat kita rasanya tidak rela. Cari uang capek-capek, masa harus "hilang" dalam sekejap untuk membeli barang mahal sih. Menurut saya, ini perasaan yang wajar sih, itu sebabnya barang yang kita beli haruslah sesuai dengan kerja keras kita. Biar apa? Biar barang yang dibeli nggak sia-sia dong. Meminjam lirik salah satu lagu yang sedang hits: mahal ga papa, asal ada kualitas. Mahal ga papa yang penting apa? Produknya jelas.
Kalau kalian, apa pertimbangan kalian saat membeli barang? Share, dong!
Terdengar sepele sih, tapi relate banget kak. Jadi pengen komen.
kalo menurut aku sih gini...
Aku urut sesuai prioritas pribadi ya;
pengalaman:
hp rusak, harus beli baru. ada uang 2jt.
mau beli hape 2jt pas? atau "ingin" hape yang spek unggul sedikit di di harga 1.8.
pelit ama diri sendiri? ngga. aku turunin level ke-ingin-an aku ke level ke-butuh-an.
setelah sortir spek dan range sana sini, terbeli lah dengan hape 1,2jt.
di harga 1,2 kita sortir mana kualitas terbaik yg ditawarkan dari variabel yg ada.
karna semua barang bakal aus, karna masa pakai (kecuali kecelakaan, dll).
jadi apa tetap beli barang overpriced atau branded yg 2-3 tahun kedepan product yg kita beli itu makin usang dan akan disaingi oleh teknologi yg lebih canggih dgan harga yg lebih rasionable?
Yang penting ada pertimbangan matang sebelum beli... Salam kenal, Jun.
Bedakan antara kebutuhan dan keinginan, di situ ada jalan tengahnya.
selalu ada wilayah untuk berdiplomasi :-)
Pengalaman @ihansunrise bisa ditiru. Dalam membeli barang, saya termasuk suka yang berkualitas meski kemudian barangnya mahal. Lebih baik saya menabung dalam waktu lama dan memiliki barang sedikit daripada barang tidak berkualitas tetapi kita punya banyak.
Tapi ada sedihnya juga. Misalnya ketika membeli kaca mata yang bagi saya mahal. Waktu ikut wartawan tanding bola, entah siapa yang duduk atau gencet ransel saya sehingga kaca mata pecah. Karena mahal, harusnya dijaga dengan baik...
Pernah di satu seminar dibilang kira-kira begini: jangan kita mengecilkan impian kita karena nggak punya uang, dan tidak apa-apa menunda sebentar sambil mengumpulkan uang untuk mendapatkan apa yang diimpikan itu. Buat Ihan, ini masuk akal dan sering jadi pertimbangan untuk tidak tergesa-gesa saat membeli produk.
Hmm soal kacamata itu, yang pernah Bang Ayi cerita, ya? Memang pedih kali kalau kejadiannya begitu. Tapi, di situlah kadang-kadang kita perlu belajar merelakan xixixiix.