Siapa Mereka? Kau Jangan Ribut Pantengong!

in #fiction7 years ago (edited)

image

Dua ratus tahun setelah para koboi di Amerika, dengan kuda si tukang lari sebagai tunggangan, meremehkan kawanan sapi. Sementara di semenanjung Iberia, kau masih saja ternganga dengan kegilaan aksi budaya orang-orang Andalusia dikejar banteng celaka nan liar. Di belahan bumi lain, saat kau memintas sebuah jalan untuk pulang ke rumah. Kau dibentak. Kau celingak-celinguk kiri-kanan. Mana orangnya. Tidak ada.

Lihat lagi kiri-kanan. Celingak-celinguk. Dada berdebar. Bulu kuduk berdiri. Setankah? Sementara di langit, dewa bangsa Mesir Purba seakan murka.

"Hei, Pantengong. Untuk apa kau foto kami, hah?!" terdengar lagi teriakan itu di telinga.

Mungkin kalian tak percaya. Saya yakin. Tapi di antara mereka, di mana mulut itu mengunyah saking asyiknya, ada satu mulut yang saya yakin tidak hanya mengunyah. Dia sedang membisikkan sesuatu kepada kawannya. Ya, saya dengar dan pelan sekali.

"Jangan pindah. Tanah ini milik kita. Biarpun ini bukan tanah lagi. Tapi sudah diganti oleh manusia-manusia celaka seperti dia dengan benda hitam ini. Tapi hangat. Enak. Seandainya kandang kita juga diganti benda hitam ini dengan tanah. Wow, malam-malam yang menyenangkan untuk kita."

Mata saya tak lagi berkedip. Tiba-tiba saya jadi geram. Jika benar mereka yang membentak saya. Makhluk tanpa kolor itu. Ini luar biasa. Tak bisa diterima. Bagaimana pun saya adalah manusia. Pemilik sah bumi Tuhan ini. Sedang binatang cuma menumpang. Sama saja dengan pepohonan. Mereka juga menumpang. Hanya saja, ya, Tuhan menitipkan fungsi yang strategis pada mereka.

"Pikiranmu itu salah, kawan. Biarpun kami hanya binatang, tanpa kolor. Tapi kami lebih berguna dari kalian," bisik salah satu dari mereka yang terdengar di telinga.

image

"Gini-gini kami tak pernah mencuri. Komplek bupati ini warisan indatu kami. Selama manusia ada di bumi. Sekarang, rumput-rumput hijau di sini pun tak boleh kami makan. Bah," bisikkan itu. Pelan, tapi menyakinkan.

"Jangan gunakan 'bah'. Ketahuan kalau kau bukan asli sini. Yang berbicara 'bah-bah' itu orang dari Medan." Eh, saya heran. Tertawa tidak hanya salah satu saja yang mampu berbicara seperti kita.

"Maaf, boleh saya mengambil kalian. Kalian mirip artis. Suasana terik begini seperti seorang turis di Bali sedang berjemur," kata saya. Mereka tak melihat ke arah saya. Mereka terus mengunyah. Melirik saya sebentar, mengunyah lagi.

"Apa kau lihat-lihat? Ada utang. Dasar manusia," bentak yang paling depan. Kasar. Dan tiba-tiba mereka bangkit. Melirik saya sebentar dan pergi ke arah yang berlawanan dengan saya.

Uf...

Sort:  

Lovely mooon.Goood post.super subect also text .photo selection awesome.super tag add.

Terima kasih atas atensinya.

Tulisan yang bagus,,

Terima kasih banyak atas pujiannya.

Makhluk tanpa kolor.... Menggelitik namun sarat makna. Edy memang bisa!

Thanks kunjungannya Ihan.

Hahaha keren! No kolor day deh!

ha ha

Pengen datang ke Banda Aceh kemarin. Ah, ada aral melintang sehingga saya tak sempat datang. Semoga selalu menyenangkan sampai di Aceh, Mbak Mariska.

Coin Marketplace

STEEM 0.20
TRX 0.14
JST 0.030
BTC 68854.36
ETH 3283.36
USDT 1.00
SBD 2.67