Steemit Philippines - S8W3 | CONFLICT RESOLVED BY DISASTER

Dulu pada masanya, kota Lhokseumawe yang pada saat itu masih menjadi bagian dari Aceh Utara, provinsi Aceh, merupakan ladang gas yang menyimpan cadangan gas alam terbesar di dunia kala itu. Sehingga masuklah perusahaan asing pada tahun 1971, untuk mengelola minyak dan gas yang terdapat di kota Lhokseumawe, Aceh Utara. Hal inilah yang menjadi salah satu pemicu perang saudara terjadi hingga puluhan tahun lamanya, yang menghadirkan goresan luka dari sebuah kepentingan dan rasa ketidakadilan.

Pemerintah pusat saat itu, lebih memilih bekerja sama dengan pihak asing untuk mengelola hasil bumi yang terdapat di Provinsi Aceh. Ditambah lagi dengan ketidakadilan dalam pembagian hasil antara daerah dan pusat pemerintahan. Sehingga timbullah gerakan yang mengharapkan perubahan dan ingin melepaskan diri dari kesatuan negara Republik Indonesia, dengan tujuan mendirikan negara sendiri dan mengelola hasil bumi untuk kepentingan daerah provinsi masyarakat Aceh secara utuh.

Aceh saat itu merupakan sebuah provinsi di Indonesia yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang cukup melimpah, minyak dan gas merupakan salah satu kekayaan yang cukup besar yang dimiliki oleh Provinsi Aceh. Sayangnya pemerintah pusat tidak berlaku adil kepada daerah Aceh, hasil yang dikelola oleh pihak asing dan pendapatan besar dibawa keluar dari Provinsi Aceh, membuat rakyat membentuk gerakan perlawanan untuk menuntut keadilan serta memisahkan diri dari negara.

Respon pemerintah saat itu tidak mencerminkan persaudaraan sesama anak bangsa, perlawanan dibalas dengan perlawanan sehingga melahirkan peperangan yang memicu banyak korban hingga puluhan tahun lamanya. Konflik antara pemerintah Indonesia dan Provinsi Aceh menjadi konflik terbesar di Indonesia, perundingan demi perundingan dilakukan setiap tahun namun Konflik Serambi Mekah yang menjadi simbol dari provinsi Aceh tidak pernah tercapai.

Singkat cerita konflik yang terjadi pada tahun 1976 terjadi hingga tahun 2005, ribuan korban serta pelanggaran hak asasi manusia terjadi di bumi Aceh. Penindasan serta eksploitasi sumber daya alam terus dilakukan oleh pemerintah pusat, pembagian pendapatan tidak sesuai dengan harapan bahkan jauh dari rasa keadilan. Gerakan pemberontak bersenjata yang menuntut keadilan untuk provinsi Aceh, terus melakukan perlawanan hingga tujuan dan harapan tercapai. Namun pemerintah terus melakukan upaya penertiban secara militer sehingga konflik yang lebih besar tidak dapat dielakkan, puluhan tahun masyarakat hidup dalam ketidakpastian keamanan. Penculikan, kekerasan dan pembunuhan terjadi di mana-mana, luka yang terus membesar dan menjadi peristiwa terburuk.

Penderitaan yang terjadi dimana-mana, saya sebagai masyarakat kala itu merasa terpenjara oleh situasi konflik, ditambah lagi dengan kesulitan ekonomi yang membuat rakyat Provinsi Aceh saat itu cukup menderita, padahal kami merupakan provinsi yang kaya dengan sumber daya alam yang cukup melimpah.

Bertahun-tahun lamanya, tidak terhitung berapa jenis perjanjian yang telah dilakukan, semuanya tidak membuahkan hasil perdamaian, konflik semakin besar dengan korban yang semakin besar juga. Puncaknya, darurat militer diberlakukan, tahun 2000 menjadi tahun yang paling mencekam yang membatasi pergerakan masyarakat untuk melakukan aktivitas, pemerintah seperti kehilangan caara untuk melakukan musyawarah secara baik dan lebih memilih melakukan tindakan militer untuk menertibkan situasi dan kondisi saat itu.

Seakan perdamaian tidak akan pernah terjadi dan harapan untuk hidup tenang tidak pernah terlintasi di pikiran masyarakat Indonesia khususnya Provinsi Aceh saat itu, tiba-tiba provinsi paling barat Indonesia yang bersebelahan langsung dengan samudra Hindia kembali tertimpa musibah besar yang merenggut ratusan ribu manusia.

Bumi Serambi Mekah yang merupakan julukan dari Provinsi Aceh diterjang bencana besar, gempa bumi dengan kekuatan 9 skala Richter dan sapuan besar ombak tsunami meluluhlantahkan hampir setengah wilayah pesisir di Provinsi Aceh. Peristiwa bencana besar ini menambah luka masyarakat Aceh yang masih dalam keadaan konflik hebat dengan pemerintah pusat, seakan-akan kehidupan yang indah tidak akan pernah kami rasakan.

Tsunami yang terjadi pada tahun 2004 tepatnya pada tanggal 26 Desember merenggut 230.000 jiwa serta menghancurkan wilayah-wilayah yang dilaluinya, luka Aceh yang menganga menjadi luka dan tangisan bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Melihat besarnya dampak yang terjadi atas musibah dan bencana tersebut, hati dari kedua belah pihak yang bertikai puluhan tahun lamanya akhirnya bergetar. Perundingan yang berpuluh-puluh kali dilakukan akhirnya terwujud pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki,Finlandia.

Secara tidak langsung Allah menegur umatnya dengan sebuah bencana besar yang membuat konflik berkepanjangan akhirnya selesai di meja perundingan, dua kubu yang berkonflik akhirnya secara bersama-sama saling bantu- membantu untuk mewujudkan kembali Aceh yang telah porak-poranda. Di sinilah saudara lama yang berkonflik merajut kembali tali persaudaraan, dan juga mencoba melupakan segala pertikaian pernah terjadi, walaupun butuh Waktu untuk menghapusnya.

Kini Provinsi Aceh masih menjadi wilayah Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi provinsi paling berpengaruh dari dulu hingga sekarang, perjanjian dan kesepakatan dalam perdamaian menjadi pondasi untuk tetap hidup rukun sebagai sebuah bangsa yang besar dan mencoba untuk tetap berlaku adil sebagai masyarakat dan Negara.

Saya pribadi terkadang berpikir jika saja saat itu Allah tidak menunjukkan kekuasaannya di depan hambanya yang mungkin melakukan kesalahan sebagai sebuah teguran dalam bentuk bencana, mungkin perdamaian konflik antara masyarakat Provinsi Aceh dan juga pemerintahan yang kurang adil Pada masa itu, bisa jadi tidak pernah tercapai hingga saat ini.

Sekali lagi ini mungkin saja pendapat saya pribadi, semoga saja korban dari bencana tsunami yang merenggut 230.000 jiwa dan korban konflik dengan jumlah yang tidak di ketahui, mendapat tempat terbaik di sisi Allah dan kita berharap konflik dan juga bencana besar yang terjadi tidak akan pernah terulang kembali.

Rangkaian peristiwa besar yang saya alami secara pribadi dan juga masyarakat Aceh pada Umumnya, membuat kami banyak mengambil hikmat untuk menjalani hari-hari di masa yang akan datang yang jauh lebih baik, terutama tahun 2023. Hidup sebagai masyarakat dan juga sebagai sebuah negara, harus mengedepankan rasa keadilan dan juga kebersamaan yang kuat. Musibah yang terjadi merupakan teguran dari berbagai kelalaian yang pernah kita lakukan, dan menjadi cara untuk menjadi manusia yang jauh lebih baik lagi.

Cerita ini merupakan cerita nyata yang saya publikasikan di Steemit, alur cerita adalah gambaran besar yang terjadi. Kesalahan serta kesilapan dalam menyampaikannya, murni ketidaktahuan saya atas peristiwa yang lebih rinci. Semoga ini menjadi bacaan yang menarik dan menambah wawasan dan informasi yang bermanfaat bagi kita semua dan juga postingan saya untuk berpartisipasi di kontes minggu ke 3, salam hormat untuk semua.

Saya mengundang @radjasalman, @heriadi, @anroja, @irawandedy, @patjewell, @harferri, @ubongudofot, @adeljose, @nahla, @chiabertrand, @steemdoctor1, @lhorgic, @petface, @f2i5, @waterjoe, @sailawana, @ridwant, dan @fadlymatch, @gitshock.trading .