---

BABAK PERTAMA:
DALAM SEBUAH RUANGAN GELAP, TANPA CAHAYA. KESUNYIAN SEOLAH ABADI MENGURUNG RUANGAN ITU DENGAN KEPEKATAN YANG TAK MAMPU DITEMBUS MATA.

TIBA-TIBA TERDENGAR BUNYI GERETAN YANG DISUSUL SEMBURAN API KECIL MEMPERLIHATKAN BAYANGAN WAJAH SEORANG LELAKI YANG MENGENAKAN TOPI LAKEN. DIALAH PRESIDEN NEGERI TARANU.

LELAKI ITU MENYALAKAN CERUTU DENGAN GERETAN KLASIK BERMUTU TINGGI YANG TERDENGAR DARI DENTINGAN SUARANYA. DIA MENARIK ASAP PERLAHAN MASUK KE DALAM MULUTNYA, MERESAPI RASA SEKALIGUS AROMANYA YANG HARUM.

DI DEPANNYA, DUDUK SEORANG LELAKI BERNAMA BAHRUL DENGAN BAHU TURUN, MENUNJUKKAN SIKAP HORMAT BERLEBIHAN KARENA JUNJUNGAN DI DEPANNYA SAMA SEKALI TIDAK MELIHAT. BAHRUL MENGENAKAN PAKAIAN SAFARI LENGAN PANJANG BERWARNA BIRU GELAP. TAPI DALAM KEGELAPAN, WARNA TIDAK BERPENGARUH TERHADAP APA PUN DAN SIAPA PUN.

TUAN PRESIDEN (MENDESAH):
Jadi, kabar penting apa yang kamu bawa?

BAHRUL (BERDEHEM PELAN):
Ini tentang pohon, Tuan Presiden. Pohon yang akan memberikan keuntungan bagi kita semua.

TUAN PRESIDEN:
Aku tidak ingin lagi mendengar tentang pohon. Hutan kita sudah habis, tanah kita berulah, tidak mau lagi ditanami pohon apa pun. Aku tidak mau terus dikecam sebagai presiden perusak lingkungan.

BAHRUL:
Kali ini berbeda, Tuan Presiden. Kita tidak lagi mengeksplorasi hutan, tetapi ini tentang satu pohon. Namanya pohon berkah. Tumbuhan itu masih kecil, tingginya masih sekitar dua jengkal orang dewasa. Pohon itu menjadi pembicaraan para tokoh masyarakat adat. Sumber telek sandi kita menyebutkan, masyarakat meyakini pohon itu memiliki tuah untuk menjaga kekuasaan. Pohon itu….

TUAN PRESIDEN:
Hahahahahaha… (MEMOTONG DENGAN TAWA TERBAHAK-BAHAK). Kamu masih meyakini mitos seperti itu di zaman AI seperti sekarang? Hahahahahaha…. Kita bisa dikecam sepanjang zaman kalau rakyat Taranu tahu ini!

BAHRUL (TERDIAM. KEMUDIAN MENARIK NAPAS PANJANG DAN MELEPASKANNYA SECARA HATI-HATI SEOLAH TAKUT TUAN PRESIDEN AKAN TERGANGGU):
Boleh saya jelaskan, Tuan Presiden?

TUAN PRESIDEN MENGANGGUK. TAPI KEMUDIAN BERGUMAM PELAN SETELAH MENYADARI BAHRUL TIDAK BISA MELIHAT WAJAHNYA.

BAHRUL:
Begini, Tuan Presiden. Meskipun ada nuansa mitos, ada bagian-bagian yang bisa kita jelaskan secara ilmiah. Pohon jelas bisa meningkatkan kualitas lingkungan yang belakangan menjadi sasaran kritik pegiat lingkungan. Pohon juga membawa kemakmuran, membantu negeri kita menjadi hijau kembali, sehat, dan dinamis bagi semua orang. Pohon juga mengurangi biaya energi.

TUAN PRESIDEN (MENYEDOT KEMBALI CERUTUNYA):
Jadi, mana bagian mitosnya?

BAHRUL:
Seperti namanya, pohon berkah memberikan berkah untuk pemiliknya. Kekuasaan yang kuat tanpa batas, sampai anak cucu. Tidak perlu kita mengintervensi Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi. Alam sudah mendukung kekuasaan kita. Rezeki kita melimpah, uang melihat. Tidak pernah menambah utang. Bahkan kita bisa membayar semua utang-utang kita. Tapi itu tidak perlu kita lakukan, biarlah pemerintahan berikutnya yang memikirkan untuk membayar utang, kecuali putra emas Tuan Presiden menjadi presiden berikutnya.

Para ahli kita, Tuan Presiden, menyebutkan pohon berkah memang ada. Pohon itu bermain di antara fakta dan mitos, katakanlah begitu. Fakta bahwa pohon itu memang ada. Seperti namanya, ia memberi keberkahan kepada pemiliknya (BAHRUL MENGUCAPKAN KALIMAT YANG TADI TERPOTONG DENGAN TAWA PRESIDEN).

TUAN PRESIDEN TERDIAM. KEHENINGAN KEMBALI HADIR DALAM RUANGAN ITU. SUARA MESIN PENDINGIN UDARA TERDENGAR LEMBUT SAKING HENINGNYA, BERCAMPUR DENGAN DESAH NAPAS KEDUA MANUSIA ITU.

TUAN PRESIDEN MENARIK KEMBALI CERUTUNYA, MENGISAP DENGAN CARA SAMA, MENDESAH NIKMAT DENGAN CARA SAMA. HANYA POSISI DUDUKNYA YANG KINI BERBEDA. TANGAN KIRINYA IA LIPATKAN DI DADA, SEMENTARA TELUNJUK DAN JARI MANISNYA MASIH MENJEPIT CERUTU YANG KINI MENJAUH DARI BIBIRNYA.

SEJENAK KEMUDIAN, TUAN PRESIDEN MELETAKKAN CERUTUNYA DI ATAS ASBAK DAN MENATAP BAHRUL DENGAN SERIUS. BAHRUL MENUNGGU DENGAN TENANG DAN MENYIMAK DENGAN SAKSAMA.

TUAN PRESIDEN:
Operasi Pohon Berkah ini hanya antara kita berdua. Jangan wakilkan kepada siapa pun. Jika kemudian terbongkar, Presiden tidak tahu apa-apa.

BAHRUL:
Siap, Tuan Presiden.

TUAN PRESIDEN:
Usahakan jangan ada kegaduhan, apalagi sampai jatuh korban. Operasi Pohon Berkah harus berlangsung senyap seperti ruangan ini. Kita harus mengembalikan Negeri Taranu menghijau seperti dulu. Kita harus kembali menjadi paru-paru dunia. Dan yang lebih penting, kitalah yang mengelola semuanya, selamanya!

---

---

BABAK KEDUA:
DALAM RUANG TAMU RUMAH YANG BERUKURAN SEKITAR 3 x 4 METER DAN MENYATU DENGAN SEBUAH RANJANG DI SUDUT KAMAR, PEUTUA ADAT DUDUK DI SEBUAH KURSI ROTAN YANG SUDAH USANG. KURSI ITU SELALU BERDERIT KETIKA PEUTUA ADAT MENGGERAKKAN TUBUHNYA YANG RINGKIH. DIA MENGENAKAN CELANA PANJANG WARNA HITAM, CELANA SAMA YANG YANG SERING IA GUNAKAN DALAM KESEHARIAN. DI BAGIAN PINGGANG, MELILIT KAIN SARUNG YANG MENUTUPI BAGIAN PINGGANG. DI KEPALANYA TERSANGKUT KUPIAH YANG SUDAH AUS DI BAGIAN UJUNG, TETAPI SELALU BERSIH. BEGITULAH PAKAIAN PEUTUA ADAT SEHARI-HARI.

DI HADAPANNYA, DUDUK DUA ANAK MUDA YANG BERPAKAIN HAMPIR SAMA. HANYA SAJA, KEDUA ANAK MUDA ITU MEMAKAI PENUTUP KEPALA DARI KAIN, PAKAIAN YANG SAMA SEPERTI DIPAKAI ANAK MUDA DI DESA ITU. KEDUA PEMUDA ITU, BANTA DAN HAMID. BANTA ADALAH KETUA PEMUDA SEKALIGUS ORANG KEPERCAYAAN PEUTUA ADAT. ORANG KAMPUNG JUGA MENGENAL BANTA SEBAGAI PENGAWAL PEUTUA ADAT KARENA DIA SERING MENDAMPINGI PEUTUA ADAT DALAM BERBAGAI KEGIATAN, MESKI SESUNGGUHNYA PEUTUA ADAT TIDAK MEMERLUKAN PENGAWALAN.
SEDANGKAN HAMID ADALAH ANAK DARI PEUTUA ADAT.

ADA DUA KURSI ROTAN LAINNYA YANG MENGELILINGI SEBUAH MEJA ROTAN BUNDAR. TIDAK ADA APA-APA DI ATAS MEJA TERSEBUT, KECUALI SEBUAH TAPLAK WARNA PUTIH YANG SUDAH KUSAM.

BANTA:
Kabar tentang pohon berkah itu sudah berkembang. Ureung gampong sudah mulai membicarakannya.

PEUTUA ADAT:
Biarkan saja. Kita tidak bisa mengendalikan angin yang berembus. Yang bisa kita lakukan adalah menyadarkan masyarakat agar tidak percaya kepada kabar angin.

HAMID (MELIHAT KE ARAH BANTA, KETIKA PEMUDA ITU DIAM, AKHIRNYA DIA MEMBUKA MULUT):
Pak Keuchik tadi mengabarkan, dua hari lalu ada beberapa orang bertanya tentang Peutua Adat. Mereka menanyakan nomor telepon dan rumah Peutua Adat. Ketika dijawab Peutua Adat tidak pakai telepon, mereka diam saja.

BANTA:
Tapi sepertinya mereka tidak percaya!

HAMID:
Mereka akan ke rumah hari ini, ingin bicara langsung dengan Peutua Adat.

BANTA (MENATAP WAJAH PEUTUA ADAT DENGAN SERIUS):
Apa kita perlu memanggil anak muda pageu gampong ke sini, Peutua?

PEUTUA ADAT MELIHAT KE ARAH JENDELA. SEBUAH JENDELA KECIL YANG MENGIRIMKAN CAHAYA KE DALAM RUMAH. TIDAK CUKUP TERANG, TETAPI DENGAN BANTUAN JENDELA LAINNYA DI SISI KANAN RUMAH, CAHAYA DALAM RUMAH ITU CUKUP UNTUK MEMPERLIHATKAN EKSPRESI WAJAH KETIGANYA.
PEUTUA ADAT MELIHAT BANTA, DAN BERKATA:

PEUTUA ADAT:
Tak perlu mengerahkan anak muda untuk menyelesaikan kabar angin. Kita tunggu saja memang mereka akan datang. Kita jelaskan apa yang harusnya kita jelaskan.

UCAPAN PEUTUA ADAT TERPOTONG DENGAN SUARA HANDPHONE DI SAKU CELANA HAMID. PEMUDA BANGKIT DARI DUDUKNYA UNTUK MENGELUARKAN HANDPHONE.

HAMID: Waalaikumussalam, Pak Keuchik. Benar, saya. Ada di rumah. Ayah juga ada. Baik… Kami tunggu!
HAMID MENUTUP HANDPHONE DAN MENYIMPAN KEMBALI KE DALAM SAKU. DIA MELIHAT AYAHNYA DAN BANTA SECARA BERGANTI.

HAMID:
Pak Keuchik. Mereka sedang menuju ke mari… (DENGAN NADA CEMAS).

PEUTUA ADAT:
Siapa saja bersama Pak Keuchik?

HAMID:
Pak Keuchik hanya bilang tamu dari Pusat. Tidak disebutkan jumlah dan siapa mereka.

PEUTUA ADAT TERCENUNG. BANTA DAN HAMID MENATAP LEKAT WAJAH PEUTUA ADAT, SEPERTI HENDAK MEMBACA ISI HATI LELAKI TUA ITU. MEREKA TERDIAM LAMA, TIDAK ADA YANG MEMBUKA MULUT. DI KEJAUHAN TERDENGAR SUARA AYAM YANG DITINGKAHI SUARA SESEORANG PEREMPUAN MEMANGGIL ANAKNYA.

SUARA AYAM TERDENGAR LAGI, LALU DISAMBUT DENGAN SUARA MESIN MOBIL YANG BERHENTI DI DEPAN RUMAH PEUTUA ADAT.

HAMID:
Mungkin itu mereka!
HAMID BANGKIT DARI DUDUK DAN MELANGKAH KE LUAR. DIA HANYA MENGINTIP DARI JENDELA DAN KEMBALI LAGI.

HAMID:
Benar, itu mereka!

PEUTUA ADAT:
Bukakan pintu.

HAMID KEMBALI KE DEPAN YANG BISA DIJANGKAU DALAM BEBERAPA LANGKAH. DIA MEMBUKA PINTU DAN CAHAYA MENEROBOS MASUK. KEMUDIAN TERDENGAR SUARA SALAM. PAK KEUCHIK MASUK DISUSUL DENGAN SEORANG LELAKI BERPAKAIAN SAFARI DAN TIGA LAINNYA MENGENAKAN KEMEJA DAN BERBADAN TEGAP. DUA ORANG DI ANTARANYA MEMBAWA DUA KOTAK YANG KEMUDIAN MEREKA LETAKKAN DI ATAS MEJA TANPA MENGATAKAN APA PUN.

PAK KEUCHIK:
Ini Pak Bahrul, orang kepercayaan Pak Presiden (SAMBIL MENGARAHKAN JEMPOLNYA KE LELAKI BERPOSTUR PENDEK DAN BERKULIT AGAK GELAP, SENADA DENGAN WARNA KULIT PAK KEUCHIK DAN PEUTUA ADAT.

BAHRUL:
Semoga Peutua Adat selalu dalam keadaan sehat. Kami mohon maaf bila sudah mengganggu Peutua Adat semua.

PEUTUA ADAT:
Tidak ada yang merasa terganggu. Kami merasa senang ada tamu jauh yang datang ke mari. Hamid…. (PEUTUA ADAT MENGALIHKAN PANDANGANNYA KEPADA PUTRANYA). Tolong buatkan kopi.

BAHRUL:
Maaf, Peutua. Jangan merepotkan. Kami tadi sudah minum di rumah Pak Keuchik. Kami tidak ingin lama-lama mengganggu Peutua Adat. Hm, bolehkah saya bicara berdua dengan Peutua Adat sebentar?

PAK KEUCHIK (MENYAHUT DENGAN CEPAT):
Tentu saja boleh!

BANTA DAN HAMID SALING BERPANDANGAN. KEMUDIAN MEREKA MENATAP PEUTUA ADAT, MENUNGGU REAKSI ORANG TUA ITU. KEMUDIAN KEDUANYA KELUAR SETELAH MELIHAT ANGGUKAN KECIL PEUTUA ADAT. PAK KEUCHIK MENYUSUL DI BELAKANG DAN DIIKUTI TIGA PEMUDA BERTUBUH TEGAP. TINGGALLAH PEUTUA ADAT BERSAMA DENGAN BAHRUL YANG BERDIRI DI SAMPING KURSI. KEDUANYA TERDIAM SEJENAK, SEBELUM KEMUDIAN BAHRUL MENUNJUK DUA KOTAK DI ATAS MEJA YANG BERBUNGKUS KERTAS KADO BERORNAMEN BATIK.

BAHRUL:
Sekali lagi maaf sudah mengganggu Peutua Adat. Kami hanya membawa sedikit oleh-oleh, semoga Peutua Adat dan keluarga bisa menerimanya dengan ikhlas.

PEUTUA ADAT:
Silakan duduk dulu. Silakan duduk…

BAHRUL DUDUK SETELAH PEUTUA ADAT DUDUK TERLEBIH DAHULU. LELAKI ITU MELIHAT GELAGAT PEUTUA ADAT YANG TAMPAK TENANG. DIA MEMIKIRKAN KATA-KATA YANG TEPAT UNTUK MEMULAI.

BAHRUL:
Saya pikir langsung saja, Peutua. Bangsa kita sedang mengalami banyak tantangan di tengah perubahan iklim. Kita sedang membangun ibu kota baru. Tapi di saat itu pula, ada perubahan yang belum kita pahami. Tanah-tanah dan lahan kita di berbagai daerah tidak bisa ditanami pohon.

BAHRUL DIAM, MENUNGGU REAKSI DARI PEUTUA ADAT. TAPI LELAKI ITU HANYA DIAM SAJA. MENUNGGU.

BAHRUL:
Kami sudah mendengar tentang pohon berkah yang menjadi pohon subur dan kabarnya pohon terakhir yang bisa ditanami di mana saja. Kami ingin meneliti tentang pohon itu, para ahli dendrologi ingin merawatnya, ingin mengembangkannya agar lebih banyak pohon berkah yang bisa ditanam. Kita akan membuat negeri kita menjadi subur kembali seperti dulu.

PEUTUA ADAT TERDIAM. BELUM BERKATA APA PUN. BAHRUL MENATAPNYA, TAPI PEUTUA ADAT MASIH TETAP DIAM.

BAHRUL:
Tentu saja kami akan mengganti semuanya untuk Peutua sekeluarga. Dijamin, jumlahnya akan bisa dinikmati Peutua dan keturunannya kelak. Kami juga akan menyerahkan sawah dan lahan untuk Peutua Adat. Kampung ini juga akan dibangun. Tadi saya lihat jalannya belum diaspal.

MASIH BELUM ADA SUARA DARI PEUTUA ADAT SEHINGGA BAHRUL KEMBALI MEMBUKA MULUT.

BAHRUL:
Sepertinya Peutua keberatan menyerahkan pohon berkah itu kepada kami. Percayalah, ini untuk kemaslahatan kita bersama. Bukan hanya untuk negeri kita, tapi untuk kemaslahatan bumi ini yang akan kita wariskan kepada anak cucu kelak. Jangan sampai pohon berkah itu menjadi pohon terakhir di muka bumi.
Bagaimana, Peutua?

PEUTUA MASIH TETAP DIAM.

BAHRUL:
Atau izinkan dulu kami melihat pohon berkah itu. Kami….

PEUTUA ADAT (MENYELA DENGAN SUARA TENANG):
Pohon berkah memang pohon terakhir yang harus kita rawat bersama. Kita sudah lama kehilangan pohon itu karena keserakahan. Kita merusak alam atas nama pembangunan atau untuk menumpuk kekayaan. Pohon berkah harus kita tanami lagi di semua aspek kehidupan. Pemimpin harus menanam pohon berkah dalam kekuasaan, rakyat pun harus menanam pohon berkah dalam kehidupan yang mereka jalani. Kalau semuanya sadar, pohon berkah akan tumbuh subur. Kehidupan kita akan makmur dan sejahtera.

BAHRUL:
Izinkan saya melihatnya, Peutua!

PEUTUA ADAT:
Setiap orang memiliki pohon berkah. Hanya saja kita tidak mau menjaganya lagi…

PERKATAAN PEUTUA ADAT TERHENTI DENGAN SUARA KERIBUTAN DI LUAR. TERDENGAR SUARA HAMID DAN BANTA MENYUMPAH-NYUMPAH DAN DIBALAS DENGAN SUARA PEMUDA LAIN, MUNGKIN LELAKI BERTUBUH KEKAR YANG DATANG BERSAMA BAHRUL. ADA JUGA SUARA PAK KEUCHIK YANG BERUSAHA MENENANGKAN MEREKA.
BAHRUL MELANGKAH CEPAT KE LUAR, SEMENTARA PEUTUA ADAT MASIH TETAP TERPAKU DI KURSINYA. HAMID DAN BANTA MENEROBOS MASUK DAN NYARIS MENUBRUK BAHRUL DI DEPAN PINTU.

HAMID:
Mereka memaksa kita menyerahkan pohon berkah. Mereka pikir pohon berkah bisa diserahkan kepada orang lain dengan mudah.

BAHRUL MENATAP SEORANG PEMUDA BERTUBUH KEKAR DAN MENGGERAKKAN KEPALANYA KE DALAM RUMAH. PEMUDA ITU MENGANGGUK PELAN DAN MASUK KE DALAM RUMAH DIIKUTI DUA PEMUDA LAINNYA. MEREKA LANGSUNG MASUK KE DALAM KAMAR DAN MENGOBRAK-ABRIK SEMUA ISINYA. SELURUH SUDUT DIPERIKSA, KOLONG TEMPAT TIDUR DAN DAPUR. BARANG-BARANG RUMAH TANGGA BERSERAKAN.

HAMID DAN BANTA BERTERIAK UNTUK MENGHENTIKAN PARA PEMUDA ITU. TAPI MEREKA TIDAK MENGGUBRISNYA. KETIKA TANGAN BANTA HENDAK TERAYUN, SONTAK PEUTUA ADAT MENANGKAPNYA.

PEUTUA ADAT:
Biarkan saja mereka mencari pohon berkah. Mereka tidak ada menemukannya, sampai kapan pun. Mereka tidak pernah bisa merawat pohon berkah.

KETIGA PEMUDA ITU KELUAR SETELAH MEMBUAT RUMAH PEUTUA ADAT BERANTAKAN. MEREKA TIDAK MENEMUKAN SATU BATANG POHON PUN. PAK KEUCHIK YANG TADI MENGIKUTI BAHRUL KE LUAR, MASUK KEMBALI DENGAN BINGUNG. DIA MELIHAT PEUTUA ADAT UNTUK MEMINTA JAWABAN, TETAPI PEUTUA ADA HANYA DIAM SAJA. KEMUDIAN PAK KEUCHIK KELUAR LAGI DAN NYARIS BERTUBRUKAN DENGAN DUA PEMUDA YANG MASUK KEMBALI. MEREKA SALING BERPANDANGAN SESAAT, LALU DUA PEMUDA ITU MENGAMBIL KEMBALI KADO YANG MEREKA LETAKKAN DI ATAS MEJA.
TAK LAMA, DI LUAR TERDENGAR SUARA MOBIL DINYALAKAN. PERLAHAN TAPI PASTI, SUARA MOBIL ITU MENJAUH DAN SUASANA MENJADI SENYAP KEMBALI.

PEUTUA ADAT:
Mereka sudah lama kehilangan pohon berkah. Mereka sendiri yang menebangnya.

HAMID:
Mereka orang yang haus kekuasaan. Mereka memaksa kita untuk menyerahkan pohon berkah.

PEUTUA ADAT:
Mari kita rapikan kembali rumah ini. Kita tanami kembali keberkahan di rumah ini.

PEUTUA ADAT MENGAMBIL BEBERAPA PERALATAN RUMAH TANGGA YANG BERSERAKAN DIIKUTI HAMID DAN BANTA. MEREKA MERAPIKAN KEMBALI RUMAH YANG BERANTAKAN, MELETAKKAM KEMBALI BARANG PADA TEMPATNYA.[]
TAMAT.

---