Two Women's Conversations | Percakapan Dua Perempuan |

in #fiction7 years ago (edited)

Two Women's Conversations

The two women stood at the edge of the horizon, staring at the sun soon to immerse themselves in a moment. Their shadow on the sand was out of sight. Their breathing was swallowed by the rhythmic waves, after before the waves fell silent as he heard the breath of two women who hunted after running on white sand.

"I hate sunset..." said @mariskalubis, who let the sea breeze stroked her beautiful hair like girls pushing shampoo with a contract as an ambassador for ten years to tie up the model so as not to be hijacked by competitors.

Every word does not slide from its lips as a human being. The word in the form of sound is the norm that disturbs the sanctity of the sound of nature. The word of the woman slips neatly from mind and heart, so it can only be heard by nature, by people of similar degree of occultity, including the woman next to the @mariskalubis who does not allow the sea breeze to stroke her hair. Every word that slid like a freshly crafted word with freshness that has been awake all the time.

"You do not hate sunset," said @horazwiwik, a woman who never allowed the sea breeze and the wind to stroke her hair, not even allowing the sun to shine through her hair.

The sound of @horazwiwik also does not slip from his throat, but it comes out of his pure heart and mind as it transcends all worldly interests and needs.

"You don’t hate the sunset," repeated @horazwiwik as if not sure the sound of his heart and mind to the bottom of heart and mind @mariskalubis. "You just are not happy with the sun absorbing the time, making the time reduced."

"The reduced period will be replaced by mounting memories. There's always a balance, "@mariskalubis replied with his lips tightly locked.

"So there's no reason to hate the sunset."

"I still hate him, because he only needs a short time to hide himself. Supposedly, he stopped at the peak of beauty.

Letting the eyes reach the peak of pleasure, letting the heart explode in happiness, bringing the soul and body to a world we never recognize, letting time stand still and no time. When consciousness recovers, the new sun sinks perfectly. "

"That's a perfect portrayal," says @horazwiwik again. "Perfection on earth is imperfection."

"That's why I hate it."

"Is there hatred related to memories? The drowning sun that also drowns the happiness of the past?" Fear @horazwiwik tries to find out the answer in the ocean of the @mariskalubis eye, although he also needs the harmony of answers in the form of real words. Every word that betrays the sanctity of nature, will sound nasal. But not because it is @mariskalubis releasing word for word that is in harmony with the purity of nature. He does not want his voice of heart and mind to be spelled false, but the ocean of his word is already part of the holiness of nature.

"I have to stop the sun sinking, to gain eternal happiness. That's an impossible condition. The sun goes away, or he who goes," @mariskalubis looked at the tireless waves dancing. If all the water in the ocean turns into ink to perpetuate its sadness in writing, then it will never be enough.

"We can never control the sunset, but we can maximize its beauty for our happiness. All the peaks of worldly delights
pass from seconds. "

"That's why it takes words that are not only organized, but recorded."

"Vox audita perit, littera scripta manet (The sound will be lost, but the writing will always be remembered)."

"Then let's capture all the memories in the word. The world produces memories every second."

The two women moved away, leaving footprints on the sand that no longer visible eyes. Away from the waves.

"I want to reveal a secret," @mariskalubis while gently touching the shoulders @horazwiwik. "I hate sunset, but always want to enjoy it."

"We can not resist or accelerate the sunset. But its beauty will remain immortal in mortality. Tomorrow will reappear. She drowned to show up, she went to go back, she did not die."

"Like our hearts and minds."

With their mouths locked, they are getting away from the shoreline. The waves are getting wetter and there are no more sand trails under their feet.[]


Source

Percakapan Dua Perempuan

Dua perempuan itu berdiri di batas cakrawala, menatap matahari yang segera membenamkan diri sesaat lagi. Bayangan mereka di atas pasir sudah tidak terlihat lagi. Desah napas mereka pun tertelan deburan ombak yang ritmis, setelah sebelumnya para ombak terdiam saat mendengar desah napas dua perempuan yang memburu seusai berlari di atas pasir putih.

“Aku benci matahari tenggelam…” ujar @mariskalubis, yang membiarkan angin laut membelai rambutnya yang tergerai indah seperti gadis-gadis mengingklankan sampo dengan kontrak sebagai duta selama sepuluh tahun untuk mengikat sang model agar tidak dibajak kompetitor.

Setiap kata tidak meluncur dari bibirnya sebagaimana manusia biasa. Kata dalam bentuk suara adalah kelaziman yang mengganggu kesucian suara alam. Kata dari perempuan itu meleset dengan rapi dari pikiran dan hati, sehingga hanya bisa terdengar oleh alam, oleh orang-orang yang memiliki derajat kekerapan senada, termasuk perempuan di sebelah @mariskalubis yang tidak mengizinkan angin laut membelai rambutnya. Setiap kata yang meluncur seperti kata-kata yang baru saja dibuat dengan penuh cita rasa dengan kesegaran yang senantian terjaga sepanjang masa.

“Kamu tidak membenci matahari tenggelam,” sergah @horazwiwik, perempuan yang tidak pernah mengizinkan angin laut dan angin darat membelai rambutnya, bahkan tidak mengizinkan matahari cahaya matahari kemerahan menjilati rambutnya.

Suara @horazwiwik juga tidak tergelincir dari tenggorokannya, tetapi keluar ari hati dan pikirannya yang murni seolah melampaui seluruh kepentingan dan kebutuhan duniawi.

“Kamu tidak membenci matahari,” ulang @horazwiwik seolah tidak yakin suara hati dan pikirannya sampai ke dasar hati dan pikiran @mariskalubis. “Kamu hanya tidak senang dengan matahari yang menyerap masa, membuat waktu terkurangi.”

“Masa yang berkurang akan tergantikan dengan kenangan yang menggunung. Selalu ada keseimbangan,” sahut @mariskalubis dengan bibir yang terkunci rapat.

“Jadi, tidak ada alasan membenci matahari tenggelam.”

“Aku tetap membencinya, sebab ia hanya membutuhkan masa singkat untuk menyembunyikan diri. Seharusnya, ia berhenti di puncak keindahan. Membiarkan mata mencapai puncak kenikmatan, membiarkan hati meledak dalam kebahagiaan, membawa jiwa dan raga pada dunia yang tak pernah kita kenali, membiarkan waktu terhenti bahkan tiada. Ketika kesadaran pulih, baru matahari tenggelam dengan sempurna.”

“Itu penggambaran sempurna,” ujar @horazwiwik lagi. “Kesempurnaan di bumi adalah ketidaksempurnaan.”

“Makanya, aku membencinya.”

“Adakah kebencian itu terkait kenangan? Matahari tenggelam yang juga menenggelamkan kebahagiaan pada masa lalu?” tatap @horazwiwik mencoba mencari tahu jawabannya dalam samudra mata @mariskalubis, meski ia juga membutuhkan keselarasan jawaban dalam bentuk kata nyata. Setiap kata yang mengkhianati kesucian alam, akan terdengar sengau. Tapi bukan karena itu @mariskalubis melepaskan kata demi kata yang selaras dengan kemurnian alam. Dia bukan tidak ingin suaranya hati dan pikirannya terdegar sengau, tapi samudra kata yang dimilikinya sudah menjadi bagian dari kesucian alam.

“Aku harus menghentikan matahari tenggelam, untuk mendapatkan kebahagiaan yang abadi. Itu syarat yang tak mungkin. Matahari pergi, atau dia yang pergi,” @mariskalubis menatap ombak yang tak lelah menari. Seandainya seluruh air dalam samudra berubah menjadi tinta untuk mengabadikan kesedihannya dalam bentuk tulisan, maka itu tidak akan pernah cukup.

“Kita tak pernah bisa mengendalikan matahari tenggelam, tapi kita bisa memaksimalkan keindahannya untuk kebahagiaan kita. Semua puncak kelezatan duniawi berlalu dari hitungan detik.”

“Untuk itulah dibutuhkan kata yang bukan saja terkata, tapi tercatat.”

Vox audita perit, littera scripta manet (Suara akan hilang, tapi tulisan akan selalu dikenang).”

“Kalau begitu, mari kita abadikan semua kenangan dalam kata. Dunia ini memproduksi kenangan setiap detik.”

Kedua perempuan itu beranjak pergi, meninggalkan jejak kaki di atas pasir yang tak lagi terlihat mata. Menjauhi deburan ombak.

“Aku ingin mengungkapkan sebuah rahasia,” kata @mariskalubis sambil menyentuh lembut bahu @horazwiwik. “Aku memang membenci matahari tenggelam, tapi selalu ingin menikmatinya.”

“Kita memang tak mampu menahan atau mempercepat matahari tenggelam. Tapi keindahannya akan tetap abadi dalam kefanaan. Besok akan muncul kembali. Dia tenggelam untuk muncul, dia pergi untuk kembali, dia tidak mati.”

“Seperti hati dan pikiran kita.”

Dengan mulut terkunci, keduanya semakin jauh dari tepian pantai. Deburan ombak semakin sayup dan tidak ada lagi jejak pasir di bawah kaki mereka.[]

DQmNuF3L71zzxAyJB7Lk37yBqjBRo2uafTAudFDLzsoRV5L.gif

Sort:  

Sudah saya upvote y :)

Look at my photo's
Thank you.

Thank you for getting this out. @ayijufridar

I like your post. @ayijufridar I have followed you

"Hanya dengan kata maka waktu tidak pernah berhenti. Hanya dengan kata, kita dapat mengukir bintang dan menjadi teman rembulan yang menyembunyikan matahari. Hanya kata juga, yang bisa saya berikan.. kata terima kasih teruntuk dirimu, walau itu tidak pernah cukup." Salam hangat selalu... hiks! Terharu!

How romantic @mariskalubis. Makasih kembali atas inspirasinya

This story is too short. I expect more to read.....

Just to need 20 minutes to writes this short short short story PYM @alchaidar.

Keren x tulisannya, serasa sdg baca tulisan Kahlil Gibran 😅

Such an honor for me to be included in this story as one of the characters. I don't know how to thank you. Saya terharu :D

Saya yang harus berterimakasih untuk inspirasi dua perempuan: @horazwiwik dan @mariskalubis. Percakapan yang menginspirasi

I am flattered. Apalagi dianggap memberikan inspirasi, disejajarkan dengan mba @mariskalubis. Maak....apalah saya ini, remah-remah peyek kacang (sering dikacangin) :D

good nice this post

Susah mengerti ceritanya.

wuihh cakep.. 2 kakak2 kece jadi tokoh cerpen yang gak kalah kecenya.. :)

Dua tokoh yang paling gawat di lembah Steemit @rahmanovic, hehehehehe. Kecerdasannya yang bikin gawat.

Coin Marketplace

STEEM 0.16
TRX 0.13
JST 0.027
BTC 57941.45
ETH 2579.63
USDT 1.00
SBD 2.39