Tugas Kemanusiaan di Daerah Terisolir
Sudah satu minggu hujan turun dan hanya saja reda dalam beberapa jam, kemudian air yang jatuh dari langit itu mengenangi sejumlah ruas jalan. Namun bukan hanya sebatas itu saja, beberapa kecamatan di kawasan Aceh Utara juga terendam banjir, kejadian dalam cerita ini terjadi pada bulan Agustus tahun 2017 lalu.
Akibat banjir yang melanda wilayah kabupaten dengan sebutan “Kota Petro Dollar” itu, telah menyebabkan kerugian sebesar Rp 299 miliar, kala itu Pemerintah Aceh Utara juga mengusulkan anggaran senilai kerugian itu ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Nantinya akan dialokasikan untuk memperbaiki rumah yang rusak sebanyak 9.050 unit, 147 kilometer jalan, 539 meter jembatan gantung, dan perbaikan 10 kilometer tanggul sungai, serta beberapa hal lainnya.
Siang itu. Kalau tidak salah saya pada tanggal 10 Agustus 2018, Kepala Markas Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Lhokseumawe memberikan informasi kepada Ketua Junaidi Yahya, bahwa banjir yang melanda wilayah Kabupaten Aceh belum juga surut dan bertahan selama beberapa hari, sehingga harus ada relawan yang turun ke lokasi untuk melakukan berbagai hal.
Sontak saja Junaidi Yahya kala itu menjawab, “atas nama kemanusian maka laksanakan dan jangan anggap ini sebagai pekerjaan, tapi ini merupakan sebagai ibadah atas nama kemanusian dan membantu sesama”.
Memang sudah tradisi di PMI mana saja, apabila ada suatu daerah yang sedang dilanda bencana maka PMI yang ada di tetangga daerah tersebut, harus lebih utama untuk memberikan bantuan dan melakukan evakuasi.
Bahkan PMI Kota Lhokseumawe juga mendirikan posko selama satu pekan di Kota Lhoksukon, yang merupakan ibukota kabupaten daerah tersebut.
Bukan hanya sebatas itu saja, saat itu pengurus PMI Kota Lhokseumawe juga sedang berkoordinasi dengan tim medis yang ada di provinsi, karena ada salah satu desa di kawasan Kecamatan Baktiya, sedang terisolir sehingga warga tidak bisa keluar dari perkampungan itu karena dikepung oleh banjir.
Koordinasi dengan petugas medis pun mencapai titik temu dan mereka bersedia turun ke lokasi banjir dengan membawa sejumlah dokter dan meminta didampigi oleh PMI Kota Lhokseumawe selama perjalanan ke lokasi banjir tersebut.
Pagi itu, pada tanggal 13 Agustus 2017 sejumlah dokter itu tiba dan langsung berkumpul di Markas PMI Kota Lhokseumawe untuk melakukan briefing dan memetakan daerah apa saja yang masih terisolir.
Sekitar pukul 09:00 Wib, kami pun berangkat menuju daerah yang masih terisolir itu, ada beberapa kenderaan yang digunakan, tim dokter tersebut berangkat dengan menggunakan mobil Inova dan saya bersama relawan PMI Kota Lhokseumawe berangkat dengan menggunakan Ambulans.
Sekitar satu jam lebih perjalanan, kami tiba di ke jalan masuk lokasi terisolir itu, saya lupa nama desanya yang jelas di Kec. Baktiya. Dari awal kami telah disambut oleh banjir dengan setinggi sekitar selutut orang dewasa dan apabila jalan lebih jauh maka ketinggian air semakin meningkat.
Sehingga perjalanan terpaksa dihentikan sementara, karena mobil yang ditumpangi oleh dokter tersebut tidak bisa lewat karena banjir itu, apabila dipaksakan maka bisa-bisa mobil buatan Jepang itu bisa mogok.
Sehingga mobil itu diparkirkan di salah satu kedai dan untung saja saat itu mobil ambulans PMI Kota Lhokseumawe jenis mitsubishi strada dan KIA lebih tinggi dari mobil Inova, sehingga dokter tersebut terpaksa di evakuasi ke ambulans.
Perjalanan pun dilanjutkan, memang kawasan itu benar-benar terisolir dan tidak tersentu bantuan sama sekali, para warga disitu tidak bisa mengungsi karena tidak ada akses untuk keluar, serta saat kami melakukan perjalan air pun sedang naik dengan deras dan sekali-sekali mobil juga oleng.
Saat melihat mobil ambulans, warga disitu menyambut kami dan mengarahkan untuk berhenti di salah satu tempat yang sedikit tinggi sehingga tidak terlalu tergenang air dan tim dokter pun langsung menyiapkan berbagai peralatan.
Relawan PMI Kota Lhokseumawe juga menjumpai Keuchik (Kepala Desa) itu dan memberitahukan ada pemeriksaan kesehatan gratis dan segala obat-obatan juga tidak perlu mengeluarkan biaya.
Sehingga Geuchik langsung memberikan arahan kepada warganya, tentang pengobatan gratis itu. Secara umum masyarakat disana terkena penyakit gatal-gatal karena telah lama bergelut dengan banjir.
Bahkan ada salah seorang anak kecil yang harus dibedah kecil di bagian kupingnya, pembedahan itu dilakukan di dalam mobil ambulans, sehingga pengobatan gratis tersebut ditutup pada pukul 00:00 Wib atau jam 12 malam.
Kala itu masyarakat meminta agar kami menginap di daerah itu, dengan harapan agar keesokan harinya pengobatan gratis itu bisa dibuka kembali dan masyarakat yang berada di tetangga desa itu juga ingin mendapatkan layanan itu.
Namun karena keterbatasan obat-obatan dan sejumlah peralatan lainnya, sehingga hal itu tidak bisa dilanjutkan lagi, apalagi tim dokter tersebut juga sangat lelah karena melakukan pengobatan sejak dari pagi menjelang siang hingga tengah malam.
Begitu lah sepenggal kisah perjalanan PMI Kota Lhokseumawe.
Salam kemanusiaan
Congratulations @agamsaia! You have completed the following achievement on the Steem blockchain and have been rewarded with new badge(s) :
Click here to view your Board
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word
STOP
Congratulations @agamsaia! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!
Congratulations @agamsaia! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Do not miss the last post from @steemitboard:
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!