PERSPEKTIF FIQH MUNAKAHAT TERHADAP NENIKAH PADA BULEUN BEURAPET

in #indonesia6 years ago

Assalamualaikum
Selamat sore sahabat steemian semuanya

Sore ini saya ingin membahas pernikahan dalam buleun beurapet dipandang menurut fiqh munakahat

image

image

image

image

Perspektif Fiqh Munakahat Terhadap Pelaksanaan Nikah Pada Buleun Beurapet

Menghindari pelaksanaan nikah pada buleun beurapet termasuk dalam tradisi adat dan budaya masyarakat Aceh yang telah lama ada. Pembicaraan seputar Islam dan kebudayaan, selalu menarik untuk dikaji, apalagi praktik agama Islam khususnya di Aceh tidak sepenuhnya bersih dari pengaruh budaya, bahkan keduanya saling terkait dan mempengaruhi. Produk budaya yang dipengaruhi tasawuf misalnya tari saman yang di ambil dari tradisi tarekat Sammaniyah.
Menurut perhitungan kalender Islam, dalam satu tahun itu dibagi 12 bulan tiap-tiap bulan terdiri dari 29 dan 30 hari dengan berganti-ganti. Dalam bulan-bulan tertentu dalam Islam secara umum dan khsusunya masyarakat Aceh memiliki keistimewaan dan momen khusus seperti puasa di bulan suci Ramadhan, haji pada bulan Dzulhijjah dan Maulid pada bulan Rabiul Awal. Berbagai tradisi dan adat terkait dengan bulan-bulan tertentu juga terjadi dalam masyarakat Aceh seperti bulan safar diyakini dengan bulan turunnya bala dan adanya larangan dan kepercayaan untuk tidak melaksanakan nikah pada buleun beurapet yakni bulan diantara hari raya Idul fitri dan Idul Adha yang masih dipercayai oleh sebagian masyarakat.
Dalam fiqh munakahat larangan nikah disebabkan beberapa hal dan kondisi tertentu yang berkaitan dengan hubungan individu dengan individu yang lain. Secara rinci wanita-wanita yang haram dinikahi karena nasab (keturunan), karena sesusuan dan karena mushaharah (bersemenda) yang terjadi oleh sebab pernikahan. Pernikahan juga dilarang karena poliandri, pernikahan terhadap wanita yang di li’an, juga bagi laki-laki yang telah mempunyai istri 4 (empat) orang, larangan karena perzinaan, larangan karena talak tiga. Larangan pernikahan dalam fiqh munakahat tidak berkaitan dengan waktu atau keadaan, kecuali memang dilarang oleh agama, misalnya pada saat ihram umrah atau haji, seseorang tidak boleh kawin atau dikawinkan.
Dalam fiqh munakahat tidak ada nash secara khusus, yang menentukan hari tertentu sebagai hari disyariatkannya pernikahan, hanya saja disunatkan menikah pada bulan syawal mengikuti pernikahan Rasulullah SAW dengan Aisyah yang dilangsungkan pada bulan Syawal, dan tidak ada juga nash yang melarang untuk menikah pada hari- hari tertentu, masalah teknis seperti itu diserahkan kepada masing-masing yang bersangkutan dengan hajat tersebut, setiap orang bisa menetapkan hari untuk melangsungkan pernikahan, karena pada dasarnya adalah semua hari adalah baik dan boleh digunakan untuk prosesi pernikahan dan tidak ada larangan hari tertentu.
Dalam Kitab Nihayatuz Zain disebutkan waktu disunahkan menikah yakni pada bulan Syawwal dan Sahafar, hal tersebut mengikuti baginda Rasulullah Saw yang menikah dengan Aisyah pada Bulan Syawwal dan menikahkan putrinya Sayyidatina Fatimah dengan Saidina Ali pada bulan Shafar. Sedangkan dalam kitab I’anatut Thalibin disebutkan bahwa hendaknya akad nikah dilaksanakan di Masjid pada hari jum’at di awal hari (pagi hari) dalam bulan Syawal dan hendaknya menjalani dukhul (senggama) juga pada hari itu.
Terkait dengan adanya larangan menikah pada buleun beurapet dan kepercayaan bahwa menikah pada bulan tersebut akan membawa akibat yang tidak baik dan kesialan, kepercayaan semacam itu sudah ada sejak zaman jahiiyah pada masa Nabi Muhammad SAW. Dahulu, orang-orang jahiliyah menganggap bulan shafar adalah bulan kesialan dan tak menguntungkan, maka oleh Nabi Muhammad Saw. hal ini kemudian dibatalkan berdasarkan hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda:
لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ) رواه مسلم(
Artinya: Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak ada thiyarah (menganggap sial dengan sesuatu), tidak ada kesialan dengan keberadaan burung hantu dan tidak ada pula kesialan bulan Shafar.(HR. Muslim)
Rasulullah SAW meniadakan kebenaran anggapan masyarakat jahiliyah. Beliau kabarkan bahwa bulan Shafar itu sama dengan bulan yang lain, tidak ada pengaruhnya dalam menarik kemanfaatan dan menolak kemudharatan. Demikian pula hari-hari, malam-malam dan waktu-waktu lain, tidak ada bedanya. Semua hari dipandang baik dalam Islam. Imam Malik mengatakan, “janganlah kalian menjauhi sebagian hari di dunia ini. Tatkala hendak melakukan sebagian pekerjaan. Hari-hari itu semuanya milik Allah, tidak akan menimbulkan malapetaka dan tidak pula bisa membawa manfaat apapun”.
Hari-hari dalam buleun beurapet adalah hari-hari yang baik. Menikah pada buleun beurapet tidak akan membuat rezeki sempit. Justru pernikahan adalah sarana untuk beroleh rezeki dan kadar rezeki ditentukan oleh Allah (setelah manusia dengan berusaha memperolehnya. Tidak tepat pula ketakutan bahwa jika pernikahan dilangsungkan pada buleun beurapet akan berujung pada perceraian. Perceraian lebih sering terjadi karena masing-masing pihak, suami/istri, lalai terhadap kewajibannya. Sepanjang pasangan suami/istri menjalankan kewajibannya dan fokus kepada tujuan perkawinan, perceraian tidak akan menerpa sebuah institusi perkawinan manapun.
Kepercayaan tidak baik menikah pada buleun beurapet berkaitan dengan kebiasaan dalam sebagian masyarakat di Aceh dapat dimasukkan ke dalam kategori ‘urf atau adat. Dalam menyikapi berbagai tradisi dan budaya di masyarakat, termasuk pantangan untuk tidak menikah pada buleun beurapet harus disikapi dengan bijaksana, karena hukum Islam itu dinamis dan dapat diimplementasikan dalam berbagai keadaan jaman dan berbagai corak ragam adat, budaya dan masyarakat. Namun satu hal yang harus diingat yaitu tetap berpegang pada prinsip tidak menghalalkan apa-apa yang telah diharamkan oleh Allah, tidak melanggar dengan syariat dan sesuai dengan prinsip tauhid.
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa menurut perspektif fiqh munakahat, tidak ada larangan untuk melaksanakan akad nikah pada buleun beurapet, karena tidak ada larangan melangsungkan akad nikah pada hari dan bulan tertentu kecuali waktu ihram untuk haji atau umrah. Dalam fiqh munakahat hanya disebutkan hari dan bulan yang disunatkan untuk menikah. Kepercayaan tidak baik menikah pada buleun beurapet merupakan adat dan tradisi yang berkembang dalam masyarakat. Bagi masyarakat yang menghindari menikah pada buleun beurapet sah-sah saja selama tidak melanggar dengan syariat dan sesuai dengan prinsip tauhid dengan tidak meyakini baik dan buruk dalam pernikahan ditentukan oleh buleun beurapet karena dapat membawa kepada syirik.

Terimakasih atas atensinya
Salam hangat dari @abialfatih di Aron

steemit-border

Do you use eSteem?
eSteem is a Mobile& app. for Steem with great features. Also, you get Incentives posting through eSteem apps.

eSteem Spotlight; eSteem provides rewards for it top users in Leader Board with most List, Comments and Highest Earners.

Download eSteem for your Mobile
Android devices Google Play Store
IOS devices Apple Store

Download eSteem Surfer for your PC
Available for all OS Github


Join eSteem Discord https://discord.gg/taNc9Qr

Join eSteem Telegram http://t.me/esteemapp

steemit-border

vote witnessgood-karma

Sort:  

@mukhtarilyas, cukup mantap pencerahan di sore hari @abialfatih, lanjutkan.

Terimakasih pak @mukhtarilyas ateuh mandum ilme yang neubi keulon wate glah 2 bak smansa lsm

Thanks for using eSteem!
Your post has been voted as a part of eSteem encouragement program. Keep up the good work! Install Android, iOS Mobile app or Windows, Mac, Linux Surfer app, if you haven't already!
Learn more: https://esteem.app
Join our discord: https://discord.gg/8eHupPq

Penjelasan yang sangat bagus terhadap masalah #Nikah disaat Buluen Burapet, semoga ini menjadi pemahan yang baik bagi seluruh masyarakat

Mempercai hari atau bulan tertentu dapat memberi pengaruh,itu merupakan kesyirikan.

Coin Marketplace

STEEM 0.30
TRX 0.11
JST 0.033
BTC 64271.38
ETH 3157.43
USDT 1.00
SBD 4.25