Industri Musik Aceh dan Ariel Efek

in #story6 years ago

image

Industri musik Aceh akhir-akhir ini terus menampakkan geliat yang bertumbuh. Kemunculan artis, musisi, penyanyi -terutama segmentasi milenial- menyebabkan kompetisi di ranah ini begitu sengit. Kompetisi dalam artian positif, dimana setiap penyanyi baik solo, duo, trio hingga band berlomba-lomba menyuguhkan (hasil) karya terbaik.

Kendatipun demikian, sebagai catatan pribadi, ada satu yang tampaknya agak keliru dari kompetisi tersebut, perihal memahami kompetisi dengan; beradu cepat mengeluarkan album dengan jumlah yang banyak. Tentu tidak seutuhnya salah. Hanya saja, kalau dipikir-pikir, terlalu lucu bila dalam setahun bisa mengeluarkan 4 hingga 6 album. Luar biasa! Dalam hal menelurkan album, barangkali penyayi nasional maupun internasional kiranya melakukan studi banding ke Aceh.

Ketika kompetisi hanya dipahami dengan jumlah album, maka yang tampak adalah kepanikan dengan persaingan. Adu cepat produk karya dengan harapan terjual kepingan CD. Seyogyanya, kompetisi bukan mengejar kuantitas dalam artian jumlah semata, melainkan kualitas dari setiap karya yang lahir dari proses pikir matang dan tidak asal jadi. Sayangnya, dalam hal ini, sebahagia musisi beserta manajemennya kurang jeli.

image

Tengoklah lirik yang aduh hancur betul. Bahkan ada yang bagus suaranya, cantik dan ganteng pemain dalam video klip, dari beberapa album, kata yang diulang dan penggalan kalimat, itu dan itu itu saja. Seawam-awamnya saya ini, nun jauh dalam alam pikir dan batin seolah peka, betapa keringnya kualitas lirik. Selain komposisi musik, lirik juga batang tubuh dari ruh sebuah karya.

Tentu saya bukan pengamat yang pakar terhadap dunia musik Aceh. Tulisan ini lahir hanya terbatas pada pandangan seseorang yang menikmati serta mengikuti dinamika industri musik di tanah rencong. Ada banyak catatan positif yang telah lahir. Namun, catatan kaki untuk perbaikan agaknya jauh lebih penting disuarakan. Dengan begini, setidaknya para penikmat menyampaikan keresahan dengan tujuan mengetuk sisi yang dinilai masih kurang.

Salah satu yang paling mencolok, dan menganggu diri ini secara pribadi adalah, pada sebahagia vokalis maupun penyanyi Aceh, baik yang mencoba terkenal, hendak terkenal maupun yang sudah mendapatkan panggung ialah (seolah-olah) kehilangan karakter. Entah sadar atau tidak, kadang-kadang ingin menjadi seperti seorang penyanyi terkenal. Sebut saja Aril, misalnya.

image

Entah kenapa, setiap ada penyanyi Aceh yang mencoba meng-Ariel-Ariel-kan diri, -sebagus apapun suara dan parasnya-, serasa mendadak mual saja. Kadang saya berpikir, apakah ini yang dinamakan cinta? Mau dikomentari dengan tanda kutip "cuih", gak enaknya dianggap terlalu gamblang. Tidak ngata-ngatain, makin menjadi-jadi. Ada hak penonton yang boleh diucapkan kegeramannya. Hak penonton tidak terbatas foto selfi dengan punjaan samata.

Upaya meng-Ariel-kan diri (telah) mengkonfirmasi tentang kemiskinan kepercayaan diri dalam artian karakter. Itu entry poinnya. Terlepas dari urusan sama kasus Aril. Kalau pun kebelet mabuk suka banget dengan Ariel, boleh juga beuh. Tapi dimodifikasi. Bukan ngejiplak dan blep! Ini bukan, dari pilihan rambut, cara berbusana hingga gimmick saat bernyanyi, full ditiru. Di mata saya (pribadi) agak mual. Tetapi, untuk karya tetap saya apresiasi, 10 jaroe ateuh ulee.

image

Tantangan terbesar bagi pemusik Indonesia khususnya band, bagaimana keluar dari "Aril Efek". Sejak kemunculannya, suka atau tidak suka, dari beberapa ajang pencarian bakat hingga panggung festival, banyak vokalis yang kiblatnya ke Ariel. Ada upaya modifikasi, tetapi masih gagal. Boleh jadi karena patronnya hanya bertumpu pada Ariel seorang. Sebagai tawaran, kali aja dimodifikasi sosok, semisal Ariel campur sari Andhika Kangen Band dan Ian Kasela vokalis Radja. Agak mengelikkan mungkin saat dibayangkan. Tetapi siapa tahu, formulasi itu malah melahirkan sosok dengan karakter kuat.

Anehnya lagi, kadang-kadang, kenapa musti karakter Ariel yang musti nyanyi lagu daerah (Aceh). Saya kandung curiga, mungkin maksud doi dalam pikirannya begini: biar jadi Ariel daerah saja, kalau nasional kan udah mainstream. Kreatif? Iya, tapi kreatif yang analoginya seperti film Aceh Empang Breuh yang berharap tayang di channel Cinemax. Meu-apam meunan!

Idealnya, memiliki karakter tersendiri patut digalakkan. Dari Ariel bisa dijadikan pelajaran mengapa ia banyak dijadikan kiblat karakter bagi vokalis. Kelebihan Ariel, banyak yang bilang terletak pada aura dan kharismanya. Oya, sebenarnya mudah kan jadi Ariel, tinggal peuchoe-choe droe dengan mengeluarkan suara dari hidung saat bernyanyi. Haha. Sudahlah, percaya diri saja, banyak belajar dari yang sudah jadi. Referensi tidak sesempit mata Ariel yang kadang disayu-sayukan.

image

Di luar itu semua, tentu sudah ada (banyak) penyanyi Aceh dengan karakter kuat. Baik secara personal maupun ciri khas pada setiap karyanya. Biasanya, yang begini langgeng dan tertancap dalam benak masyarakat. Hal-hal tersebut merupakan modal bagi eksistensi mereka di jagat hiburan industri musik Aceh. Mereka tidak hanya berkarya tetapi juga memberikan keteladanan melalui karakter pribadi pun pada setiap tembang dengan nada dan lirik yang menyentuh realitas sehari-hari.

                                *****

Not: semua foto di atas hanyalah ilustrasi gambar semata. Tulisan ini tidak menyebutkan salah satu band, duo, trio bahkan vokalis musik di Aceh.

Sort:  

Upvoted.

DISCLAIMER: Your post is upvoted based on curation algorithm configured to find good articles e.g. stories, arts, photography, health, etc. This is to reward you (authors) for sharing good content using the Steem platform especially newbies.
If you're a dolphin or whales, and wish not to be included in future selection, please let me know so I can exclude your account. And if you find the upvoted post is inappropriate, FLAG if you must. This will help a better selection of post.

Keep steeming good content.
@Yehey

Posted using https://Steeming.com condenser site.

Coin Marketplace

STEEM 0.35
TRX 0.12
JST 0.040
BTC 70797.92
ETH 3553.00
USDT 1.00
SBD 4.76