Maklumat Jendral Chamber dan Kisah Perang Jepang di Pangkalan Udara Lhoknga

in #story6 years ago

Pada 1 Desember 1945, di Medan, Sumatera Utara berlangsung pertemuan antara wakil-wakil pemerintah Republik Indonesia dengan pimpinan tentara Jepang yang diwakili oleh Soumubucho (Kepala Urusan Pemerintahan Umum) atas nama Gunseikan (Kepala Pemerintahan Jepang) di Sumatera.

Soumubucho menyerahkan sebuah maklumat kepada wakil Indonesia. Isinya menegaskan bahwa, di luar Kota Medan, Palembang, Bukit Tinggi, dan Padang, tentara Jepang diperintahkan oleh Sekutu untuk menjaga keamanan dan menjalankan pemerintahan sipil.

Maklumat tersebut ditandatangani oleh Pemimpin Tertinggi Sekutu di Sumatera, Jendral Mayor Chambers. Dan tentara Sekutu telah diboncengi oleh kepentingan Belanda yakni melalui Netherland Indies Civil Administration (NICA), yang mencoba menegakkan kembali pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia.

tugu prang lhoknga.jpg
Tugu mengenang perang di Pangkalan Udara Lhoknga sumber

Maklumat Chamber itu kemudian juga diserahkan ke Residen Aceh. Selanjutnya, dilakukanlah musyawarah untuk menjawab maklumat Sekutu tersebut. Residen Aceh Teuku Nyak Arief menggelar rapat dengan para pemimpin laskar perjuangan dan pejabat pemerintah sipil di Aceh.

Hasilnya diputuskan, Aceh menolak maklumat Sekutu tersebut. Kekuatan apa pun yang bermaksud untuk mengembalikan kekuasaan Belanda atas Aceh, Sumatera dan Indonesia secara keseluruhan akan dilawan dengan kekuatan bersenjata.

Untuk memperoleh persenjataan yang lebih banyak guna menghadapi Sekutu, pada hari yang sama para pejuang yang datang dari berbagai desa di Aceh Besar, melakukan penyerbuan ke lapangan terbang dan pusat perbekalan Jepang di Lhoknga, Aceh Besar.

Pertempuran besar terjadi antara tentara Jepang yang menggunakan senjata modern, dengan sekitar 5.000 lebih pejuang Aceh bersenjatakan senapang, rencong, kelewang, dan tombak. Pertempuran itu juga diperkuat oleh satu regu pasukan bersenjata dari Angkatan Perang Indonesia/Tentara Keamanan Rakyat (API/TKR).

Redaktur surat kabar Semangat Merdeka, Teuku Ali Basyah Talsya dalam tulisannya mengungkapkan, pertempuran dimulai sejak pukul 09.00 pagi hingga pukul 14.00 siang. Setelah banyak jatuh korban dari kedua belah pihak, pihak Jepang mengajukan gencatan senjata dengan isyarat melambaikan bendera putih.

kuburan prang lhoknga.jpg
Pemakaman 21 pejuang Aceh yang gugur dalam perang di Pangkalan Udara Lhoknga sumber

Tentara Jepang di pangkalan Lhoknga memberitahu tentang penyerangan tersebut kepada Gunseibu (Pemerintah Jepang) di Banda Aceh. Seorang opsir Kempeitai (polisi militer) Jepang kemudian melaporkan hal tersebut kepada Residen Aceh, Teuku Nyak Arief.

Para pejabat Aceh yang bersama pejabat Jepang kemudian menuju Pangkalan Lhoknga. Dari pihak Aceh hadir Residen Aceh Teuku Nyak Arief, Wakil Residen Teuku Muhammad Ali Panglima Polem, Ketua Komite Nasional Daerah Aceh Tuanku Mahmud, Ketua Pemuda Republik Indonesia (PRA) Ali Hasymi, Ketua Dewan Penerangan PRI Said Ahmad Dahlan, tokoh masyarakat Teuku Ali Lamlagang, serta beberapa perwakilan masyarakat lainnya.

Kepala Pemerintahan Jepang di Aceh (Aceh Syu Chokang) S Iino meminta kepada para pejabat dan tokoh masyarakat Aceh tersebut untuk mengendalikan suasana dan menghentikan perang.

Rombongan pejabat Jepang dan pejabat Residen Aceh baru tiba di pangkalang Lhoknga sekitar pukul 15.30. Perjalanan dari Banda Aceh ke Lhoknga berjalan lambat karena sepanjang jalan banyak pohon yang ditumbangkan oleh masyarakat untuk mencegah tentara Jepang dari luar Lhoknga masuk ke pangkalan.

Ketika rombongan pejabat kedua belah pihak sampai di sana, dilakukankan perundingan. Teuku Nyak Arief selaku Residen Aceh mengatakan menyetujui usulan perundingan yang diajukan pihak Jepang dengan syarat Jepang harus menyerahkan pangkalan udara Lhoknga tersebut kepada Residen Aceh.

Pihak Jepang menolak syarat tersebut, suasana perundingan menjadi tegang kembali dan hampir tidak ada jalan keluar. Jepang berusaha mempertahankan pangkalan udara Lhoknga karena pangkalan tersebut merupakan pangkalan angkatan udara Jepang terkuat di bagian barat Indonesia.

Pangkalan udara Lhoknga juga merupakan basis pertahanan Jepang paling tangguh di Sumatera, setiap hari diterbangkan pesawat-pesawat tempur Jepang untuk menggempur Sekutu pada saat perang Pasifik (perang Asia Timur Raya) berlangsung. Karena penolakan Jepang tersebut, perang kembali terjadi. Baru pada pukul 17.00 sore perundingan dilanjutkan kembali.

lapaan golf lhoknga.jpg
Bekas Pangkalan Udara Jepang di Lhoknga kini jadi lapangan golf Lhoknga sumber

Hasilnya, Jepang menyetujui menyerahkan pangkalan udara Lhoknga kepada Residen Aceh. Pasukan Jepang di pangkalan tersebut akan dipindahkan ke pangkalan udara Blangbintang. Tapi, untuk pemindahan tersebut Jepang meminta waktu 4 sampai 5 hari. Selama proses pemindahan tersebut Jepang meminta Residen Aceh menjamin keselamatan pasukan Jepang.

Residen Aceh menyanggupi jaminan keselamatan bagi tentara Jepang, syaratnya, setiap tentara Jepang yang pindah dari Lhoknga ke Blang Bintang tersebut hanya boleh membawa pakaian beserta satu senjata ringan baik pistol maupun senapan. Segala jenis senjata milik Jepang lainnya di pangkalan Lhongka akan dikuasai oleh rakyat Aceh. Jepang tidak bisa berbuat banyak, mereka merelakan semua jenis persenjatan mereka di pangkalan Lhoknga tersebut jatuh ke tangan pejuang Aceh.

Kesepakatan tersebut kemudian disampaikan kepada tentara dari kedua belah pihak. Dua petinggi tentara Jepang bersama dua wakil Aceh yakni Ali Hasymi dan Said Ahmad Dahlan bersama-sama mengelilingi pangkalan itu berteriak memberitahukan kesepakan gencatan senjata. Pihak Jepang menyampaikannya dalam bahasa Jepang, pihak Aceh dalam bahasa Aceh.

Akibat perang tersebut, dari pihak pejuang Aceh 21 orang tewas dan 8 orang luka-luka, sementara dari pihak Jepang 54 tentara meninggal. Peristiwa jatuhnya pangkalan Lhoknga tersebut sangat menggusarkan tentara Sekutu di Medan.

Pemerintah Sekutu di Medan mengeluarkan maklumat bersama agar pemerintahan sipil dan senjata yang telah dilepaskan Jepang kepada rakyat Aceh dikembalikan kembali kepada militer Jepang, sampai Sekutu masuk untuk mengambil alih. Tapi maklumat Sekutu itu tidak dihiraukan oleh rakyat Aceh. Dan Sekutu selamanya tak pernah berani masuk ke Aceh.

Coin Marketplace

STEEM 0.29
TRX 0.12
JST 0.033
BTC 63318.34
ETH 3108.17
USDT 1.00
SBD 3.97