Dunia yang Dilipat
Kita sudah melewati hari-hari dalam zaman milenium ketiga. Ketika semuanya terasa berubah. Teknologi, menjadi salah satu yang merubah tatanan sosial. Kita sekarang tidak berbicara lagi dengan manusia, tetapi berbicara dengan objek-objek. Spiritual kita sekarang hanya sebatas pada ritual-ritual, tanpa mendalami maknanya.
Orang-orang lebih suka pada ritual memberi hadiah, acara-acara lainnya tanpa mendalami makna spritualitas itu sendiri. Mereka justru mendalami makna dari ritual duniawi seperti sepak bola dan pertunjukan musik rock. Dunia bergerak semakin cepat, begitu pula manusia yang mendiaminya.
Rasa kedalaman pada setiap kehidupan sehari-hari masyarakat kontemporer berubah menjadi kedangkalan rasa. Mereka memilih pencitraan daripada menghayati setiap makna dari kehidupan. Contohnya, ketika pergi berlibur, mereka mementingkan pengabadian semu seperti foto, ketimbang menikmatinya dengan mata. Semua berubah, nilai-nilai kedalaman (deepness) berganti dengan pencitraan dan eksistensi pada dunia maya.
Kita tidak bisa menyendiri dan tetap pada masa lalu. Kita harus mengikuti laju dari peradaban. Tetapi ada sesuatu yang tetap harus kita yakini. Hidup dengan melambat dan menghayati setiap kejadian serta menjalani kehidupan spiritual dengan yakin dan ikhlas.
Dunia berubah beserta dengan peradaban manusia di dalamnya. Kita perlu melaju agar tidak berbeda sepenuhnya. Dan kita tidak boleh juga menyalahkan apa yang sudah terjadi dan berubah dari kehidupan manusia. Karena sesungguhnya kita telah menantang perubahan. Dunia berlipat dengan cepat.
Untuk informasi tentang @the-garuda, kamu bisa kunjungi website
Posted from my blog with SteemPress : https://garudakita.io/2018/10/16/dunia-yang-dilipat/
Saya setuju, dunia memang sudah serba gidital. Semua sudah serba praktis. 😁