The Secret Life of Mara # 14

in #steempress6 years ago

“Pak Nendo!” seru Hanan gembira. Dia menghampiri seorang laki-laki muda, yang sedang sibuk melihat-lihat buku.

“Hanan! Sendiri?” tanya Nendo

“Sama temen, Pak. ” Hanan menoleh ke arah Mara yang berdiri di belakangnya. “Lihat-lihat aja dulu, Mara!”


source

Nendo mematung sesaat. Matanya langsung mengarah pada orang yang ditunjuk Hanan. Mara?

Gadis itu serta merta mengangguk, mendengar instruksi Hanan. Dengan cepat Nendo memusatkan perhatian, pada Hanan yang terus bertanya. Sesekali, dari ekor matanya dia mengawasi Mara.

 

An iMac with “Do More” displayed on its screen on a wooden desk

source

Tanpa disuruh dua kali, Mara langsung berjalan ke arah rak yang bertuliskan komputer. yang sudah dilewatinya. Sebelum sampai, langkahnya terhenti di depan rak bertuliskan Pengembangan Diri.

“Sudah selesai, Mara?” tanya Hanan.

“Ya ... aku—“ Dengan berat hati, Mara meletakkan buku yang sedang dibacanya ke rak.

“Tidak pinjam buku?” tanya Nendo yang tiba-tiba berdiri di belakang mereka.

Kepala Mara menoleh ke belakang. Sesaat mata mereka bertemu. Dia tidak menjawab pertanyaan laki-laki yang berdiri di belakang Hanan. Merasa laki-laki itu terus memandangnya, Mara mengalihkan pandangan dengan wajah terganggu ke arah Hanan.

Alis Nendo sedikit terangkat. Reaksi paling tidak biasa seorang wanita terhadapnya. Bayi pun bila melihatnya, pasti tersenyum. Dia melihat kaca di dinding lorong rak buku . Matanya menangkap sosok laki-laki berpakaian sederhana, namun tetap menarik. Dia mengalihkan pandangan ke arah Mara. Berusaha mencari tahu, kenapa gadis belia ini begitu mudah mengaduk-aduk emosinya.

Untuk ukuran wanita, tubuh Mara tergolong tinggi. Puncak kepala Mara mencapai telinganya. Wajah gadis itu berbentuk oval. Rambut panjang dengan poni pendek. Kulit wajahnya tidak hitam, juga tidak putih. Tidak ada yang istimewa.

Tapi entah kenapa, matanya tidak bisa dialihkan dari wajah Mara. Nendo menarik nafas perlahan. Walaupun terlihat biasa dan sederhana, memandang raut itu, mengalirkan rasa damai ke hatinya.

Alis Nendo bertaut, melihat gadis itu memalingkan wajahnya dengan roman tidak senang.

Melihat ekspresi wajah Mara, Hana seperti baru tersadar, “Mara, kenalkan ini Pak Nendo. Pak Nendo yang ngajar aku kursus bahasa Inggris dulu. Jago banget Pak Nendo bahasa Inggrisnya. Guru paling keren hehehe ….”

“Oh,” Mara kembali mengarahkan pandangan ke mata Nendo sesaat, kali ini disertai sedikit senyum penuh hormat. Mara mengulurkan tangan,

“Pak Nendo, Mara mau jadi asisten Pak Deni.”

"Mara."

"Nendo."

Nendo menjabat tangan Mara. Alisnya terangkat sedikit. “Asisten Pak Deni? Wah kamu pasti pinter ya? Pak Deni tidak sembarangan menawarkan sebuah posisi..”

Wajah Mara tersipu-sipu, “Saya baru sebulan kursus di sana, masih harus banyak belajar, dari Pak Deni dan Kak Heri.”

“Wah, Mara bohong, Pak!” sergah Hanan. “Dia belajarnya cepet sekali. Waktu di sekolah, katanya NEM-nya paling tinggi.”

Dahi Nendo mengernyit, mendengar nada suara Mara menyebut Kak Heri.

“Hebat, Mara! Selamat,” tangan Nendo dijulurkan lagi.

Pipi Mara merona, kepala Mara menunduk. Bahunya sedikit menurun, “Alhamdulillah. Terima kasih, Pak.”

Alis Nendo berkerut, melihat sikap Mara. Rasa jengkelnya berubah jadi kasihan. “Kamu sudah bisa naik motor, Hanan?"

"Saya diboncengin Hanan, PAk."

"Kamu sudah punya SIM?” tanya Nendo ketika sebuah pikiran melintas.

Wajah Mara semakin merah. Dia menggelengkan kepala perlahan.

“Ra! Kamu engga punya SIM!” seru Hanan kaget. “Kita kan lewat Polsek tadi!”

Wajah Mara langsung memucat. Dia mendongak ke arah Nendo. “Lupa bilang sama Pak Deni ... terlalu seneng mau ke perpus,” sahut Mara refleks dengan suara lirih.

“Ya sudah engga apa-apa, nanti pulangnya bareng sama Bapak,” tiba-tiba Nendo berkata. “Kebetulan, Bapak ada perlu sama Pak Deni. Ada buku yang ingin kau pinjam?”

“Dia kan belum jadi anggota perpus. Gimana bisa pinjam?” sela Hanan. “Daftar dulu aja, Mara, di depan!”

Ketika wajah Mara kelihatan bingung, Hanan berkata lagi, “Gratis kok, engga bayar.”

Lagi-lagi pipi Mara terasa panas, dia tersenyum, kemudian mengangguk. Hanan teman yang baik, walau kadang suka ceplas-ceplos. Subhanallah. Subhanallah. Lafal itu seperti sudah otomatis memenuhi otaknya.

Tanpa kentara Nendo menaikkan alisnya sedikit. “Kebetulan tidak ada buku yang sedang ingin saya pinjam. Pakai dulu kartu saya Mara, mau?”

Mara menengadahkan wajahnya dengan mata terbelalak. Dia benar-benar seperti mendapat jackpot.

Sesaat Nendo terpaku. Wajah yang saat ini menatapnya, adalah wajah Mara yang lain. Air muka bersinar karena gembira. Benarkah tadi dia berpikir wajah Mara biasa saja?

“Bener, Pak?” tanya Mara dengan nafas setengah tertahan.

“Ya. Silakan!” sahut Nendo cepat. Dia mengernyitkan dahinya, ketika menyadari perasaan yang baru saja dirasakannya.

Mulut Hanan cemberut. “Nanti kalau Bapak perlu buku, gimana? ... bukannya Bapak ke sini juga mau pinjam buku?”

Dengan wajah terkejut, mata Mara beralih ke arah Nendo lagi.

“Gampang. “ Nendo tersenyum menenangkan. “Kartu Mara sebentar lagi juga jadi. Boleh pinjam dua buku, Mara. Waktunya dua minggu ... sudah dapat bukunya?”

Dengan cepat, seolah takut Nendo berubah pikiran, Mara mengambil dua buku yang tadi sangat menarik hatinya dari rak. Kemudian menyerahkannya pada Nendo.

Jangan Lupa Bahagia

Bandung Barat, KAmis 12 Juli 2018

Salam

 

Cici SW


Posted from my blog with SteemPress : https://cicisw.com/2018/07/12/novel002-14/

Sort:  

Wah mkin asyik aja ceritanya teh.

Masama teh cici :)

Mantap dan seru storynya euy.. Hebat hebat ahh

Terima kasih Pak @imam03 :)

Coin Marketplace

STEEM 0.25
TRX 0.11
JST 0.034
BTC 63206.40
ETH 3079.10
USDT 1.00
SBD 3.87