Jalan Hasan Tiro di Aceh

in #life6 years ago (edited)

Dalam sebuah tulisannya, Hasan Tiro pernah menulis, "dalam urusan nasionalisme orang tidak boleh berpura-pura." Jangan kalian tanya di buku apa sempat kubaca kalimat itu, karena aku sudah lama tidak membuka-buka lagi buku dia. Ungkapan itu juga bisa kita dengar dari ceramah-ceramahnya yang kini (saya pikir) tersedia di YouTube.

image
*source: wikimedia

Terus terang, aku cenderung setuju dengan simpulan tokoh pendiri Aceh Merdeka itu. Coba kita perhatikan orang Yahudi atau Persia. Ketika NAZI Jerman menguasai sebagian besar daratan Eropa, orang-orang Yahudi termasuk ras yang paling dibenci. Tapi, mereka tetap tidak mengubah keyahudiannya. Orang Persia juga begitu. Mereka tidak pernah menyebut dirinya orang Arab sekali pun bertetangga dengan Irak, yang Arab itu. Identitas kebangsaan (nasionalisme) yang demikian itu melekat dalam diri mereka, dan akan dibawa sampai mati.

Dalam konteks lebih sempit, kita bisa ambil contoh orang Padang, Jawa, Batak dan Aceh. Kemana pun mereka pergi, identitas asal tak pernah mereka tinggalkan. Bahkan, jika mereka membuka usaha kuliner, kita dengan mudah bisa mengindentifikasi asal pemiliknya, hanya dengan membaca nama warungnya. Aku pikir, kalian tidak memerlukan contoh nama warung mereka.

Oh ya, soal panggilan pun kita harus lebih berhati-hati. Jangan pernah memanggil laki-laki Bali dengan "Mas" karena mereka bakal tersinggung. Panggilan yang lazim bagi mereka adalah 'Bli'. Aku pernah dikoreksi oleh orang Bali soal ini. Sementara orang Padang lebih suka dipanggil Uda (Uni untuk perempuan) dibanding "Abang". Jangan coba-coba panggil lelaki Aceh dengan "Kang Mas" tapi cukup "Bang" saja. Identitas itu melekat dan kita perlu menghormatinya. Begitulah, komunikasi antar-budaya bekerja.

Dan, sebagai peletak dasar nasionalisme Aceh modern, Hasan Tiro patut dihormati untuk hal-hal begini. Jasa besar dia untuk Aceh patut dikenang. Diakui atau tidak, cucu dari pahlawan nasional Teungku Chik di Tiro itu memiliki andil yang tidak kecil untuk apa yang kita nikmati kini. Aku pikir, cara paling sederhana untuk menghormati dan mengingat dia adalah dengan menasbihkan namanya sebagai nama jalan di Aceh.

Usul begini sudah pernah kutulis dalam blog jumpueng.blogspot.com ketika Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf masih berkuasa. Usulan itu hanya dianggap kentut belaka: hanya berbau sebentar, lepas itu menghilang. Lalu, kenapa tiba-tiba aku usulkan lagi nama Hasan Tiro menjadi nama jalan di Banda Aceh?

Beberapa waktu yang lalu kubaca dari sebuah media online bahwa Rektor Unsyiah Prof Samsul Rizal mengajukan permohonan kepada Walikota Banda Aceh agar jalan di Darussalam diganti dengan nama Jalan Ir Soekarno. Dalam suratnya itu, Prof dari Kampus Jantong Hate rakyat Aceh menjabarkan, jalan yang akan diberikan nama Ir. Soekarno itu mulai dari Simpang Tugu Persatuan Tentera Pelajar Aceh (PTPA) untuk Kemerdekaan Indonesia sampai ke Simpang Tungkop Aceh Besar.

Surat Prof Samsul Rizal membuat tidurku tak nyenyak. Soalnya, nama proklamator Indonesia itu sudah ditabalkan sebagai nama jalan di Aceh. Sungguh tidak perlu lagi memberi nama jalan dengan nama ayah Megawati itu.

Menurut saya akan lebih elok (dan biar terkesan tidak melupakan sejarah), untuk beberapa ruas jalan utama di Banda Aceh diberi nama: Jalan Hasan Tiro dan Jalan Abdullah Syafie. Bayangkan, Jalan Hasan Saleh saja ada di Banda Aceh, padahal oleh sebagian orang Aceh dia dianggap sebagai pengkhianat.

Mudah-mudahan saja Irwandi Yusuf, sang Gubernur berlatar belakang GAM, itu menerbitkan peraturan gubernur tentang pemberian nama jalan untuk mengenang Hasan Tiro dan Abdullah Syafie. Minimal, generasi mendatang bisa terus membaca nama mereka di jalan, sebagai cara paling sederhana mengingat jasa-jasa mereka.

Sort:  

nice post

Thanks for your sharing post

Thank for your comment

bereh... nyan (y) caapp @acehpungo

Aseuli...payah tamah lom

Saya sepakat. Sebagai bukti, nama Abdullah Syafi'i sudah ditabalkan di sebuah rumah sakit di Kecamatan Mutiara Timur, Beureunuen Pidie. Mungkin nama HT lebih cocok utk jalan lintas pelajar Darussalam. Bravo aduen Taufik. @acehpungo

Ya, di Beureunuen ada rumah sakit Tgk Abdullah Syafie, dan di Sigli ada Rumah sakit Tgk Chik Ditiro...alangkah bijaknya jika juga ada jalan Hasan Tiro

Sangat sepakat bg ...
"Beu ta teusoe droe" kata HT ...

Mengenang mereka

Geutanyoe jinoe ka le tuwo keu ureueng awai...

selain itu usulan yang cukup baik ialah dibuatkan museum khusus beliau

Iya, benar sekali selain nama jalan juga perlu ada museum serta prasasti...

Kalau nama anak kecil adakah?

Nasionalisme itu salah satu bentuk dari proteksi untuk menjaga sejarah, budaya, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan jati diri, yang terkadang menjadi berlebihan juga sehingga membentuk racism yang juga bentuk proteksi dengan cara yang negatif. Bila kekurangan rasa nasionalisme ini pun maka akan menjadi minder dan mudah dilibas. Soal nama Hasan Tiro dan Abudllah Syafii untuk menjadi nama jalan, menurut saya bagus sekali, tetapi jauh lebih keren bila ada museum khusus Hasan Tiro yang isinya adalah semua pemkiran dari beliau. Banyak yang tak paham perkataan dan tulisan beliau karena menggunakan bahasa satir kelas tinggi. Beliau seperti Nietszche yang tidak bisa dibaca hanya tekstualnya saja.

Jalan Di Gampong Droen enteuk taboh nan Jalan Taufik Mubarak,

Coin Marketplace

STEEM 0.26
TRX 0.11
JST 0.032
BTC 63585.64
ETH 3035.86
USDT 1.00
SBD 3.84