sampan kecil dan Jogja - The Unfinished Buddha

in #indonesia7 years ago (edited)

image

Hai, aku sampan kecil. Dan ini kisahku di Jogja

The Unfinished Buddha

Kami tak boleh masuk bersama dengan sepeda motor. Maksudku, kami harus parkir di luar. Aku lupa hari itu hari apa. Candi Borobudur ramai. Meski masih pagi, cuaca sudah terasa begitu hangat.

“Sepeda motor parkirnya di luar mas,” jelas pria berbadan tegap dengan topi bundar kepadaku. Ia seperti meminta maaf karena sudah mengadang aku sehingga ia merasa aku terpaksa parkir disitu. Sebenarnya aku berfikir ia, karena dalam bayanganku parkir sepeda motor harusnya juga di dalam komplek situs candi seperti parkir mobil.

“Oh, nggih nuhun pak,” jawabku. Aku sebenarnya tidak bisa bahasa Jawa. Tapi bergaya saja; berlagak bisa. Hehe.. “Masuk kedalamnya jauh mas?.”

“Ndak jauh kok mas,” katanya sambil menjelaskan lagi lebih banyak menggunakan bahasa Jawa.

image

Tidak banyak informasi yang aku temukan soal Warisan Dunia ini. Aku juga tidak menyewa jasa pemandu. Satu-satunya informasi yang bisa aku gali di sana adalah melalui temenku, Isna. Ia menjadi tour guide kami hari itu.

Candi ini adalah bangunan yang diyakini milik Budha. Itu karena pada bangunannya banyak terdapat Arca dan Stupa.

Bangunan yang dihancurkan oleh monster dalam film Beyond Skyline ini diyakini adalah candi yang belum selesai, The Unfinished Buddha. Aku juga bisa melihat dari salah satu patung Budha yang tidak memiliki Stupa.

Selain itu, ada beberapa cerita bahwa ada Arca yang sudah dibawa ke pusat arkeologi. Disana mereka menemukan bentuk Arca (Patung Budha) yang belum sempurna. Seperti jari yang belum ada atau hilang, kemudian lengan tangan yang katanya tidak dalam ukuran hang sama.

The Unfinihed Buddha ini menurut kupasan sejarah, terjadi karena ditinggalkan pada sekitaran abad ke-14. Saat itu penganut Hindu-Budha mulai berangsur pergi meninggalkan Borobudur karena kuatnya pengaruh Islam yang mulai merambah ke tanah Magelang itu.

~

Terik mulai terus memikat. Ntah ada berapa tangga dan anaknya yang kudaki. Bersama pengunjung yang lain, termasuk puluhan siswa SMP yang mengutak atik buku tulisnya.

Di setiap dinding Candi ada ukiran-ukiran berbentuk manusia, hewan, pohon dan lainnya. Otakku langsung mencoba menganalisa bahwa itu adalah gambaran sejarah yang diukir disana seperti di filem-filem.

Kubaca pelan-pelan ukiran sejarah disana. Aku coba mencari tahu apa arti dari ukiran tersebut. Hari itu semua kemampuan sejarah yang pernah aku pelajari selama 12 tahun di bangku sekolah aku kerahkan.

image

Aku mengikuti 4 pria yang sedang membopong seorang perempuan menggunakan tandu kayu. Dibawah perempuan tersebut ada seorang perempuan tua lainnya. Dia juga merupakan bagian dari rombongan.

Mereka berjalan beriringan dengan rombongan manusia lain di depannya. Aku tertarik pada mereka. Imajinasiku mulai menjelaskan; bahwa sepertinya perempuan yang duduk dibopong dalam tandu itu adalah bukan perempuan biasa.

Boleh jadi ia adalah salah seorang permaisuri. Ia sengaja dibopong dengan tandu agar kakinya tidak tergores oleh kasarnya lemah (lemah adalah bahasa Jawa yang artinya tanah). Sementara perempuan tua yang ada di bawahnya adalah perawat setia kecantikan sang permaisuri. Ia sengaja berjalan dibawah, agar jika tandu kayu itu rubuh, tubuh permaisurinya terlindungi oleh tubuh gempalnya.

Dari keempat pria yang membopong tandu, seeorang diantaranya juga memegang sebilah kayu. Sekilas terlihat pria itu sudah tua dan kayu itu digunakan sebagai tongkat ia berjalan. Ia tidak mau permaisurinya jatuh dari tandu karena ia tak kuat berjalan.

“Engkau masih kuat,” tanya Permaisuri pada pria yang memegang tongkat. Saat itu permaisuri sambil mengoleskan lulur kecantikan yang diberikan oleh perawat kecantikan pribadinya.

Pria tua itu hanya mengangguk. Mengisyaratkan bahwa ia masih kuat dan siap melayani dan membopong Permaisurinya itu hingga sampai pada tujuan.

Lulur yang digunakan Permaisuri itu adalah pemberian perempuan tua yang dibawahnya. Lulur itu diracik dari berbagai olahan rempah dan tumbuhan yang ditemui di daerah Borobudur. Permaisuri sangat suka menggunakan lulur itu.

Suatu hari, Permaisuri pernah memuji perawat kecantikannya. Permaisuri kagum dengan kehandalan perempuan yang dipanggilnya Mbah itu.

“Mbah, Mbah hebat deh,” puji Sang Permaisuri. “Aku senang dengan lulur racikan mbah. Kulitku menjadi lebih bersih dan cantik. Aku yakin, kalau begini terus suamiku nanti akan sangat senang Mbah”.

“Terima kasih Ndo,” Si Mbah sudah menganggap Permaisuri sebagai anaknya. Mereka memang cukup akrab. “Mbah ikut senang kalau Ndo senang,” lanjut Si Mbah sambil memegang berbagai tanaman yang siap ia tumbuki.

~

Aku kehilangan jejak mereka. Aku tidak tahu kemana pria-pria itu membawa Sang Permaisuri. Nanti akan kucari lagi. Sekarang kurasa sudah cukup dulu. Nanti akan Aku tulis lagi di postingan selanjutnya.

Salam senyum Permaisuri
‘sampan kecil’

Sort:  

thats really looking nice
thakns for sharing photo
carry on
i always follow your every blog

Coin Marketplace

STEEM 0.20
TRX 0.16
JST 0.030
BTC 65856.98
ETH 2663.80
USDT 1.00
SBD 2.88