MEDIA DAN REPETISI KEBOHONGAN SEBAGAI KEBENARAN

Sumber

Gemuruh riuhnya perang media di negeri ini sungguh mengundang aneka rasa yang uniknya menghilangkan selera. Menjelang tahun politik intensitasnya semakin menggila. Perang opini dan meme kocak bergentayangan memenuhi setiap ruang ekspresi di hampir seluruh sosial media. Mereka beropini tak hanya untuk membela kebenaran yang mereka yakini. Tetapi juga mambabi-bagongkan semua isu yang tidak berpihak kepada golongan mereka.

Hoax adalah istilah kekinian yang ramai dipakai. Berita bohong atau menyesatkan pengertian awamnya. Celakanya, hoax ini justru bersumber dari media mainstream baik cetak maupun elektronik. Keberpihakan media pada golongan tertentu menjadi tidak asik untuk disaksikan. Tidak ada lagi yang namanya independensi dalam setiap berita yang diberitakan. Penggiringan opini publik menjadi kesesatan yang menyesatkan. Kesesatan inilah yang kemudian dikonsumsi oleh masyarakat.

Sumber

Keterlibatan para pemilik media sebagai cukong politik ditengarai sebagai penyebab utama hilangnya independensi pemberitaan di media massa. Masyarakat dipaksa untuk menerima kebohongan yang diberitakan berulang-ulang menjadi sebuah kebenaran. Hal inilah yang justru menyebabkan perpecahan di masyarakat. Saat ini, hampir seluruh media nasional, baik cetak maupun elektronik berpihak kepada penguasa. Pencapaian pemerintah digembos menjadi prestasi yang keren abis.

Media elektronik memberikan sajian perang opini dengan mempertontonkan elite national berdebat dan saling salah menyalahkan. Panggung disetting sedemikian rupa oleh para produser talk show. Tokoh diundang untuk berdebat akan berbagai isu. Namun seperti lazimnya sebuah perdebatan, masing pihak bicara tentang kebenaran versi mereka dan saling menunding, menyalahkan hingga mencela dan tidak pernah ada titik temunya. Situasi semacam ini dinikmati oleh para pekerja media ketika rating ya bagus. Demikian juga para narasumber dimana eksistensi mereka terjaga. Semua akan bermuara pada dulangan pundi rupia bagi penyelenggara dan narasumbernya.

Sumber

Media cetak juga tak mau kalah. Tulisan mereka tercium aroma rupiah orderandari penguasa. Suara rakyat yang menjerit karena merasa tidak diperlakukan secara adil terabaikan. Kebenaran dimanipulasi sedemikian rupa. Keberpihakan mereka terhadap penguasa sangat kental. Idealisme untuk tetap independen menjadi cerita usang. Semuanya hanya soal aliran dana demi kelangsungan hidup yang lebih terjamin. Jangan coba-coba melawan arus yang sudah ditentukan oleh atasan yang disetir oleh penguasa.

Setir menyetir inilah yang menjadi satire saat ini. Repetisi kebohongan berujung pada kebenaran yang tidak rasional. Kebenaran yang diyakini sudah tidak terlihat pada prilaku orang kebanyakan. Hal ini bisa kita saksikan di media sosial tempat ekspresi semua orang. Prilaku elite yang bertentangan dengan kebaikan yang harusnya tercermin dari kebenaran yang diyakini, diikuti pula oleh masyarakat awam yang mengidolakan mereka. Semuanya saling bicara dan tidak saling mendengar.

Dengan Cinta

Reza Sofyan