Aku Anak Perempuan Ayah; Catatan 10 Tahun Kepergian Ayah

in #indonesia6 years ago

ayah-.jpg

Hari ini sepuluh tahun lalu, untuk yang pertama kalinya aku menangis dengan tangis yang sebenar-benarnya. Bukan tangis karena uang bulanan yang telat mampir ke rekening, bukan menangis lantaran surat cinta terlambat dibalas, bukan pula menangis karena nilai mata kuliah yang keluar justru kunci inggris. Tetapi menangis mendapati kenyataan kalau ayahku pergi di usia yang masih sangat muda.

16 Januari 2008, ayahku mengembuskan napas terakhirnya di usia 45 tahun. Usia yang masih sangat produktif. Di puncak kesuksesannya sebagai pedagang hasil bumi. Tapi saat Allah berkehendak, siapa bisa menghalanginya? Konon lagi aku, hanya seorang anak perempuan yang bahkan menjelang hari-hari terakhir kepergian ayah mulai dilanda kegamangan dosis tinggi.

Berbagai macam rasa takut menghantui. Dan puncaknya adalah hari itu. Hari ini, 16 Januari 2018, tepat sepuluh tahun ayah pergi menghadap Sang Pencipta. Setelah hari-hari berkabung itu usai, aku memaknai kepergiannya dengan cara lain. Bahwa Allah Swt. tentulah sangat menyayangi ayahku hingga Dia memeluknya lebih cepat dan erat dari dunia fana ini.

Aku adalah anak perempuan ayah. Cintanya kepadaku lebih besar dari cintaku kepadanya. Setidaknya untuk seorang anak yang masa kecilnya selalu sakit-sakitan, apalagi yang bisa membuatnya bertahan hidup hingga ia dewasa kalau bukan karena kasih sayang dan cinta orang tuanya yang berlimpah.

Setiap tahun, untuk mengenang kepergian ayah, aku selalu membuat catatan-catatan sebagai pengingat diri sendiri. Inilah caraku untuk selalu menghadirkannya. Selain doa-doa tentu saja. Buatku, ayah bukan hanya sebagai seorang ayah karena faktor takdir. Tapi juga guru kehidupan. Yang dalam diamnya selalu mengajarkan bagaimana caranya menjalani dan bertahan di kehidupan yang keras. Ayah yang tak pernah mengeluh, yang sangat pekerja keras, yang selalu punya visi, yang selalu mengutamakan keluarganya.

Aku adalah anak perempuan ayah. Yang sejak usia sebelas tahun terpaksa harus terpisah dari orang tua karena tuntutan pendidikan. Maka saban Sabtu atau Minggu, ayah menjengukku ke kota. Lalu dibawanya aku ke kedai bakso. Di kedai itu aku boleh memilih menu paling mahal sekalipun kalau aku mau.

Aku adalah anak perempuan ayah. Ketika tahun 99 silam di kampung kami terjadi eksodus besar-besaran, aku mengekor ke mana pun ayah pergi. Apalagi waktu itu ibu sedang ke luar kota menjenguk orang tuanya. Aku membereskan semua barang-barang untuk diangkut dan dipindahkan ke kampung lain yang lebih aman.

ayah.jpg

Aku adalah anak perempuan ayah. Maka ayah tak pernah keberatan menemaniku menjahit seragam sekolah, membeli buku-buku dan pulpen. Keluar masuk toko untuk mencari sepatu kesukaan. Bahkan aku masih ingat, celana jeans yang kubeli sehari sebelum hari raya kucari di toko bersama ayah.

Adakah yang lebih luka bagi seorang anak perempuan, selain kehilangan ayahnya di saat ia sedang sangat membutuhkannya? Ya, tentu saja. Tapi aku tidak pernah menjadikan itu alasan untuk meratap-ratap. Ayah tak pernah mendidikku seperti itu. Sedari kecil, ayah mengenalkan kami anak-anaknya pada rumput-rumput di kaki bukit. Di sanalah kami belajar menggenggam, mencengkeramkan kaki agar kuat berpijak, dan tak takluk pada mentari yang menyengat.

Aku adalah anak perempuan ayah. Dan kurasa cuma aku yang paling rakus di rumah. Saat aku pulang dari perantauan, ayah membeli sekarung durian untuk kusantap berhari-hari. Setiap pulang, ayah selalu membawa tentengan, entah itu mie goreng, mie bakso, sate, martabak. Mungkin ayah tahu, meski berbadan kecil, anak perempuannya ini adalah penyantap segalanya. Dan ia selalu bahagia kalau aku bisa menghabiskan makanan yang dibawanya pulang.

Aku adalah anak perempuan ayah. Walaupun sudah sepuluh tahun kepergiannya, aku masih ingat malam terakhir kali ayah mengantarku ke terminal. Kondisinya mulai lemah, wajahnya pucat. Dibalut jaket kulit hitam, berkain sarung. Sepatah ucapannya; ayah sudah tak kuat lagi.

Malam itu aku menahan sekuat tenaga agar tidak menangis. Gugu dalam diam. Menahan sesak yang tak tanggung-tanggung. Pun aku masih bisa merasakan betapa melambatnya bus yang membawaku pulang ke rumah beberapa bulan sebelumnya. Aku tak ingin terlambat untuk suatu apa pun. Bersyukur kudapati ayah masih bisa kusalami tangannya saat aku tiba di rumah. Wajahnya kian pucat. Menyembunyikan sakit yang luar biasa.

Beberapa hari sebelum kepulangannya, ayah dibawa ke Meulaboh untuk proses pengobatan. Itu setelah sekian lama pula ayah diungsikan dari rumah. Tapi proses pengobatan itu ternyata tak sempat dilakukan. Ayah tak sanggup lagi bertahan. Setelah tiga bulan lebih berjuang. Pagi subuh itu ayah mengembuskan nafas terakhirnya di hadapan ibu. Di rumah adiknya di Meulaboh sana.

Siang itu, di rumah kami di Aceh Timur sana, aku menerima kabar duka itu dari seseorang. Aku menangis, tapi tak meraung-raung. Tak siap dengan segala kemungkinan. Kubayangkan wajah ibu dan adik-adik. Mereka pasti lebih terluka.

Aku anak perempuan ayah. Yang pernah menunggu-nunggu kepulangan ayah di rumah dalam kondisi sehat wal afiat. Tetapi hanya jasadnya yang hadir diantar ambulans. Setelah disemayamkan, untuk yang terakhir kali kutatap dan kucium wajahnya. Dalam diam. Dalam gugu yang panjang. Yang menyusupkan rindu berkepanjangan. Hingga detik ini...[]

Sort:  

allahummaghfirlahu warhamhu..

Membaca tulisan ini mengingatkan Yel kepada ayah Yel sendiri kak. Setiap ayah selalu memperlakukan spesial untuk anak perempuannya. Semoga Ayah kak Ihan dilapangkan kuburnya dan di tempatkan di tempat yang terbaik. Amin

kamu bukanlah orang yang paling sedih atas kepergian seorang ayah,
ada seorang anak yang harus kehilangan ayahnya ketika dia baru bisa memanggil "ayah", seorang anak yang tidak bisa mengingat wajah ayahnya karena disaat umur 5 tahun dia harus mengikhlaskan kepergian seorang ayah. namun dia tetap teguh. doa yang selalu dia iringi dan satu permintaanya yaitu dipertemukan di syurga dengan ayahnya.
"anak itu adalah saya"

best your @ilhansunrise

Semoga dijumpai di Surga nanti.. Aamiiin.

Alfatihah 💕

Alfatihah untuk Ayahanda :(

Sedih Kali. Aku kan kadang kdang suka mikir, kalau aku meninggal nanti, dua anak perempuanku siapa yg lihat. Siapa yg akan belain mereka kalau ada yg ngejahatin. Apa betul Kita bisa "pulang" lagi ke rumah hanya sesekali untuk melihat mereka...

Coin Marketplace

STEEM 0.26
TRX 0.11
JST 0.033
BTC 64111.27
ETH 3065.56
USDT 1.00
SBD 4.00