Unfinished Biography - Tentang Offgoat van Dijk, Kakek Setnov: Secuil Kisah Kedatangannya

in #indonesia6 years ago

U5dsYqnf5BQToT52Rxem1NZ1B7tY1so_1680x8400.jpg

MESKI PEMERINTAH HINDIA BELANDA telah mengumumkan pada dunia bahwa negara paling brengsek di ujung barat Sumatera telah berhasil mereka taklukkan pada Januari 1904. Diam-diam, pemerintah kolonial yang telah berabad-abad menghisap keseluruhan Jawa ini tetap mengajukan permohonan pada induk semangnya di Eropa, agar dikirimkan ribuan serdadu cadangan untuk pemulihan keamanan di negeri taklukan. Pengiriman serdadu pengamanan ini berlangsung puluhan tahun lamanya, secara rahasia, yang menurut satu catatan tak kalah rahasianya berakhir tepat ketika Jepang masuk pada Maret yang panas tahun 1942.

"Itu Aceh. Negara paling udik, negara paling jadah. Kepala orang-orangnya terbuat dari batu karang dan hanya bisa hancur kalau kena bola api meriam. Jadi tak ada alasan lain untuk tidak mengabulkan permintaan dari Batavia," terang seorang penasihat militer di Amsterdam kepada para dewan lainnya.

Sempat terjadi cek-cok dan pro-kontra, penting tidaknya mengirimkan serdadu cadangan ke Aceh dalam sidang dewan di Belanda. Tapi yang namanya kolonial tetap bersatu dalam satu kepentingan yang sama, sebagaimana iblis dan setan tak pernah berseteru dalam menjalankan visi misi hidup mereka di dunia. Maka sidang dewan bangsa kolonialis itu kemudian menghasilkan satu berita utama di satu koran beroplah kecil di Kota Leiden dengan judul: "Perang Aceh Meminta Tumbal Anak-anak Muda Kita Untuk Kesekian Kali, Pemerintah Kita Mengabulkannya Dengan Senang Hati."

Adalah Offgoat van Dijk salah satu tumbal yang dikirim pemerintah Belanda pada pengiriman bala bantuan yang kesekian kalinya. Ia masih berusia 18 tahun 101 hari, ketika memasuki kabin kapal uap untuk berdesak-desakan dengan para serdadu lainnya yang sebagian besarnya adalah pemuda-pemuda bayaran dari negara-negara berangasan Eropa. Itu terjadi Selasa 1 April 1927, pada pagi yang hangat ketika bunga-bunga tulip baru hendak mekar menyambut musim semi. Dalam data catatan militer, keseluruhannya berjumlah 927 orang serdadu muda, disumpal dalam kabin kapal Affiche Koninklijke Paketvaart Maatschappij yang pengap untuk menempuh perjalanan Rotterdam - Batavia yang menghabiskan waktu berbulan-bulan lamanya.

Offgoat van Dijk sama sekali tak menyesali kepergiannya ini. Malah ketika namanya masuk dalam daftar wajib militer, ia senang bukan kepalang dan sudah menunggu-nunggu hari pengirimannya ini ke kancah perang yang sebenar-benarnya, bukan sekadar latihan belaka, dengan riang gembira. Kepergiannya ini berarti merdeka dari segala larangan dua orangtuanya. Dua orang tua Katolik fanatik, udik. Yang telah menggagalkan persenggamaan pertamanya dengan seorang janda budak Afrika, pada sore yang cerah di bantaran kanal dekat rumah mereka di Giethoorn, Steenwijkerland, Provinsi Overijssel, sebelah timur laut Kota Amsterdam.

Satu hal yang disesalinya pada permulaan pertualangannya ini adalah cita-cita yang diembannya sejak ia mendapati dirinya ereksi pada kali pertama. Itu cita-cita paling bajik yang pernah terpikirkan olehnya. Yang diimpikannya pada malam-malam panjang di barak pelatihan wajib militer. Cita-cita yang sepertinya bakal tak pernah kesampaian itu adalah keinginannya untuk tidur tujuh hari delapan malam di De Wallen, satu pusat bisnis lendir legal di Amsterdam yang keberadaannya telah ada sejak 1811.

Cita-cita itu sudah jadi semacam kaul dalam hati pemuda Offgoat van Dijk, tapi terpaksa harus pupus seiring terompet kapal Affiche Koninklijke Paketvaart Maatschappij melengking ketika mengangkat sauh untuk memulai pelayaran panjangnya dari pelabuhan Rotterdam menuju Tanjong Priok di Batavia, tempat mereka terlebih dahulu dikarantina sebelum dikirim lagi ke Ulee Lheue, Kuta Raja, Aceh.

Tak ada yang terlalu patut untuk diceritakan bagaimana Offgoat van Dijk dalam pelayarannya menuju kancah perang yang ingin segera digelutinya. Itu perjalanan pertamanya ke luar negeri, yang kelak dikenangnya sebagai perjalanan paling membosankan yang pernah ditempuhnya. Untuk segala kebosanan itu, Offgoat van Dijk menyandarkan diri pada cerita-cerita cabul para kelasi kapal tentang binalnya perempuan Siam, kulit bening gadis Korea, dan kasarnya cara bercinta perempuan Melayu.

"Kau tahu anak muda? Di Amsterdam, di negara kita sendiri, kita perlu menghabiskan ratusan gulden untuk sekadar melihat buah dada perempuan. Itu pun kalau kita cukup uang dan punya koneksi biar bisa masuk De Wallen. Tapi di Bali, itu semua serba percuma. Semua serba percuma," teriak seorang kelasi pada mereka pada suatu malam yang teduh ketika kapal mereka sudah memasuki kedalaman Lautan Hindia pada pertengahan Mei 1927.

Cerita-cerita itu membuat Offgoat van Dijk bertekad untuk tidak mati di kancah perang, pula membulatkan niatnya untuk bisa kembali lagi ke negara asalnya. Tentu itu bukan tekad untuk bisa kembali ke rumahnya sekadar bisa sembah sujud pada orang tuanya yang dibencinya. Melainkan untuk bisa benar-benar hadir merasakan hawa hangat De Wallen pada malam-malam seperti yang telah sekian lama diimpikannya. Tapi kelak, apa yang telah menjadi tekad pemuda Offgoat van Dijk benar-benar ditolak oleh garis tangan yang terpatri dalam genggamannya.

Sort:  

Pernah baca juga, kalau salah satu motip orang yg blanda datang atawa dikirim ke hindi, adalah untuk mencari kehidupan yg cerahceria sebab di sana di negeri mereka sendiri, mereka adalah orang2 yg takpunya money. 😀

Betul. Apakah yang bisa diharapkan dari tanah yang dikepung oleh tingginya permukaan laut. 😁

Habeeh ne hapai sejarah bg @bookrak he

Fiksi nyan, seujarah reka2. Hahaha..

Coin Marketplace

STEEM 0.39
TRX 0.12
JST 0.040
BTC 70118.22
ETH 3546.28
USDT 1.00
SBD 4.89