Perjumpaan Mistis Keumalahayati dan Kartini, Banda Aceh 21 April 2007

in #indonesia6 years ago (edited)

Konser 3 Maestro.jpgDokumentasi Morenk Organizer


Tahun baru 2007, di Goedang Merah -kantor saya waktu itu, di Peurada Utama, Banda Aceh- saya dan Fauzan Santa, rektor Sekolah Menulis Dokarim merayakannya dengan minum kopi.


Langit biru ceria menyapa 1 Januari tahun itu. “Ini tahun babi menurut kalender China, Zan!”, ungkap saya memulai kalimat pertama di tahun itu sambil menyulut sebatang rokok. “Kita harus lakukakan sesuatu yang besar dan berani walau penuh resiko, sebab shio babi adalah shio yang berani mengambil resiko, ini tahun keberuntungan bagi yang berani ekstrim, artinya siap menikmati keberhasilan atau kuat menerima kegagalan”. Sambung saya sembari menyeruput kopi saring yang di beli office boy di Solong, Ulee Kareng.

Fauzan masih diam, mungkin dia sedang mencoba mengaduk-aduk kalimat saya dengan nikmatnya kopi saring khas Aceh. Rambutnya yang gondrong tergerai menutupi separuh wajah, sekilas mirip Antonio Banderas dalam film “Desperado”, namun pagi itu kami hanya berdua tanpa Salma Hayek :). Sementara otak saya terus berputar mencari ide untuk menggebrak tahun 2007. Saat itu muncullah ide sedikit gila untuk membuat konser seorang musisi yang belum pernah ke Aceh, Iwan Fals. (Ide yang benar-benar gila adalah membuat konser U2 di Sabang).


Aku dan Santa.jpgKompilasi foto-foto kenangan di kantor lama saya, Goedang Merah bersama Fauzan Santa


Ide itu disambut Fauzan dengan kalimat singkat, “Mantap that nyan!”, namun air mukanya berubah dan matanya bersinar, sepertinya ide saya membangkitkan adrinalinenya.

Singkat cerita, hari ini kami berdiskusi sampai sore menyusun segala rencana untuk mewujudkan ide di atas. Fauzan sempat ragu dan khawatir dengan masalah pendanaan dan resiko, karena memang karakter kami berbeda dalam hal keberanian mengambil resiko, Fauzan lebih “save player”, sementara saya sudah terbiasa melakukan hal-hal yang beresiko tinggi. Meski berbeda karakter namun kami memiliki frekuensi pemikiran dan rasa yang sama. Menangkap kekhawatirannya, saya lalu memintanya untuk membantu dalam urusan teknis terkait perizinan dan hal-hal teknis lainnya, soal pendanaan, lobi artis dan promosi saya yang tangani.


Terlepas dari tahun babi, kegelisahan saya yang lebih dalam adalah melihat dinamika Aceh saat itu yang sedang diguyur dana trilyunan rupiah dari seluruh penjuru dunia untuk bantuan kemanusiaan korban tsunami 2004. Ironisnya, dana sebanyak itu sepertinya justru merusak mental warga Aceh. Skema pemberian bantuan menggiring warga untuk “mengemis”, bukan memupuk kemandirian. Saya khawatir hal ini akan menjadi bencana sosial baru di masa yang akan datang saat bantuan tak ada lagi. Maka harus ada yang melakukan sesuatu yang menunjukkan kemandirian dan kerja keras dalam kebersamaan untuk bangkit dan berjuang dari keterpurukan terlepas adanya bantuan dari pihak lain atau tidak.


poster_pulabatee.jpg
Poster peresmian Pintu Gerbang Kuburan Massal Uleelheue. Pintu Gerbang ini saya desain sebagai sumbangan karya untuk korban tsunami Aceh atas permintaan khusus dari Gie Siaw, seorang pekerja kemanusiaan waktu itu


Maka konser ini kami daulat sebagai simbol gerakan kemandirian melawan gerombolan antrian proposal di pintu-pintu gerbang rumah mewah yang disulap menjadi kantor puluhan NGO saat itu. Dan kami tidak akan menerima dana apapun yang berasal dari bantuan kemanusiaan. Morenk Organizer harus mencari pendanaan secara profesional.

Konser itu bertajuk “Zikir Cinta Untuk Aceh”, menampilkan Iwan Fals, WS Rendra dan Sawung Jabo. Namun dalam pengurusan izin, judul itu ditentang oleh MPU, menurut MPU kata “Zikir” dan “Cinta” tidak boleh disanding, mereka sepertinya memahami “Cinta” hanya urusan di tempat tidur, saya gak tahu yang mesum mereka apa “cinta”. Kami tidak ingin memperpanjang pikiran pendek itu. Akhirnya usul baru kami disepakati “Hikayat Rindu Tiga Maestro”.

Saya lalu mulai bekerja dengan menghubungi beberapa teman untuk bisa menjalin komunikasi dengan WS Rendra, Iwan Fals dan Sawung Jabo.

Singkat cerita “Hikayat Rindu Tiga Maestro” berhasil kami gelar pada tanggal 21 April 2007 di stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh. WS Rendra si burung Merak menjadi roh pada konser itu. Berikut cuplikan videonya:



Sumber


Yang menarik, konser di Hari Kartini ini para penonton diajak mengenang Laksamana Keumalahayati lewat lagu yang dibuat khusus dan dinyanyikan langsung oleh Iwan Fals, judulnya “Perempuan Keumala”. Steemian bisa menikmatinya dalam video dibawah ini:



Sumber


Ada cerita menarik di balik terciptanya lagu yang dikarang oleh Endang Moerdopo, sahabat saya dari Merdeka Art Community yang kebetulan memang sedang meneliti tentang Laksamana Keumalahayati untuk karya novel perdananya.

Waktu itu Iwan Fals meminta saran saya agar memilih lagu Aceh yang untuk dilantunkan saat konser, lalu saya usulkan supaya membuat sebuah lagu tentang perempuan pejuang dari Aceh yang merupakan laksamana perempuan pertama di dunia. “Waduh, saya gak begitu paham tentang Malahayati, tahunya nama kapal doang”, ungkap Iwan. Karena saya ingin sekali tokoh perempuan Aceh ini dinyanyikan oleh Iwan, mengingat ini momen yang sangat bagus untuk mempromosikan Laksamana Keumalahayati agar diakui sebagai Pahlawan Nasional (akhirnya Laksamana Keumalahayati resmi dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2017 oleh Presiden, terimakasih Pak Jokowi!), maka saya kumpulkan tulisan-tulisan terkait agar dibaca oleh Iwan Fals untuk inspirasinya mencipta sebuah lagu. Tapi rupanya upaya itu gagal, sebab beberapa hari kemudian Iwan menyerah dan minta tolong carikan orang yang bisa mencipta lagu lalu ia yang akan mengaransemennya. Tanpa pikir panjang saya langsung meminta Endang Moerdopo memeras kepala membuat lirik lagu tentang Laksamana Keumalahayati, saya yakin dia pasti bisa sebab memang sedang sangat fokus menulis tentang pemimpin pasukan “Inong Balee” tersebut. Endang berbinar matanya mendapat kesempatan emas ini, dan tidak butuh waktu lama baginya untuk menyusun kata demi kata menjadi sebuah lirik lagu. Dalam hitungan jam lirik itu sudah bisa saya kirim kepada Iwan Fals. Dan esoknya Iwan menghubungi saya, dan mengabarkan kalau aransemennya sudah jadi dan segera dikirim via pesan elektronik untuk kami dengarkan.


Saya merinding dan terharu, air mata menetes saat pertama sekali mendengarnya. Sungguh karya yang memukau dan heroik, saya yakin lagu ini akan disukai oleh seluruh masyarakat Aceh. Dan akhirnya lagu itu menggema pertama kali di stadion Harapan Bangsa pada tanggal 21 April 2007, tepat pada Hari Kartini. Jadilah ini momen mistikal pertemuan dua perempuan hebat dalam sejarah Indonesia: Raden Ajeng Kartini dan Laksamana Keumalahayati.


Semoga dua perempuan hebat di zamannya ini, masih bisa menjadi inspirasi bagi perempuan-perempuan yang hidup di era millenial ini. Dan lewat tulisan ini izinkan saya mengucapkan kembali ribuan terimakasih kepada sahabat-sahabat dan semua pihak yang saat itu turut membantu penyelenggaraan konser ini, Tabek!


banner steemit.jpg

Sort:  

Jangan Biarkan itu Hilang, terus berjuang@beladro

Sell your vote to us and earn SBD and Curation : MinnowBooster

Ketika itu ikut nonton
Tapi kalau tidak salah ada suguhan tari seudati di aula pendopo, dalam jamuan makan malam. Alm. Syeh Lah Geunta berduet dengan Alm. Syeh Emi Lempia.
Alm. WS Rendra, Iwan Fals, Sawung Jabo dan personilnya. Menyebutkan kedua syeh seudati tadi, menari seperti burung camar.
Alfatihah untuk alm. Para maestro.
Aamiin

Memang banyak kisah di balik konser itu, menjadi sebuah buku bila dipaparkan :). Alfatihah untuk para maestro...

Bisa jadi hehehe

Selamat buat masyarakat Aceh.
Saya turut bersuka-cita

Maju lah Aceh.
Jangan sia-sia kan pengorbanan Para Pahlawanmu....
Hidup Aceh

Coba buat lagi bg :)

Yuk, mau bantuin? hehehe :)

Mantap...
Sungguh hebat pencipta lagu ini.
Seolah dia adalah sahabat dekat sang laksamana.
Dia mampu meracik rasa dari perjuangan sang laksamana.

Selamat buat masyarakat Aceh atas dinobatkannya Laksamana Keumala Hayati sebagai Pahlawan Nasional

Memang sangat heroik, saya yakin ada proses mistis antara pencipta lagu dengan Malahayati :)

ada apa dengan rambut abang dimasa ini bang ? hehehe... kenangan indah nampaknya

Hahaha..waktu itu masih gondrong, gak sempat potong :D

Asli keren bangets!

Thx kak @mariska.lubis, perempuan Aceh tempo dulu tidak ada kendala untuk menjadi apa saja, hari ini malah nongrong di kedai kopi saja jadi masalah. Wah ulee!

Bang, kalau sudah buat tag pribadi. Selanjutnya abang pertahanin tag ini.

Coin Marketplace

STEEM 0.33
TRX 0.11
JST 0.034
BTC 66598.01
ETH 3236.65
USDT 1.00
SBD 4.66