LGBT dan kemanusiaan kita - LGBT and our humanity

in #indonesia7 years ago (edited)

Beberapa pesan wa masuk dalam 2 hari ini. Dari teman-teman yang ingin meastikan sebuah berita yang heboh di media. Perihal penangkapan 12 waria disebuah salon di Aceh Utara.

Ya, itu benar. Sabtu, 27 Januari malam, Teman-teman dapat membaca http://portalsatu.com/read/news/cegah-lgbt-polisi-segel-lima-salon-waria-di-aceh-utara-40208. Atau situs berita-berita lainnya.

image.png
Sumber

Dalam orasinya, Kepala Polisi Resort Aceh Utara; Untung Sangaji mengatakan ia akan sangat tidak manusia jika membiarkan banci bertambah. Disambut sorak sorai orang-orang.

Saat melihat video tersebut, saya menaruh harap didalam hati. Seandainya saja Pak Untung juga berada di Garda terdepan untuk mendukung penghukuman seberat-beratnya terhadap pemerkosa dan pelaku kekerasan terhadap perempuan di Aceh Utara. Dalam amatan, Lembaga Bantuan Hukum APIK tidak kurang menangani 5 kasus kekerasan setiap bulannya. Sedangkan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak malah menerima laporan hampir setiap harinya. KomNas Perempuan mencatat 259.150 kasus kekerasan sepanjang tahun 2016. Miris.

image.png
Sumber

Menjadi waria mungkin salah dalam kaca mata sosial apalagi agama. Tetapi mereka juga manusia. Perlakukanlah selayaknya manusia. Bahkan gembong narkoba atau pembunuh pun tidak direndahkan martabatnya sedemikian rupa. Bahkan, di media dan berita-berita mengenai hal ini pun yang saya lihat hanyalah kebencian dan cerca. Terlepas dari pihak mana itu berasal.

Marilah kita berfikir, menilai lalu bertindak secara objektif, matang dan tidak standar ganda.

bayangkan jika salon mereka ditutup sementara kebanyakan mereka dikucilkan di masyarakat dan tidak memiliki keahlian. Lalu apa yang kan terjadi? Kehidupan dan kebutuhan sehari-hari kan tidak bisa berhenti. Itu artinya kita sedang menutup akses dan ruang mereka untuk hidup. Sebab menutup jalur kehidupan sama dengan memaaksa orang untuk mati. Bukankah hal tersebut akan menimbulkan keresahan baru. Terdorong menjadi pelaku kriminal dan menjadi penyakit sosial sesungguhnya.

Saya bukan aktivis LGBT, saya bukan sedang membela LGBT. Yang saya bela adalah martabat manusia.
Mereka juga manusia, tidak perlu sampai memotong rambut, memberikan kaos, menyuruh mereka berguling-guling di rumput dan berteriak-teriak agar suara kembali menjadi "laki-laki"

Makanya, mereka perlu dibina. Inikah yang disebut membina?
Pertanyaannya pembinaan seperti apa?

Ibarat sebuah pesta. Gegap gempita biasabertahan hanya satu malam saja. Lihat, setelah menggerebekan ini dilakukan. Lalu apa selanjutnya? Mari kita lihat bersama, adakah upaya terus-menerus membantu mereka untuk kembali "normal"?

Pernahkan ada perlindungan yang penuh, berdasarkan kebutuhan bukan asumsi dan berkesinambungan?

Jangankan LGBT yang dianggap penyakit dan sampah oleh masayarakat. Korban pemerkosaan atau kekerasan pun tidak mendapatkan penanganan yang berkelanjutan. Kebutuhan korban sering dianggap selesai saat vonis dan ketuk palu hakim berbunyi di persidangan.
opini.jpg

Sort:  

sepakat dengan cara berpikirmu nona..

Iiiiiihhhh endang bambang jijay bajay

siapa tuh endang ..

yang jual soto

ya ampuuun...
beutoi that nyan bg

kok bs lupa
pasti krn terhipnotis ama papa ron

Coin Marketplace

STEEM 0.16
TRX 0.16
JST 0.031
BTC 58956.47
ETH 2517.89
USDT 1.00
SBD 2.48