---

A total of 200 coffee farmers and heads of coffee farmer empowerment groups in Central Aceh and Bener Meriah, received technical guidance to be able to compete in the global market from a lecturer at the Faculty of Economics and Business, Malikussaleh University. With this technical guidance, farmers can maximize crop yields through processing (downstream) and marketing plantation products.

In the technical guidance activity, which was attended by approximately 200 coffee farmers and the head of the coffee farmer empowerment group from Aceh Tengah and Benar Meriah, the lecturer of the Management Study Program, Faculty of Economics and Business, Malikussaleh University, Dr. H Mohd Heikal, delivered material related to how to compete in the global market.

Coffee as Indonesia's leading commodity has now penetrated the export markets of both America and Europe. Gayo Arabica coffee is one of the coffees with a uniqueness that coffee producers from other countries do not have because coffee from Gayo is known as an organic product.

According to Heikal, the trade wars of several countries in the world also have an impact on the marketing of Gayo Arabica coffee which must be fought by all stakeholders. He sees the need for an organization engaged in advocacy related to Gayo Arabica coffee products so that the commodity, which since 2010 has received Geographical Indications (GI) from the Ministry of Law and Human Rights, does not necessarily become a victim of the international trade war.

In today's world, more than 2 billion cups of coffee are drunk every day. This shows that coffee is a product that has a very good market share globally. Indonesia is the fourth largest Arabica coffee producer in the world after Brazil, Colombia, and Guatemala.

"However, land expansion is facing serious problems, so all components must pay special attention to this problem," said Heikal at an event held at one of the star hotels in Takengon, Central Aceh, Friday, November 26, 2021.

He added that even though Gayo coffee has long entered the global market, one should not ignore the increasingly competitive global market conditions. For that, Gayo coffee farmers need to do several things so that their products can still compete in the export market.

Coffee farmers must know what the export market wants for coffee products, so related to "what the global market wants" is important information so that coffee products from Gayo can be accepted by the export market.

So based on this information, there are several things that must be considered related to quality, consistency, culture, and collaboration.

According to Heikal, Gayo farmers need to apply good farming practices or good agriculture practices as directed by FAO. Coffee plantations that are clean and have shade trees so that 60 percent of the sun's rays enter the coffee garden, in addition to increasing the productivity of the garden, can also be used for coffee plantation tourism activities which will sustainably provide additional income for farmers.

"Another thing that must be considered is avoiding the use of chemicals so that the uniqueness of organic Gayo Arabica coffee can be maintained," Heikal reminded in technical guidance which was the attention of members of Commission IV of the DPR RI Muslim from the Democratic Party.

Some of the tips suggested by Heikal are to use information technology to access the market, such as having a website, using social media to become important in the current era of disruption. According to him, coffee farmers must be literate in digital technology so that information related to prices and other information can be obtained by farmers quickly so that they do not become victims and they do not enjoy the margins of the products they have.

In addition, Heikal reminded farmers to participate in activities such as exhibitions, meetings at national and international levels. He admits that this cannot be done individually by each farmer.

“So it is necessary to collaborate and partnership either through groups such as cooperatives or also the pattern of adoptive fathers through SOEs that are effective in facing competition. However, in the era of the Covid-19 pandemic, it is not over yet, so optimizing local and domestic markets is an important strategy for coffee farmers," continued the lecturer at the Faculty of Economics who also teaches Integrated Marketing in Creative Economy course.

He also sees the need to create a form of communication such as storytelling because in every cup of coffee there is a unique story and stories that have important elements in it. Gayo Arabica coffee is not only a commodity but also a civilization,” concluded Heikal. [Ayi Jufridar]

---

---

---

Menjaga Eksistensi Kopi Gayo di Pasar Global

SEJUMLAH 200 petani kopi dan ketua kelompok pemberdayaan petani kopi di Aceh Tengah dan Bener Meriah, mendapatkan bimbingan teknis untuk bisa bersaing di pasar global dari dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Malikussaleh. Dengan bimbingan teknis tersebut, petani bisa memaksilmalkan hasil panen melalui pengolahan (hilirisasi) dan pemasaran hasil perkebunan.

Dalam kegiatan bimbingan teknis yang diikuti sekira 200 petani kopi dan ketua kelompok pemberdayaan petani kopi dari Aceh Tengah dan Benar Meriah ini dosen Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Malikussaleh Dr H Mohd Heikal menyampaikan materi terkait bagaimana bersaing di pasar global.

Kopi sebagai komoditas unggulan Indonesia saat ini telah menembus pasar ekspor baik Amerika maupun Eropa. Kopi Arabika Gayo adalah salah satu kopi dengan keunikan yang tidak dimiliki oleh penghasil kopi dari negara lain karena kopi dari Gayo dikenal sebagai produk organik.

Menurut Heikal, perang dagang beberapa negara di dunia ikut berdampak terhadap pemasaran kopi arabika Gayo yang harus dilawan oleh seluruh stakeholder. Ia memandang perlu ada satu organisasi yang bergerak di bidang advokasi terkait dengan produk kopi arabika Gayo sehingga komoditas yang sejak tahun 2010 in telah mendapatkan Indikasi Geografis (IG) dari Kemenkumham ini tidak lantas menjadi korban perang dagang internasional.

Di dunia saat ini lebih dari 2 miliar cangkir kopi diminum setiap hari. Ini menunjukkan bahwa kopi adalah produk yang memiliki pangsa pasar sangat baik secara global. Indonesia adalah negara keempat penghasil kopi arabika terbesar di dunia setelah Brasil, Kolumbia, dan Guatemala.

“Namun, secara perluasan lahan menghadapi persoalan serius sehingga seluruh komponen harus memberikan perhatian yang khusus untuk masalah ini,” ujar Heikal dalam acara yang digelar di salah satu hotel bintang di Takengon, Aceh Tengah, Jumat (26/11/2021).

Ia menambahkan, walaupun kopi Gayo yang telah lama masuk ke pasar global, tidak boleh abai terhadap kondisi pasar global yang semakin kompetitif. Untuk itu, dibutuhkan beberapa hal yang harus dilakukan petani kopi Gayo sehingga produk mereka tetap bisa bersaing di pasar ekspor.

Petani kopi harus mengetahui apa keinginan pasar ekspor produk kopi, jadi terkait dengan “what the global market wants” (apa yang diinginkan oleh pasar global) menjadi informasi penting agar produk kopi dari Gayo bisa diterima pasar ekspor.

Maka berdasarkan informasi tersebut beberapa hal yang harus diperhatikan terkait kualitas, konsistensi, budaya serta kolaborasi.

Menurut Heikal, para petani Gayo perlu menerapkan cara bertani yang baik atau good practices agriculture sebagaimana yang diarahkan oleh FAO. Kebun kopi yang bersih dan memiliki pohon pelindung sehingga 60 persen sinar matahari masuk ke kebun kopi, di samping untuk meningkatkan produktivitas kebun, juga bisa dijadikan untuk kegiatan wisata kebun kopi yang secara berkelanjutan akan memberikan pendapatan tambahan bagi petani.

“Hal lain yang harus diperhatikan adalah menghindari penggunaan bahan kimia sehingga keunikan kopi arabika Gayo yang organik bisa dipertahankan,” ujar Heikal mengingatkan dalam bimbingan teknis yang merupakan atensi dari anggota Komisi IV DPR RI Muslim dari Partai Demokrat.

Beberapa tips yang disarankan Heikal adalah menggunakan teknologi informasi untuk mengakses pasar seperti memiliki website, menggunakan media sosial menjadi penting di era disrupsi sekarang ini. Menurutnya, petani kopi harus melek teknologi digital sehingga infomasi terkait harga dan informasi lainnya bisa didapat petani dengan cepat sehingga tidak menjadi korban dan mereka tidak menikmati margin dari produk yang mereka miliki.

Selain itu, Heikal mengingatkan para petani agar mengikuti kegiatan-kegiatan seperti pameran, pertemuan di tingkat nasional maupun internasional. Ia mengakui hal ini tidak mungkin dilakukan secara individu oleh masing-masing petani.

“Maka perlu kolaborasi dan kemitraan baik melalui kelompok seperti koperasi atau juga pola bapak angkat lewat BUMN yang efektif untuk menghadapi persaingan. Namun di era pandemi Covid-19 belum berakhir, maka mengoptimalkan pasar lokal dan dalam negeri menjadi strategi penting bagi petani kopi,” lanjut dosen Fakultas Ekonomi yang juga mengampu mata kuliah Pemasaran Terpadu dalam Ekonomi Kreatif.

Ia juga memandang perlu dibuat bentuk komunikasi seperti storytelling (bercerita) sebab dalam setiap cangkir kopi ada cerita unik dan kisah-kisah yang memiliki elemen penting di dalamnya. Kopi arabika Gayo tidak hanya sebuah komoditas, tapi juga sebuah peradaban,” tutup Heikal. [Ayi Jufridar]

---